- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Desah Gairah Di Kamar Sebelah


TS
meisyajasmine
Desah Gairah Di Kamar Sebelah

Desah Gairah Di Kamar Sebelah
Warning:
Cerita ini adalah karya ASLIsaya, di copy paste oleh akun kurang ajar bernama Fitofit
Ini akunnya:

Oke, Gan. Ane akan post ceritanya dari part 1-3 ya. Imbalannya, cukup kasih bata ke tulisan si copaser bernama Fitofit itu. Link tulisan si copaser ada di bawah:
https://www.kaskus.co.id/show_post/6...8698127104551c
Desah Gairah Di Kamar Sebelah
Bagian 1
"Ris, kamar sebelah sudah dibersihkan belum? Lia soalnya sejam lagi sampai." Perintah Mas Bayu membuatku berpaling dari wajan berisi gulai kepala ikan. Kutoleh wajah suamiku. Terlihat resah mimiknya.
"Sudah, Mas." Kujawab dengan senyum. Padahal, sebenarnya hatiku agak dongkol. Sudah lebih dari lima kali dia mengingatkan untuk membereskan kamar tamu yang berada di sebelah kamar kami.
"Alat mandinya sudah kamu taruh juga, kan?"
"Sudah, Sayang. Pasta dan sikat gigi, sabun cair, dan puff-nya. Semua sudah siap." Nadaku sudah agak sengak. Seharian ini aku hanya direpotkan oleh permintaan Mas Bayu. Demi adik semata wayangnya yang akan berlibur di rumah kami. Lia namanya.
"Kamu jangan cemberut gitu, dong. Kan, udah aku kasih lebihan belanja." Mas Bayu mengedipkan sebelah matanya. Pria yang berdiri di ambang pintu penghubung antara dapur dengan ruang makan tersebut lalu kabur.
"Alah, cuma dilebihin seratus ribu pun!" gerutuku.
Entah mengapa, aku tak pernah suka apabila Lia datang ke mari. Ada saja yang akan membuatku repot. Harus membereskan kamarlah, harus masak makanan kesukaannyalah. Belum lagi menuruti request lain seperti minta dipasangkan sprei warna merah atau sabun cair aroma rose. Sudah dua kali dia datang ke rumah kami sejak aku dan Mas Bayu menikah enam bulan lalu. Berarti, kalau dia jadi datang hari ini, total sudah tiga kali. Apa dia punya waktu luang sebanyak itu? Kan, dia harus kuliah. Jarak sini dengan rumah orangtua Mas Bayu juga lumayan. Ditempuh dengan perjalanan darat empat jam lamanya. Kurang kerjaan, pikirku.
***
"Mas Bayu! Aaa aku kangen!" Lia memeluk erat tubuh Mas Bayu saat kami menjemputnya ke terminal bus. Perempuan yang mengenakan dress selutut berwarna putih dengan motif bunga-bunga itu tampak menggelayut manja di tubuh suamiku. Aku muak melihatnya. Dia sudah dewasa, apa perlu semenempel itu pada kakak laki-lakinya.
"Sayang, aku juga kangen. Gimana kabarmu? Sehat?" Mas Bayu mencuil dagu lancip perempuan berambut lurus panjang itu. Adegan yang cukup membikinku gerah.
"Kangen banget, Mas. Mas, di rumah udah siap kan, gule kepala ikannya?"
Deg! Enak sekali dia bertanya begitu. Seperti punya pembantu yang siap melayani segala inginnya saja!
"Sudah, dong. Mbak Risti sudah masak yang enak-enak buatmu. Kita pesta malam ini!" Mas Bayu lalu merangkul Lia. Membawa perempuan itu menuju parkiran. Aku cukup tersentak. Bisa-bisanya mereka melewatiku! Bahkan Lia tak berbasa-basi. Sekadar menoleh dan bertanya kabar pun tidak. Yang benar saja?!
"Mas," tegurku sambil menjawil bahu suamiku.
Lelaki itu menoleh. Agak dingin tatapannya. "Ya?"
"Nggak. Nggak jadi!" dengusku dongkol.
Suamiku malah berpaling. Semakin mengeratkan rangkulannya pada sang adik. Aku sukses dicuekin oleh keduanya. Sungguh menyebalkan!
***
Tepat pukul 17.50 kami tiba di rumah. Lia dengan santainya melenggang kangkung ke arah ruang makan. Sama sekali tak berbasa-basi kepadaku sedikit pun. Aku kesal. Namun, apa daya. Dia kesayangannya Mas Bayu. Mana mungkin aku melarang atau menegurnya.
"Wanginya udah keciuman dari depan! Aaa enak banget, nih!" Gadis berkulit langsat dengan tubuh ramping itu segera menyibak tudung saji. Aku yang tengah dilanda kesal, hanya bisa memperhatikannya sambil melipat tangan di depan dada. Kapan kira-kira anak ini pulang? Baru datang saja sudah bikin gerah!
"Mbak, ayo makan!" serunya sambil duduk di kursi.
Giliran makan, dia baru mau menegurku.
"Mau Magriban dulu," ucapku acuh tak acuh sambil hendak balik badan.
"Alah, makan dulu, Mbak. Salatnya ntar aja. Aku udah laper."
Kupingku merah mendengarnya. Dasar nggak ngerti agama!
"Duluan aja." Aku mlengos. Berjalan ke depan hendak masuk ke kamar menyusul Mas Bayu. Dia sudah duluan masuk ke kamar setibanya dari rumah. Katanya mau mandi. Aneh. Seingatku, sore jam 15.00 tadi sudah mandi. Ngapain sih, pakai acara mandi berulang kali? Nggak takut masuk angin?
"Mbak, sebentar! Aku bawa oleh-oleh. Bikinan Mama, nih. Jamu penyubur." Terdengar bunyi ritsleting tas yang dibuka. Aku terpaksa menoleh. Lia sudah mengacungkan sebuah botol plastik dengan tutup bundar hitam di atasnya. Botol berisi cairan jamu berwarna kuning pekat itu dia acung-acungkan ke udara. "Enak, lho, Mbak."
Aku pun berjalan mendekat. Menyambar botol tersebut. Sengaja tak kuucapkan terima kasih padanya. Aku pergi meninggalkan Lia seorang diri saking jengkelnya. Memangnya, cuma kamu yang bisa bikin orang naik darah? Aku juga bisa!
***
"Hoam!" Aku menguap setelah makan malam selesai. Sisa jamu oleh-oleh Lia yang kubawa ke meja makan kuteguk habis. Memang enak jamu bikinan mertuaku. Rasanya nikmat di lidah. Namun, anehnya mataku terasa makin berat saja. Tak biasanya jam segini sudah terasa mengantuk luar biasa.
"Ris, kamu ngantuk?" tanya Mas Bayu.
"Iya," jawabku sambil menoleh ke samping.
"Tidurlah. Kamu pasti capek. Seharian nyiapin semuanya, kan? Kasihan." Mas Bayu memijat pundakku. Enak sekali. Mataku sampai pengen merem rasanya.
"Ah, masih awal," kataku sambil menguap lebar lagi.
"Tidurlah, Mbak. Biar aku yang beresin semua. Nggak apa-apa." Lia tersenyum. Gadis manja itu cekatan mengumpulkan piring-piring kotor. Cepat dia membawanya ke dapur belakang buat dicuci. Tumben sekali, pikirku.
"Nggak apa-apa emangnya?" tanyaku pada Mas Bayu. Takutnya, dia malah marah gara-gara aku tidur awal dan membiarkan adik kesayangannya itu beres-beres segala.
"Iya, Sayang. Nggak apa-apa."
Mas Bayu pun bangkit. Dia menuntun tanganku untuk menuju kamar. Entah mengapa, mataku kian berat saja. Ketika tiba di atas tempat tidur, tanpa sadar mataku telah terlelap. Astaga, kenapa aku jadi pelor begini?
***
Sebuah suara berisik membuat mataku tiba-tiba terbuka sedikit. Namun, kepalaku berat sekali. Suara itu lambat laun semakin menusuk telinga. Membuatku merinding luar biasa.
"Umm ... jangan, Mas!" Terdengar seperti rintih dan erangan kecil. Membuatku sontak ingin terbangun, tetapi sulit sekali tubuh ini bergerak. Mataku pun berat untuk sekadar membuka.
Susah payah aku menoleh ke samping. Mencari-cari di mana Mas Bayu berada. Sementara itu, desah di kamar sebelah semakin kentara saja terdengar.
Nihil. Sosok Mas Bayu tak ada di sampingku. Aku gemetar hebat. Ingin sekali tubuhku untuk bangkit. Namun, sial. Mataku terkatup lagi dan ragaku seperti dipaksa untuk kembali terlelap.
(Bersambung)
Bagian 2
"Uuh ...." Aku mengerang kesakitan. Kepalaku terasa sangat pening sekali. Ketika mata telah mampu terbuka sepenuhnya, tampak mentari pagi telah menyingsing lewat jendela kamar yang disibak gordennya.
Aku kaget. Kupaksakan diri untuk bangun. Ketika kulihat jam waker di nakas, sudah pukul 10.00 pagi. Astaga!
"Ya Allah! Sakit." Kumengaduh sakit. Nyeri sekali kepala kiri dan kananku. Dunia seperti oleng. Tubuhku seakan tengah berada di atas kapal yang diterjang oleh ombak.
"Aku nggak pernah bangun sesiang ini," gumamku. "Apalagi sepusing sekarang. Apa jangan-jangan ...."
Aku mulai menaruh curiga. Tadi malam, aku hanya makan gule kepala ikan, sambal terasi, tempe goreng, dan nasi panas. Tidak makan yang aneh-aneh. Kenapa kepalaku bisa sesakit ini? Pun, aku tak memiliki riwayat penyakit seperti tekanan darah tinggi atau kadar kolesterol yang melampaui batas normal. Mengapa aku tiba-tiba sakit kepala hebat begini setelah bangun tidur? Apa karena terlalu lama tidur?
Diriku tiba-tiba teringat tentang jamu yang diberikan oleh Lia. Ya, jamu yang dia bilang berkhasiat untuk menyuburkan kandungan. Setelah menenggak habis satu botol jamu tersebut, aku memang langsung mengantuk hebat. Tak hanya itu, tubuhku jadi sulit sekali buat dikontrol. Inginku rebah dan terlelap.
Di tengah sakitnya kepala, aku pun mengingat-ingat kembali runtutan kejadian tadi malam. Setelah terlelap tidur, rasa-rasanya aku mendengarkan sebuah suara. Ya, suara desah perempuan. Suara aneh yang membuat sekujur tubuhku merinding hebat. Seingatku, Mas Bayu juga tak berada di sampingku tadi malam.
Bergegas aku turun dari ranjang. Sambil menahan sakit kepala dan perasaan oyong, aku menyusuri dinding. Berjalan sambil berpegangan seperti anak kecil yang baru belajar merambar.
Seketika, cemas dan curigaku mencelat. Muncul spekulasi buruk di kepala. Namun, nuraniku tiba-tiba saja menyangkal.
Mana mungkin Mas Bayu melakukan tindakan asusila pada adik kandungnya sendiri? Tidak, itu mustahil! Suamiku bukan orang gila. Aku juga mengenalnya bukan baru-baru ini. Dia adalah bosku di perusahaan meubel asal Amerika. Kedudukannya sebagai sales manager. Sedang aku bertugas sebagai sales promotion girl. Dia seringkali mendatangi kami di mal tempatku bekerja untuk memberikan wejangan mengenai penjualan barang. Dia juga yang dulunya menjadi salah satu tim pelatih ketika kami baru masuk bekerja.
Mas Bayu sudah dikenal memiliki reputasi yang baik. Dua tahun bekerja di perusahaan yang sama, cukup meyakinkanku bahwa pria 32 tahun itu bukanlah pria hidung belang atau bajingan. Jangankan 'main' dengan adik kandung, dekat-dekat dengan cewek saja setahuku dia pemalu. Dulu, yang memancing agar menikah itu aku malahan. Aku yang menebalkan muka memberikan kode bahwa aku senang sekaligus ingin menjadikannya suami. Tak mungkin, kan, jika yang tadi malam kudengar itu adalah desahan dari bibir Lia yang sedang dipuaskan oleh kakaknya sendiri? Gila! Itu mustahil.
Saat kubuka pintu kamar, suasana rumah terasa lengang. Aku heran. Ke mana Lia? Kalau Mas Bayu, jam segini dia memang sudah berangkat ke kantor. Maklum saja, ini hari Senin.
Kutoleh kamar sebelah yang dindingnya bersatu dengan dinding kamarku tersebut. Jantungku langsung berdegup sangat kencang. Kakiku terasa agak sungkan saat hendak melangkah semakin maju ke depan pintu yang tampak tertutup rapat tersebut. Akan tetapi, rasa penasaranku begitu besar. Aku ingin memeriksa kondisi kamar yang ditempati Lia. Apakah menunjukkan tanda-tanda bahwa habis terjadi 'pertempuran' atau tidak.
Tanganku sedikit gemetar tatkala menyentuh kenop. Dengan mengumpulkan segala keberanian, kubuka kenop pintu dan ... mataku membeliak besar! Astaga!
"Lia!" jeritku memanggil nama gadis itu.
Perempuan yang terlelap di atas ranjang dengan gaun tidur seksi berwarna putih. Gaun yang memiliki panjang hanya sepaha dan lengan terbuka itu menampakkan tiap inci lekukan tubuhnya. Gadis 20 tahu yang belum punya suami sepertinya, kurasa belum cocok mengenakan gaun seterbuka itu, meskipun hanya untuk tidur sendirian!
Lia yang mencepol rambut panjangnya ke atas itu tampak mengulet di atas ranjang. Aku meringsek maju dengan degupan kencang di jantung. Pikiran negatifku makin menjadi-jadi saja setelah melihat kondisi anak itu. Ya Allah, apa mungkin?
"Mbak Risti?" lirih Lia seraya bangun dari rebahnya.
"Mana Mas Bayu?!" pekikku dengan amarah yang serasa memuncak.
"Mas Bayu?" Lia mengulang pertanyaanku. Matanya menyipit. Gadis itu lalu merentangkan kedua tangannya ke atas dan menguap sebesar-besarnya. "Mana aku tahu!"
Ucapan Lia entah mengapa tak bisa kupercaya. Sumpah, mulai detik ini, aku sangat menaruh curiga kepadanya. Mataku pun langsung terlempar ke tengah-tengah sprei. Kudekati, lalu kuraba-raba. Tak tampak ada bekas cairan yang mencurigakan.
"Apa, sih, Mbak?!" Lia bertanya dengan nada ketus. Dia lalu turun dari ranjang dan lekas menyibak gorden kamarnya. "Mbak Risti lagian kenapa masuk-masuk kamarku segala? Nggak ketuk pintu pula!"
Hatiku mendidih. Bisa-bisanya dia marah! Helo, aku nyonya di sini! Kenapa dia yang mengaturku?
"Seharusnya, kamu yang kunci pintu! Ini, kamu ngapain pakai baju model begini?" Kutuding wajah Lia. Yang membuatku agak kaget adalah pulasan lipstik yang masih terlihat menempel meski tak terlalu terang di bibir penuhnya. Ngapain tidur pakai lipstik?
"Ya, suka-sukakulah! Kenapa Mbak ngatur-ngatur?" Lia keki. Gadis yang tinggi tubuhnya sama denganku tersebut kini berkacak pinggang.
Dasar mataku, malah tak sengaja fokus ke leher Lia. Leher jenjang berwarna putih itu ... di sebelah kiri. Lihatlah! Astaga. Ada tanda merah di sana. Ya Allah!
"Lia, apa ini? Lehermu kenapa?!"
Gadis itu terdiam. Dia lantas menurunkan kedua tangannya dari pinggang dan meraba bagian yang kutunjuk. Dia pasti tak bisa lagi mengelak!
(Bersambung)
Bagian 3
"Ini? Digigit nyamuk kali, Mbak!" Lia menepis tanganku yang hendak meraba lehernya. Bukan main aku geram melihat kelakuan kasar adik ipar yang baru berusia 20 tahun tersebut.
"Gigit nyamuk?! Kenapa sampai merah begitu?" Aku nyolot. Tak mau kalah begitu saja. Suuzanku telanjur menguasai isi otak.
Aku mendekat. Mencengkeram bahunya hingga tubuh ramping itu bisa kukuasai. Lia terlihat seperti ketakutan saat kuteliti lehernya.
Tanda bundar berwarna kemerahan itu sialnya memang bekas gigitan nyamuk. Sebuah bentol kecil masih hinggap di tengah rona merah tersebut. Seketika tungkaiku lemas.
"Lihat yang betul, Mbak!" bentak Lia sambil melepaskan diri.
Aku terkejut mendengar teriakannya. Mungkin, wajahku sudah berubah pias saat ini bila ditengok. Aku mundur dua langkah, sebab merasa malu dengan tuduhan yang sembrono.
"Mbak Risti apa-apaan, sih? Satu, masuk ke sini tanpa ketuk pintu. Dua, ngatur-ngatur aku segala karena pakai lingerie buat tidur. Tiga, nuduh leherku merah bekas dicupang. Emangnya, aku dicupang siapa, Mbak?!" Suara Lia menggelegar. Membuatku serasa mati kutu sebab diskak olehnya.
"Jangan playing victim kamu!" Gemetar suaraku. Sebenarnya, aku ingin segera menyudahi pertikaian ini. Sadar betul bahwa aku tak punya bukti buat menuduh Lia. Namun, telanjur. Menyerah hanya membuatku semakin malu saja.
"Playing victim? Aneh! Orang aku nggak ngapa-ngapain, eh, Mbak Risti malah tiba-tiba kaya orang kesurupan. Apaan sih, Mbak?" Lia berani-beraninya mendorong dadaku dengan telunjuk. Membuatku terperangah akan keberanian bocah tersebut.
"Aku laporin ke Mas Bayu, biar Mbak dimarahin!" Lia mengancam. Gadis itu lalu naik ke atas ranjang dan mengambil ponselnya di bawah bantal.
"Lapor! Laporkan saja semaumu. Dasar tukang lapor!" kataku seraya mendongak ke ponsel miliknya.
Hal yang membuatku sangat terkejut adalah wallpaper ponsel Lia. Terpampang jelas foto Mas Bayu di sana sedang merangkul sang adik. Keduanya tak hanya saling rangkul tapi saling tatap. Mesra! Aku baru melihat pertama kali foto tersebut menjadi pajangan di layar ponsel si Lia.
"Kamu juga akan kulaporkan ke Mas Bayu karena sudah memberikan jamu yang mengandung obat tidur! Setelah minum jamu itu, aku langsung pusing dan mengantuk!"
Lia tercekat. Gadis itu berhenti menekan layar ponsel. Dia menatapku tajam dengan wajah sinis.
"Obat tidur? Mbak, kamu kayanya halu! Ngapain aku ngasih obat tidur segala?"
"Ya, supaya kamu bisa melakukan apa pun di rumahku!" Aku dikuasai emosi lagi. Kedua tanganku sampai mengepal hebat.
"Gila kamu, Mbak! Kamu udah nggak waras! Jangan bilang kamu cemburu sama aku?" Lia tertawa. Tawanya melecehkan. Aku sakit hati sekali dengan sikapnya.
"Kalau iya kamu cemburu, artinya kamu memang gila! Kamu harus ke psikiater deh, Mbak. Rasa panik dan curigamu itu tidak pantas. Aku ini adiknya Mas Bayu! Ngapain juga kamu cemburu!"
"Jangan tutup-tutupi lagi, Lia! Aku dengar suara desahanmu dari sebelah!" Kutuding lagi wajahnya. Membuat perempuan berdagu lancip dengan hidung bangir tersebut tampak membelalak lebar.
"Desahan? Wah, gila kamu Mbak! Positif nggak waras. Ngapain aku mendesah segala macam?" Lia menggelengkan kepalanya. Dia lalu menekan layar ponsel dan menempelkan ponselnya ke telinga.
Muak, aku beranjak dari kamar Lia. Saat baru saja membalik badan, terdengar suara Lia berteriak menelepong sang kakak.
"Mas, pulang sekarang! Istrimu kesurupan! Dia udah gila. Nuduh aku dan kamu yang bukan-bukan!"
Bergegas aku keluar. Kubanting pintu dengan keras demi meluapkan amarah. Kedatangan Lia hanya menghancurkan bahtera rumah tanggaku!
Aku yakin, apa yang kudengar tadi malam bukanlah sekadar halusinasi belaka. Aku berani bersumpah, bahwa aku benar-benar dalam kondisi sadar dan terbangun.
Awas kamu, Lia! Akan kukumpulkan semua bukti-bukti untuk menyeretmu keluar dari rumah ini.
(Bersambung)






Bgssusanto88 dan 9 lainnya memberi reputasi
8
5.7K
15


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan