- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Berani Beda Itu Baik, Tapi Diterimakah Kita ?


TS
yesung3424
Berani Beda Itu Baik, Tapi Diterimakah Kita ?
Bagaimana jika aku memutuskan tidak menikah ?
Bagaimana jika aku memutuskan tidak memiliki anak ?
Bagaimana jika aku memutuskan menikah di usia 30 tahun ?
Bagaimana jika aku memutuskan hidup di panti jompo kelak ?
Dan sederetan kata bagaimana, hingga berujung....
Bagaimana aku tidak diterima di masyarakat ?
Aku telah menamatkan sebuah buku berjudul "Gadis Minimarket" karya Sayaka Murata. Ceritanya sangatlah sederhana. Jika cerita pada umumnya menggambarkan sosok karakter utama dengan aksi-aksi atau kisahnya yang heroik, menginspirasi, menyentuh, dan sebagainya, maka tak ada cerita seperti itu dalam buku tersebut.
Awal mula mengenal buku itu pun dari sebuah podcast Aditya Hadi dengan nama Buku Kutu. Jadi teringat dengan sebutanku kala di rumah dulu, tapi dibalik menjadi Kutu Buku. Sebutan yang kupikir-pikir setelah dewasa ini ternyata terdengar begitu sarkas.
Novel tersebut membuatku sadar dan bertanya, Apa itu normal ?
Benar, normal pada umumnya adalah ketika manusia menyelesaikan pendidikannya, bekerja, lalu menikah, memiliki anak, dan kemudian membesarkan anaknya hingga maut menjemput.
Seorang anak laki-laki ditakdirkan menjadi ayah, lalu seorang anak perempuan menjadi seorang ibu. Itulah intinya ketika hidup di masyarakat. Mengenal si tokoh utama, Keiko, membuatku berpikir bahwa sekolah lalu bekerja dan berpikir rasional atau bahkan memiliki karakter baik tidaklah cukup untuk dianggap normal di masyarakat.
Keiko, si tokoh utama yang digambarkan melajang sejak lahir dan bekerja di minimarket hingga usianya menginjak sekitar 36 tahun. Bagi kita, hem... mungkin masyarakat pada umumnya, bekerja di minimarket selama itu dan masih lajang adalah ketidaknormalan.
Keiko, sejak kecil bahkan dianggap aneh oleh keluarganya sendiri. Pola pikirnya dinilai tidak rasional dan dia harus disembuhkan. Salah satu keanehan yang ditunjukkan Keiko adalah saat dia bersama teman-temannya yang sedang bermain di suatu taman menemukan seekor burung yang tergeletak mati.
Teman-temannya tentu menunjukkan rasa iba dan merasa kasihan dengan burung itu. Lalu, ibu Keiko datang dan mengambil burung tersebut kemudian berencana akan menguburnya. Sementara itu, Keiko...
Burung ini tampak lezat ketika digoreng nanti. Tapi, sepertinya tidak cukup untuk keluarga kita.
Sontak, ibu Keiko terkejut dan merasa heran dengan apa yang barusan diucapkan oleh anak perempuan keduanya itu. Namun, Keiko merasa tidak salah dengan apa yang diucapkan meski telah ditegur oleh ibunya.
Apa yang salah dengan hal itu, burung itu sudah mati dan bisa dimasak. Kita tidak membunuhnya, bahkan teman-teman lain memetik bunga yang ada di taman. Lalu, apa bedanya dengan burung yang telah mati lalu dimasak. Mereka yang memetik bunga juga membuat bunga itu mati. Tanpa sadar mereka juga membunuhnya.
Benar, itulah jalan logika Keiko. Berbeda dengan yang lain hingga membuatnya tampak aneh di mata orang-orang sekitarnya. Untuk itu, mau tidak mau agar diterima di masyarakat, dia mencoba normal. Hidup dengan mengikuti apa yang ada dan diterima.
Bahkan setelah hidup 36 tahun sebagai pegawai minimarket, Keiko tetap dianggap aneh karena hingga detik itu pula belum menunjukkan bahwa dirinya menjalin asmara.
Apa yang salah dengan menjadi pegawai minimarket ? Apa yang salah dengan hidup melajang ? Aku tidak menyusahkan orang lain, aku bekerja dengan disiplin di minimarket. Aku mematuhi peraturan yang ada dan aku bisa menghidupi diriku sendiri. Aku juga berusaha bersikap baik dan membantu orang lain. Tapi, sepertinya tidak cukup untuk normal di masyarakat.
Di akhir cerita, hanya hembusan "Ah..., benar..., menjadi tampak normal di masyarakat."
Dua hal utama yang kutangkap setidaknya,
Jika kita hidup, setidaknya bermanfaat bagi sekitar meski itu sangat kecil. Setidaknya membantu yang sedang membutuhkan.
Jika membantu pun kita tak mampu, setidaknya tidak menyusahkan orang lain atau lebih tepatnya beban bagi sekitar.
Benar, berbeda namun menjadi manusia yang tidak berguna sama saja. Tidak ada artinya bagi masyarakat. Namun, yang kutahu...
Manusia masih diberi hidup saja sudah berharga. Karena jika sudah tak bernyawa, maka selesai sudah.
Benar, jiwa yang hidup dalam raga. Suatu hal yang tidak bisa diciptakan manusia. Tuhan yang mampu melakukannya.
Jadi, sebenarnya kita berhak akan jalan hidup yang seperti apa. Namun, kita makhluk sosial yang mau tidak mau harus mampu beradaptasi dengan sekitar. Tidak ada yang salah dengan menjadi berbeda. Selama itu tidak merugikan atau menyakiti orang lain. Ya..., meski ada ocehan yang bisa saja menyakiti kita sewaktu-waktu.
Sakit, awalnya memang sakit, perlahan-lahan... kemudian saking sakitnya hingga mati rasa.
Inilah hidup, tanpa kusadari seiring berkembangnya zaman membuat normal itu menjadi hal yang umum dilakukan karena banyak yang melakukannya. Ketika manusia telah normal mengikuti apa yang ada, bosan....., lalu muncullah beragam cara membangkitkan rasa gairah hingga tidak normal menjadi daya tarik.
Mungkin istilah kerennya di masa sekarang, antimainstream.
Benar, manusia tidak ada puasnya dan selalu saja ada idenya. Jadi, bila sekarang dianggap tidak normal, barangkali suatu saat ketidaknormalan tersebut menjadi normal.
Catatan, tentu bagi kita yang biasa melihat tren sekarang, pasti tahu itu.
Bagaimana jika aku memutuskan tidak memiliki anak ?
Bagaimana jika aku memutuskan menikah di usia 30 tahun ?
Bagaimana jika aku memutuskan hidup di panti jompo kelak ?
Dan sederetan kata bagaimana, hingga berujung....
Bagaimana aku tidak diterima di masyarakat ?
Aku telah menamatkan sebuah buku berjudul "Gadis Minimarket" karya Sayaka Murata. Ceritanya sangatlah sederhana. Jika cerita pada umumnya menggambarkan sosok karakter utama dengan aksi-aksi atau kisahnya yang heroik, menginspirasi, menyentuh, dan sebagainya, maka tak ada cerita seperti itu dalam buku tersebut.
Awal mula mengenal buku itu pun dari sebuah podcast Aditya Hadi dengan nama Buku Kutu. Jadi teringat dengan sebutanku kala di rumah dulu, tapi dibalik menjadi Kutu Buku. Sebutan yang kupikir-pikir setelah dewasa ini ternyata terdengar begitu sarkas.
Novel tersebut membuatku sadar dan bertanya, Apa itu normal ?
Benar, normal pada umumnya adalah ketika manusia menyelesaikan pendidikannya, bekerja, lalu menikah, memiliki anak, dan kemudian membesarkan anaknya hingga maut menjemput.
Seorang anak laki-laki ditakdirkan menjadi ayah, lalu seorang anak perempuan menjadi seorang ibu. Itulah intinya ketika hidup di masyarakat. Mengenal si tokoh utama, Keiko, membuatku berpikir bahwa sekolah lalu bekerja dan berpikir rasional atau bahkan memiliki karakter baik tidaklah cukup untuk dianggap normal di masyarakat.
Keiko, si tokoh utama yang digambarkan melajang sejak lahir dan bekerja di minimarket hingga usianya menginjak sekitar 36 tahun. Bagi kita, hem... mungkin masyarakat pada umumnya, bekerja di minimarket selama itu dan masih lajang adalah ketidaknormalan.
Keiko, sejak kecil bahkan dianggap aneh oleh keluarganya sendiri. Pola pikirnya dinilai tidak rasional dan dia harus disembuhkan. Salah satu keanehan yang ditunjukkan Keiko adalah saat dia bersama teman-temannya yang sedang bermain di suatu taman menemukan seekor burung yang tergeletak mati.
Teman-temannya tentu menunjukkan rasa iba dan merasa kasihan dengan burung itu. Lalu, ibu Keiko datang dan mengambil burung tersebut kemudian berencana akan menguburnya. Sementara itu, Keiko...
Burung ini tampak lezat ketika digoreng nanti. Tapi, sepertinya tidak cukup untuk keluarga kita.
Sontak, ibu Keiko terkejut dan merasa heran dengan apa yang barusan diucapkan oleh anak perempuan keduanya itu. Namun, Keiko merasa tidak salah dengan apa yang diucapkan meski telah ditegur oleh ibunya.
Apa yang salah dengan hal itu, burung itu sudah mati dan bisa dimasak. Kita tidak membunuhnya, bahkan teman-teman lain memetik bunga yang ada di taman. Lalu, apa bedanya dengan burung yang telah mati lalu dimasak. Mereka yang memetik bunga juga membuat bunga itu mati. Tanpa sadar mereka juga membunuhnya.
Benar, itulah jalan logika Keiko. Berbeda dengan yang lain hingga membuatnya tampak aneh di mata orang-orang sekitarnya. Untuk itu, mau tidak mau agar diterima di masyarakat, dia mencoba normal. Hidup dengan mengikuti apa yang ada dan diterima.
Bahkan setelah hidup 36 tahun sebagai pegawai minimarket, Keiko tetap dianggap aneh karena hingga detik itu pula belum menunjukkan bahwa dirinya menjalin asmara.
Apa yang salah dengan menjadi pegawai minimarket ? Apa yang salah dengan hidup melajang ? Aku tidak menyusahkan orang lain, aku bekerja dengan disiplin di minimarket. Aku mematuhi peraturan yang ada dan aku bisa menghidupi diriku sendiri. Aku juga berusaha bersikap baik dan membantu orang lain. Tapi, sepertinya tidak cukup untuk normal di masyarakat.
Di akhir cerita, hanya hembusan "Ah..., benar..., menjadi tampak normal di masyarakat."
Dua hal utama yang kutangkap setidaknya,
Jika kita hidup, setidaknya bermanfaat bagi sekitar meski itu sangat kecil. Setidaknya membantu yang sedang membutuhkan.
Jika membantu pun kita tak mampu, setidaknya tidak menyusahkan orang lain atau lebih tepatnya beban bagi sekitar.
Benar, berbeda namun menjadi manusia yang tidak berguna sama saja. Tidak ada artinya bagi masyarakat. Namun, yang kutahu...
Manusia masih diberi hidup saja sudah berharga. Karena jika sudah tak bernyawa, maka selesai sudah.
Benar, jiwa yang hidup dalam raga. Suatu hal yang tidak bisa diciptakan manusia. Tuhan yang mampu melakukannya.
Jadi, sebenarnya kita berhak akan jalan hidup yang seperti apa. Namun, kita makhluk sosial yang mau tidak mau harus mampu beradaptasi dengan sekitar. Tidak ada yang salah dengan menjadi berbeda. Selama itu tidak merugikan atau menyakiti orang lain. Ya..., meski ada ocehan yang bisa saja menyakiti kita sewaktu-waktu.
Sakit, awalnya memang sakit, perlahan-lahan... kemudian saking sakitnya hingga mati rasa.
Inilah hidup, tanpa kusadari seiring berkembangnya zaman membuat normal itu menjadi hal yang umum dilakukan karena banyak yang melakukannya. Ketika manusia telah normal mengikuti apa yang ada, bosan....., lalu muncullah beragam cara membangkitkan rasa gairah hingga tidak normal menjadi daya tarik.
Mungkin istilah kerennya di masa sekarang, antimainstream.
Benar, manusia tidak ada puasnya dan selalu saja ada idenya. Jadi, bila sekarang dianggap tidak normal, barangkali suatu saat ketidaknormalan tersebut menjadi normal.
Catatan, tentu bagi kita yang biasa melihat tren sekarang, pasti tahu itu.






zerauw dan 2 lainnya memberi reputasi
3
407
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan