Ada satu nasehat temenku yang tamparannya masih berasa sampe sekarang.

Dia bilang : "mba, adab itu gak diterapin cuma ke orang-orang yang lebih dari kamu. Tapi ke semua orang. Termasuk orang-orang yang lu pandang 'rendah'."

Sulit disangkal, kita semua punya kebiasaan buruk membeda-bedakan cara kita bersikap pada orang lain, terlebih pada orang-orang dengan profesi tertentu.

Bapak-ibu pemulung, pengangkut sampah, pramusaji, kasir, cleaning service, kurir, you name it.

Sikap kita pada mereka, mengesankan keberadaan mereka di muka bumi tuh cuma figuran.

Seolah diciptakan buat ngelayanin kita yang (ngerasa) kaya aktor utama, padahal enggak.

Sudah berapa kali kita seenaknya celetakceletuk, "ih itu ada pemulung. Takut ih takut diculik hayu masuk!" kata kita ke ponakan, depan muka bapak/ibu pemulungnya.

Berapa kali kita terang-terangan tutup idung pas papasan sama bapak pengangkut sampah? Atau ngomongin pramusaji sambil cekakak-cekikik sama temen-temen segeng?

Bayangin kalo kita ada di posisi mereka. Emang enak digituin? :')

Bapak-ibu pemulung tahu mereka orang kecil. Tapi mau kita kaya atau enggak, dituduh penjahat rasanya tetep ga enak.

Mas mbak pramusaji paham tugas mereka adalah melayani customer. Tapi bukan berarti mereka nyaman dikomentarin sekenanya sama kita.

Bapak pengangkut sampah juga tahu pekerjaannya penuh bau tidak sedap. Tapi patutkah kita perlakukan mereka seperti sampah itu sendiri?

Kenapa kita dengan entengnya merasa sah-sah aja ngelakuin itu semua pada mereka, hanya karena mereka tidak “berpakaian rapi” seperti kita, hanya karena mereka "bukan siapa-siapa nya kita?

Padahal, indikator dosa atau engganya suatu perbuatan itu gak dihitung dari kenal/nggaknya kita dengan subjek yang dibicarakan, atau dari rendah/tingginya kedudukan mereka, tapi dari baik/nggaknya sikap kita.

Meski semua orang mewajarkan, sungguh gaada yang wajar dari sikap merendahkan orang lain. Rasulullah pun gak pernah ngajarin gitu.

So, jangan ikut-ikutan. Be kind

Penulis: BombombeeChanne
Pic: Google