- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Gadis Kecil Milik Tuan Muda


TS
User telah dihapus
Gadis Kecil Milik Tuan Muda
Gadis kecil milik tuan muda
Prolog
“AGH! LEPASKAN AKU SI*LAN!” teriak seorang pria tua.
Ia terus menjerit kesakitan kala kaki jenjangnya dit*suk oleh paku panas. Rasa panas, sakit, perih dan ngilu beraduk menjadi satu.
Di depannya terdapat seorang pria berpakaian serba hitam, tawa mengerikan lolos dari bibirnya.
“Apa salah saya? Mengapa anda menyik*a saya seperti ini?!” tanyanya dengan suara bergetar, menahan rasa sakit.
“Kau tanya apa kesalahanmu?” Pria itu berdecak. ”Hei! Apakah kau lupa dengan dosa-dosa yang kau buat dulu?” Liam mengerinyit tak paham.
Berdecak, lalu berkata, “Kau ingat 3 tahun yang lalu? Berita sepasang suami-istri yang dibun*h dengan sadis?”
Pria itu meneguk savilanya susah payah, ia teringat sesuatu akan hal yang dimaksud pria misterius ini. Telapak tangannya berkeringat dingin.
“Siapa sebenarnya kamu? Tunjukkan wajahmu, jangan jadi pengec*t yang bersembunyi dibalik topeng,” sarkas Liam seraya menyembunyikan kegugupannya.
Liam merasa penasaran dengan sosok pria di hadapannya, siapa sebenarnya dia? Mengapa Liam merasakan kalau ada amarah yang terpendam dalam diri pria ini?
Hening sejenak, membuat Liam merasa tak nyaman.
“Mengapa anda diam? Apakah anda memang pengec*t?” hina Liam seraya terkekeh pelan.
“Oh atau---”
Jleb!
“Akh!” sebuah tusukan kembali ia dapatkan dipunggungnya, Liam mencengkeram kuat pis*u yang masih menancap.
Pria itu melepaskan masker dan topinya, hal itu membuat tubuh Liam membeku seketika. Dia menatap tak percaya.
“Rafael,” gumam Liam.
Pria itu menggeleng pelan. “Bukan Rafael, tapi. Malaikat pencabut nyawamu,” ucapnya seraya menyeringai, lihatlah. Seringaian itu sangat menyeramkan.
Liam bergidik ngeri melihatnya, tubuh pria tua itu bergetar saat Rafa melangkah mendekatinya.
“To--tolong jangan bunuh aku, a--aku masih ingin hidup,” lirihnya.
“Kau masih ingin hidup?”
Liam mengangguk. Membuat Rafa terkekeh sinis.
“Baiklah aku tidak akan membun*hmu.” Liam bernafas lega, tapi sebelum itu ia kembali tegang dengan ucapan Rafa selanjutnya. “Tapi kau harus bisa menghidupkan kembali suami-istri yang kau bun*h dengan sadis itu, baru aku akan membiarkanmu hidup. Bagaimana?” lanjut Rafa.
“Bagaimana bisa?! Aku bukan Tuhan, yang bisa menghidupkan manusia kembali!” sentak Liam.
Rafa tersenyum miring, manik birunya itu menatap Liam remeh.
“Jika kau bukan Tuhan, lalu mengapa kau bisa menakdirkan hidup seseorang, hah?! Kau membun*h sepasang suami-istri tanpa alasan yang jelas!” bentak Rafa, tanpa disadari cairan bening memenuhi kelopak matanya.
Liam terdiam kaku, ia termenung dengan ucapan Rafa yang cukup menyentil hatinya.
“Kau harus membayar semua perbuatan yang sudah kau lakukan, Tuan Liam,” ucap Rafa dingin.
“A--apa?”
Sret!
Sret!
Sret!
Jleb!
“Ka--mu sangat kejam Rafael,” ucap Liam disela kesakitannya, ia menatap Rafa dengan manik sedikit tertutup.
“Apa bedanya aku denganmu? Bukankah kita sama-sama kejam?” balasnya, lalu melanjutkan aksinya.
Hal itu disaksikan semua oleh seorang gadis yang bersembunyi ditumpukan kardus, ia menutup mulutnya kala perutnya itu akan mengeluarkan sesuatu. Air mata gadis itupun menetes sendari-tadi.
“Aku harus cepat-cepat pergi, sebelum dia melihatku di sini,” gumamnya, lalu melangkah pergi.
“Mau kau pergi sejauh mungkin. Aku akan tetap bisa menemukanmu, Zoya,” ujarnya seraya menyeringai lebar, menatap tajam Zoya yang tengah berlari menjauhi gedung tua tersebut.
Prolog
“AGH! LEPASKAN AKU SI*LAN!” teriak seorang pria tua.
Ia terus menjerit kesakitan kala kaki jenjangnya dit*suk oleh paku panas. Rasa panas, sakit, perih dan ngilu beraduk menjadi satu.
Di depannya terdapat seorang pria berpakaian serba hitam, tawa mengerikan lolos dari bibirnya.
“Apa salah saya? Mengapa anda menyik*a saya seperti ini?!” tanyanya dengan suara bergetar, menahan rasa sakit.
“Kau tanya apa kesalahanmu?” Pria itu berdecak. ”Hei! Apakah kau lupa dengan dosa-dosa yang kau buat dulu?” Liam mengerinyit tak paham.
Berdecak, lalu berkata, “Kau ingat 3 tahun yang lalu? Berita sepasang suami-istri yang dibun*h dengan sadis?”
Pria itu meneguk savilanya susah payah, ia teringat sesuatu akan hal yang dimaksud pria misterius ini. Telapak tangannya berkeringat dingin.
“Siapa sebenarnya kamu? Tunjukkan wajahmu, jangan jadi pengec*t yang bersembunyi dibalik topeng,” sarkas Liam seraya menyembunyikan kegugupannya.
Liam merasa penasaran dengan sosok pria di hadapannya, siapa sebenarnya dia? Mengapa Liam merasakan kalau ada amarah yang terpendam dalam diri pria ini?
Hening sejenak, membuat Liam merasa tak nyaman.
“Mengapa anda diam? Apakah anda memang pengec*t?” hina Liam seraya terkekeh pelan.
“Oh atau---”
Jleb!
“Akh!” sebuah tusukan kembali ia dapatkan dipunggungnya, Liam mencengkeram kuat pis*u yang masih menancap.
Pria itu melepaskan masker dan topinya, hal itu membuat tubuh Liam membeku seketika. Dia menatap tak percaya.
“Rafael,” gumam Liam.
Pria itu menggeleng pelan. “Bukan Rafael, tapi. Malaikat pencabut nyawamu,” ucapnya seraya menyeringai, lihatlah. Seringaian itu sangat menyeramkan.
Liam bergidik ngeri melihatnya, tubuh pria tua itu bergetar saat Rafa melangkah mendekatinya.
“To--tolong jangan bunuh aku, a--aku masih ingin hidup,” lirihnya.
“Kau masih ingin hidup?”
Liam mengangguk. Membuat Rafa terkekeh sinis.
“Baiklah aku tidak akan membun*hmu.” Liam bernafas lega, tapi sebelum itu ia kembali tegang dengan ucapan Rafa selanjutnya. “Tapi kau harus bisa menghidupkan kembali suami-istri yang kau bun*h dengan sadis itu, baru aku akan membiarkanmu hidup. Bagaimana?” lanjut Rafa.
“Bagaimana bisa?! Aku bukan Tuhan, yang bisa menghidupkan manusia kembali!” sentak Liam.
Rafa tersenyum miring, manik birunya itu menatap Liam remeh.
“Jika kau bukan Tuhan, lalu mengapa kau bisa menakdirkan hidup seseorang, hah?! Kau membun*h sepasang suami-istri tanpa alasan yang jelas!” bentak Rafa, tanpa disadari cairan bening memenuhi kelopak matanya.
Liam terdiam kaku, ia termenung dengan ucapan Rafa yang cukup menyentil hatinya.
“Kau harus membayar semua perbuatan yang sudah kau lakukan, Tuan Liam,” ucap Rafa dingin.
“A--apa?”
Sret!
Sret!
Sret!
Jleb!
“Ka--mu sangat kejam Rafael,” ucap Liam disela kesakitannya, ia menatap Rafa dengan manik sedikit tertutup.
“Apa bedanya aku denganmu? Bukankah kita sama-sama kejam?” balasnya, lalu melanjutkan aksinya.
Hal itu disaksikan semua oleh seorang gadis yang bersembunyi ditumpukan kardus, ia menutup mulutnya kala perutnya itu akan mengeluarkan sesuatu. Air mata gadis itupun menetes sendari-tadi.
“Aku harus cepat-cepat pergi, sebelum dia melihatku di sini,” gumamnya, lalu melangkah pergi.
“Mau kau pergi sejauh mungkin. Aku akan tetap bisa menemukanmu, Zoya,” ujarnya seraya menyeringai lebar, menatap tajam Zoya yang tengah berlari menjauhi gedung tua tersebut.


bukhorigan memberi reputasi
1
549
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan