Mendung mulai menyelimuti kota. Hawa dingin berhembus pelan. Bau tanah khas hujan juga mulai tercium. "Sial, aku lupa bawa payung!" Ujar ku yang berlari menuju ke teras toko kelontong yang sedang  tutup. Hujan deras pun langsung mengguyur seketika aku berteduh di depan toko kelontong. Sebenarnya bisa saja aku berlari pulang ke kos. Namun laptop yang ada di tas dan seragam sekolah ku tidak mungkin aku bawa hujan-hujan begitu saja.

Aku hanya bisa berdoa agar hujan ini cepat reda. Pasalnya aku harus segera pulang ke kos untuk bersiap mengikuti bimbingan belajar malam ini. Kalaupun tidak cepat reda, setidaknya ada teman atau siapa pun yang lewat untuk menawariku payung atau tumpangan ke kos.

"Mbak, gak bawa payung ya? Mau bareng?" Seorang laki-laki berumur sekitar 20 tahun seolah datang sebagai jawaban atas doa ku. Tanpa berpikir panjang lebar, aku memutuskan untuk menerima tawarannya.

"Makasih ya, Mas. Ini hujannya deres banget, kalau gak ada mas-nya mungkin saya pulang malem." Ujar ku berbasa-basi.

"Hehe, iya, Mbak. Santai aja.., saya juga biasa nawarin orang-orang buat bareng." Balasnya.

"Wah, nih orang baik banget ya." Batin ku yang kagum dengan sikapnya.

Setelah berjalan sekitar 10 menit, akhirnya aku sampai di kos ku. Sebelumnya, aku berterima kasih kembali pada laki-laki itu.

"Makasih ya, Mas. Saya masuk dulu. Hati-hati di jalan." Ujar ku.

"Iya, Mbak. Sama-sama. Totalnya 20 ribu yaa..." Balasnya sambil menengadahkan tangan padaku.

"Hah? Maksudnya gimana?" Aku menaikkan alis.

"Iya, Mbak-nya kan pakek jasa saya, ojek payung, totalnya 20 ribu." Jelasnya.

Dengan terpaksa, aku akhirnya memberikan uang 20 ribu ke laki-laki itu. Aku pun menghela napas panjang. Aku salah menilai orang terlalu cepat.

TAMAT