Kaskus

Story

albyabby91Avatar border
TS
albyabby91
Legenda Wa Ina Wandiu-Diu (Putri Duyung) Episode 2
Episode 2 - Pertemuan Dengan Nelayan

Legenda Wa Ina Wandiu-Diu (Putri Duyung) Episode 2

Alkisah di sebuah desa kecil bernama Lambusango, hiduplah seorang lelaki miskin yang menggantungkan hidupnya dengan menjala ikan. Lelaki itu bernama La Fajara, yang dalam bahasa lokal berarti Sang Fajar. Dia hidup sebatang kara sebab di tinggal mati oleh kedua orang tuanya sejak ia masih berumur 3 bulan di sebuah hutan yang di jadikan kebun. Dalam kondisi seorang diri dan masih bayi pula, hebatnya Lafajara mampu bertahan hidup hanya dengan meminum air hujan dan dengan merangkak dia memanfaatkan batang-batang kayu di hutan itu yang kononnya mengeluarkan bulir-bulir air yang berwarna putih kental dan rasanya manis. Begitulah Lafajara berjuang untuk meneruskan hidupnya yang malang itu sendirian. Beruntunglah saat usianya sudah menginjak 3 tahun, ia kemudia di temukan oleh seorang nenek tua bernama Wa Salima saat nenek itu mencari kayu di hutan. Lafajara kemudian di ajak oleh si nenek untuk tinggal di rumahnya dan di asuh hingga ia berumur 13 tahun.

Lafajara yang dulu seorang bayi kecil malang, atas asuhan dan tempaan sang nenek kini tumbuh menjadi laki-laki yang mulai menginjak remaja. Perawakannya gagah, kulitnya sawo matang, ototnya kekar dan yang unik, matanya biru seperti bule. Banyak cerita yang berkembang dari para warga kampung kalau Lafajara mempunyai kakek keturunan Eropa tapi tidak pasti dari bangsa mana.

Lafajara sangat giat dan rajin bekerja. Ia sangat sayang dan hormat kepada sang nenek yang sudah dia anggap sebagai ibunya sendiri itu. Kebutuhan sehari-hari sang nenek seperti air dan kayu bakar menjadi tanggung jawabnya. Bahkan kadang-kadang ia juga membantu nenek menjualkan tikar-tikar anyaman di pasar desa dan memberikan uang hasil penjualan itu kembali pada nenek.

Hari demi hari berlalu kini sang nenek pun semakin tua dan penglihatannya mulai kabur. Hingga pada suatu malam sang nenek memanggil Lafajara dan memberitahukan bahwa dia sudah waktunya pergi untuk menghadap Tuhan selamanya. Lafajara sangat sedih kala itu. Dia teringat akan kebaikan sang nenek yang sudah merawat dan memberinya makan hingga menjadi seperti saat ini. Namun sebelum meninggal dunia sang nenek berwasiat kepada Lafajara agar melanjutkan cita-cita suaminya yang telah lebih dulu meninggal yaitu menjadi penjala ikan di laut. Sang nenek lalu menyuruh Lafajara menuju sebuah gudang kecil yang di dalamnya berisi peralatan untuk menangkap ikan itu, lengkap dengan sebuah sampan yang di gunakan untuk melaut nantinya. Semua itu menjadi milik Lafajara dan nantinya saat mulai beranjak dewasa ia bisa segera mewujudkan cita-cita itu dengan mulai melaut dan menjala ikan. Setelah semua wasiat di sampaikan, sang nenek kemudian menghembuskan nafas terakhirnya. Lafajara menangis sejadi-jadinya melihat kepergian sang nenek yang di sayanginya itu. Kini, ia harus mulai hidup baru sendiri lagi dengan bekal warisan yang di berikan oleh sang nenek berupa alat menangkap ikan dan sebuah sampan.

Dua tahun setelah kematian sang nenek, Lafajara kini nampak telah menjadi laki-laki yang semakin dewasa. Tubuhnya kian bertambah kekar dan tinggi, ketampanannya makin nampak. Rasanya sudah waktunya ia untuk segera memulai pekerjaan barunya, menjadi penjala ikan. Di siapkannya semua peralatan yang di perlukan. Di perbaikinya sampan yang sudah mulai bocor itu ditempelnya sedikit demi sedikit agar tertutup lubang-lubang itu. Setelah dua hari mempersiapkan, kini semuanya selesai dan Lafajara pun mulai lah melaut.

Hari pertama dan kedua melaut di laluinya dengan hasil yang lumayan banyak. Sebagian di jual kepada tetangga dan sebagian lagi di simpan untuk di jadikan ikan asin yang nantinya bisa di jadikan lauknya sehari-hari. Begitulah hingga pada hari kesepuluh ia kembali melaut seperti biasa.

Hari itu cuaca agak mendung dan angin bertiup sangat kencang. Jika kondisi ini berlanjut, rasanya akan sangat sulit melaut dan mungkin bakal tidak banyak dapat tangkapan. Namum Lafajara tetap meneruskan menebar jalanya di sepanjang selat kecil tempatnya biasa menangkap ikan itu. Setelah semua jala di tebar, Lafajara seperti biasa kembali ke pantai untuk menunggu beberapa saat sebelum kemudian akan mengecek lagi jala-jala itu dan melihat berapa banyak ikan yang berhasil tersangkut.

Di tempat lain dari dalam dasar laut, Wandiu-diu sedang asyik berenang bersama teman-teman gadisnya. Para putri duyung itu nampak sangat gembira. Mereka berputar-putar mengintari setiap terumbu karang dan sesekali kemudian menampakkan dirinya di permukaan laut. Mata Wandiu-diu kemudian terperajat saat melihat seekor ikan cantik mungil yang berenang berputar-putar. Ia nampak sangat menyukainya dan bermaksud untuk di tangkap dan dijadikan mainan saat kembali ke istana laut. Di kerjanyalah ikan kecil itu berputar-putar. Kejar-kejaran pun terjadi dan tanpa sadar ia telah jauh meninggalkan kawan-kawan putri duyungnya yang lain. Ikan kecil tak kunjung di dapatnya dan Wandiu-diu pun tampaknya telah tersesat, ia kebingungan dan cemas. Ia terus berenang menyusuri tepian-tepian terumbu karang yang asri itu mencari kawan-kawannya yang telah ia tinggalkan jauh. Dan tanpa sengaja, Wandiu-diu tersangkut pada sebuah perangkap kecil, Ia tersangkut jala ikan Lafajara.

"Tolong...Tolong....Aku tersangkut jaring nelayan" teriak Wandiu-diu dengan kencang. Tapi keadaan di sekitarnya sepi, tak ada seorangpun yang mendengarnya. Wandiu-diu semakin panik dan Ia terus bergerak-gerak berusaha melepaskan diri dari jala itu tapi nampaknya hal itu sia-sia. Ia tetap tak dapat melepaskan diri lagi dan kini tenaganya semakin lemah dan akhirnya ia pingsan tak sadarkan diri.

Sudah dua jam berlalu dan Lafajara kembali lagi ke laut untuk mengecek jala-jala nya yang sudah di tebar tadi. Ia mengayuh dayungnya cepat dan membawa sampannya melaju. Sesampainya di tempat yang sudah di beri tanda itu, Lafajara mulai menarik naik perlahan-lahan jalanya. "Nampaknya banyak sekali ikan hari" gumamnya dalam hati. Namun semakin ditarik ia merasakan jalanya semakin berat. Kedua lengannya yang kekar itu nampak memunculkan urat-urat sebagai pertanda beban yang ditariknya itu amatlah berat. Lafajara makin penasaran dan terus menarik jalanya hingga akhirnya ia sangat terkejut saat melihat penampakan di depannya. Rupanya ia telah menangkap seekor putri duyung. "Wandiu-diu...Wandiu-diu...." teriak Lafajara girang. Ia segera menarik dan mengangkat si putri duyung itu dan di letakanlah ke dalam sampannya. Nampaknya si Putri Duyung itu masih pingsan.

Sampan Lafajara melaju sangat cepat menuju pantai. Setiba di pantai di angkatnya Wandiu-diu yang masih belum sadarkan diri itu lalu di letakannya di atas pasir berwarna putih itu. Ia memutar otak untuk memikirnya bagaimana kiranya membawa sang putri duyung ke rumahnya. Kalau tak lama-lama di biarkan di pantai, bisa-bisa Wandiu-diu mati karena tak terkena air laut. Ia akhirnya memutuskan untuk mengisi sampannya dengan air laut lalu membaringkan Wandiu-diu di dalamnya. Selang beberapa menit kemudian, Wandiu-diu pun sadar dan terkaget-kaget.

"Aku di mana ?" Tanya Wandiu-diu setengah berteriak.

"Tenang dulu, kamu saya selamatkan. Tadi kamu tersangkut di jala ku Wandiu-diu" Lafajara menimpali agar Wandiu-diu tenang.

"Kembalikan aku ke laut. Aku ingin pulang ke rumahku di Istana laut. Dan kamu, kamu pasti manusia bukan?"

"Ia aku manusia. Namaku Lafajara. Aku seorang nelayan di desa ini. Tadi kamu kuselamatkan sebab tersangkut di jala ku"

"Ohh......Tapi aku ingin pulang sekarang"

"Tenang dulu. Tubuhmu masih lemas. Bagaimana kalau kamu istirahat sejenak di sini?"

"Iya aku merasa tubuhku sangat lemas. Tapi aku takut, keluargaku pasti mencemaskanku. Mereka pasti akan sangat sedih"

"Tinggalah dulu sehari dua hari. Aku akan mengantarkanmu kembali ke tengah laut saat kondisimu pulih"

"Baiklah. Tapi besok kamu harus mengantarku kembali ke tengah laut"

"Baiklah. Sekarang istirahatlah dulu"

Malam itu Lafajara tidur di tepi pantai menemani Wandiu-diu yang beristirahat di dalam sampannya yang kini telah di sulap jadi kolam kecil berisi air laut. Ia nampak terkagum-kagum setiap memperhatikan si putri duyung yang cantik itu. Rambutnya terurai panjang, kepalanya di ikat mahkota bermotif yang menandakan Wandiu-diu adalah keturunan bangsawan dan tinggal di Istana Laut. Nampaknya Lafajara telah di mabuk asmara. Ia kemudian berniat untuk menahan Wandiu-diu lebih lama lagi dan bahkan ia ingin hidup bersamanya selama-lamanya.

===) Bersambung...

*Nantikan episode berikutnya sehari lagi. Jangan lupa dukung dengan memberi komen dan bagikan thread ini*
marwangroove920Avatar border
bukhoriganAvatar border
redbaronAvatar border
redbaron dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.6K
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan