Kaskus

News

gaygeneAvatar border
TS
gaygene
Hindari Denda Pajak 200 Persen, Simak Tata Cara Ikut Program Pengungkapan Sukarela

Hindari Denda Pajak 200 Persen, Simak Tata Cara Ikut Program Pengungkapan Sukarela



Merdeka.com - Kurang dari sepekan, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dari Kementerian Keuangan akan segera dibuka.Program ini akan berlangsung pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022 mendatang. PPS ditawarkan untuk wajib pajak jika ingin terhindar dari denda 200 persen.

Pengungkapan aset atau harta kekayaan ini akan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan melalui laman https://pajak.go.id/pps .

Bagi Wajib Pajak yang ingin mengikuti PPS, maka pengiriman SPPH harus dilengkapi dengan SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang dan pernyataan repatriasi dan/atau investasi.

Sementara itu bagi peserta yang baru pertama kali mengikuti program ini harus menambahkan 2 kelengkapan. Antara lain pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum) dan surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.

Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif. Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0.

"Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Neilmaldrin Noor dalam keterangan resminya, Jakarta, Senin (27/12).

Neil melanjutkan, pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128. Sementara itu Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, berkode 427 dan untuk kebijakan II, berkode 428.

Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk). PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang).



PPS Kebijakan I



Kebijakan I, menargetkan peserta Wajib Pajak Orang Pribadi (OP) dan Badan peserta Tax Amnesty (TA). Pada kebijakan ini basis pengungkapan harta terhitung per 31 Desember tahun 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti program Tax Amnesty.

Adapun tarif yang ditetapkan yakni 11 persen untuk harta deklarasi luar negeri. Lalu 8 persen untuk harta di luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri. Serta 6 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri yang diinvestasikan dalam bentuk SBN atau hilirisasi SDA atau energi baru terbarukan.

Adapun pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:

a. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.

b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah/bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.

c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.

d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.

e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.

f. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).



PPS Kebijakan II



Kebijakan II menyasar pada Wajib Pajak orang pribadi (OP). Basis pengungkapan harta perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020.

Adapun tarif yang dikenakan yakni 18 persen untuk harta deklarasi luar negeri, 14 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri. Serta 12 persen untuk harta luar negeri repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri dalam bentuk SBN atau hilirisasi SDA/energi baru terbarukan.

Bagi Wajib Pajak yang mengikuti Kebijakan II, maka harus memenuhi persyaratan. Pertama, tidak sedang diperiksa atau dilakukan pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun pajak 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020. Kedua tidak sedang dilakukan penyidikan, dalam proses peradilan, atau sedang menjalani tindak pidana di bidang perpajakan.

Pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu:

a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.

b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.

c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.



Ketentuan Harta Repatriasi



Sementara itu untuk ketentuan pengalihan harta yang dialihkan ke Indonesia paling lambat dilakukan pada 30 September 2022 melalui bank. Harta bersih yang dialihkan ke Indonesia tidak dapat dialihkan ke luar wilayah Indonesia (holding period).

Paling singkat selama 5 tahun terhitung sejak Surat Keterangan diterbitkan. Holding period ini berlaku pula untuk asset deklarasi dalam negeri.

Ketentuan Harta Investasi

Investasi dilakukan pada hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA)/renewable energy atau investasi Surat berharga Negara (SBN). Investasi pada hilirisasi SDA/renewable energy dapat dilakukan dalam bentuk pendirian usaha baru atau penyertaan modal.

Untuk investasi SBN dilakukan di pasar perdana dengan mekanisme private placement melalui Dealer Utama dengan menunjukkan Surat Keterangan. Investasi tersebut dilakukan paling lambat 30 September 2023.

Investasi dilakukan paling singkat (holding period) 5 tahun sejak diinvestasikan. Investasi dapat dipindahkan ke bentuk lain setelah minimal 2 tahun.

Perpindahan antar investasi maksimal 2 kali dengan maksimal 1 kali perpindahan dalam 1 tahun kalender. Perpindahan investasi diberikan maksimal jeda 2 tahun.

"Jeda waktu perpindahan antar investasi menangguhkan holding period 5 tahun," kata dia.

Peserta PPS dengan komitmen repatriasi dan/atau investasi wajib menyampaikan laporan realisasi investasi melalui laman DJP paling lambat saat berakhirnya batas penyampaian SPT Tahunan.

  (mdk/bim)

https://m.merdeka.com/uang/hindari-d...-sukarela.html
0
970
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan