- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
SETELAH SEMUANYA TIBA


TS
hasanudin39
SETELAH SEMUANYA TIBA

Quote:
Namaku Olivier Ezra. Masih kelas 2 SMP. Tinggal di ibukota dengan kedua orang tua. Aku anak satu-satunya. Aku sangat di sayangi oleh mereka. Mungkin, karena aku hanya satu-satunya. Aku lebih suka menyendiri. Di sekolah pun, kadang aku hanya menghabiskan waktu dengan membaca buku. Aku lebih suka menyendiri. Bukan berarti juga aku orang yang kurang pertemanan. Teman-temanku banyak yang menyenangkan, dan aku senang.
Aku baru saja naik dari kelas 1 dengan hasil yang memuaskan. Melihat anaknya mendapatkan nilai yang cemerlang. Ayahku memberi 1 hadiah, terserah apa pintaku. Tetapi aku tidak memintanya sekarang. Nanti saja, kalau sudah mau.
Hari ini, kegiatan sekolah berjalan dengan lancar. Aku baru saja menyelesaikan tugas pelajaran kesukaanku, bahasa Indonesia. Yang ku dengar. Akan ada lomba puisi seminggu lagi. Aku disuruh oleh guru bahasa Indonesiaku untuk mengikuti perlombaan itu. Pesertanya hanya lingkungan sekolah ini, kelas 1 sampai 3. Aku setuju dengan ajakan guruku.
Aku memejamkan mata. Hitam, tetapi lama-lama keluar cahaya terang. Aku sering mengalami kejadian seperti ini. Padahal, aku tidak sengaja. Tadi, sebelum aku memejamkan mataku. Aku hanya melihati kertas yang masih kosong di buku. Tiba-tiba, aku disuruh naik keatas podium, dan teman-temanku meneriakiku dan menyebut namaku.
"Mau istirahat ke bawah gak, Za?" Itu suara temanku, Agus.
Ternyata sudah bel jam istirahat.
"Ayo" Sahutku.
Aku turun bersama Agus. Kebetulan, kelasku dekat dengan tangga. Menuruni anak tangga, menyalami teman-teman yang menegurku, dan langsung menuju kantin yang berada di pojok sekolah. Sekolahku terbilang punya wilayah yang luas. Bertingkat 3 dan mempunyai 2 lapangan. 1 lapangan berada di depan, dan yang satunya berada di dalam. Aku biasa beristirahat di lapangan yang berada di dalam. Ada tempat duduk yang dibelakangnya tumbuh pohon besar, rindang.
"Nanti langsung pulang, Za?" Tanya Agus.
"Hmm. Iyaa, Gus" Kataku.
"Anterin gue, mau?" Kata Agus yang sedang melahap makannya.
"Kemana?" Tanyaku.
"Main aja" Kata Agus.
Aku tidak berjanji kepadanya. Aku juga harus menyelesaikan novel karangan yang telah ku buat.
Aku ingin mengabarkan kepada orang tuaku nantinya. Bahwa aku telah membuat suatu cerita real story didalamnya. Baru kali ini, aku semangat seperti ini. Aku suka menulis. Tetapi masih bingung karena aku sendiri tidak tau kemana aku harus menyalurkannya. Akhirnya aku memutuskan untuk berani bercerita. Lewat handphone yang ku punya. Aku mengetik setiap ide yang datang. Menulisnya lewat buku catatan yang kubawa. Tidak perlu bersedih lagi, karena sekarang aku punya tempat untuk bercerita, dan aku bahagia.
"Ayo Za, ke atas" Ajak Agus.
Aku membuang bekas makananku ke tong sampah. Lalu naik ke atas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
Ini sudah beberapa menit setelah bel dibunyikan. Tetapi belum ada 1 guru pun yang kelihatan. Karena merasa bosan. Aku menuju bangku belakang. Ternyata teman-temanku sedang bermain TOD di sana. Aku bergabung, karena pasti seru.
Botol yang terisi sedikit air diputar. Dan moncongnya tepat ke arahku. Huft, kan aku baru saja ikutan, kenapa harus kena duluan. Aku disuruh memilih antara jujur atau tantangan. Aku juga tidak tau cara mainnya. Aku hanya duduk, lalu ingin bergabung bersama mereka. Tidak ada rasa curiga sampai-sampai aku langsung kena timpanya.
"Berani deh" Kataku.
"Lo minta nomor si Olive, Za. Berani?" Kata salah satu temanku.
Olive adalah salah satu wanita yang berada di kelasku. Bodynya bagus, mukanya cantik, rambutnya rapih dan yang pasti, banyak yang menyukainya.
"Okee" Kataku yang langsung berdiri ingin menghampiri.
"Sebentar" Gumamku.
Aku berbalik badan ke arah teman-teman. Sebelum meminta nomornya Olive, ada satu pertanyaan yang ingin aku ajukan.
"Olive udah punya cowok belom?" Tanyaku.
"Belom, Za" Sahut temanku.
"Sikat, Za" Kata temanku, lagi.
Aku memejamkan mata. Hitam remang-remang. Pas aku telurusi lebih dalam. Ternyata itu aku, yang sedang kegirangan sendirian di kamar sambil menggulingkan badan tidak karuan.
"Za" Suara temanku yang mengagetkanku.
"Oiyaa" Kataku.
Aku berjalan ke tempat dimana Olive sedang duduk dan mendengarkan musik dari handphone yang ia bawa. Teman-temanku hanya melihatiku dari belakang, dan harap-harap cemas. Setahuku, Olive termasuk orang yang berani mengomeli para lelaki yang mengusiknya.
Aku sekarang tinggal beberapa langkah lagi, dan di depanku sudah ada Olive. Aku harus berani.
"Olive" Panggilku.
"Iyaa, Za?" Tanya Olive.
Ekspetasi tidak sesuai realita.
"Lu suka baca buku gak?" Tanyaku.
"Hmm.. Ada sih sebagian, Za. Novel cinta-cintaan" Kata Olive dengan ramahnya.
"Berarti bisa dong anterin gua beli buku?" Tanyaku dengan rasa tidak karuan di dada.
"Okee, Za. Lo juga suka bikin caption, quotes, kan?" Kata Olive.
"Kok lu tau Liv?" Kataku.
"Gue sering liat lo aktif di sosmed" Kata Olive, dan itu membuatku malu.
Wanita secantik dan seidaman dia memperhatikanku.
"Sore mau, Liv?" Kataku.
"Ayo Za, ayo" Kata Olive.
"Bagi nomor lo deh" Kataku.
"Emangnya lo gak masuk grup?" Tanya Olive.
Sebenarnya aku masuk kedalam grup kelas dan angkatan. Tetapi tidak memperhatikan satu-satu dari anggotanya.
"Catet aja, ya? Gua bawa kertas kosong nih" Kataku.
"Yaudah, sini, Za" Kata Olive.
Lantas aku berikan kertasku. Olive mencatat nomornya yang hanya 11 angka. Lalu aku pamit, dan kembali ke belakang, bergabung bersama teman-teman.
Mereka terheran-heran atas apa yang aku berikan. Aku mendapatkan nomor salah satu primadona di sekolah ini. Dan sebenarnya, aku tidak punya niatan untuk ke toko buku hari ini. Obrolan bersama Olive tadi hanya topik pembicaraan yang tiba-tiba keluar dari mulutku. Kenapa bisa, ya?
"Maaf anak-anak, ibu telat" Itu suara guruku yang baru saja tiba. Sontak, kami semua duduk di tempat semula.
Sekarang pelajaran matematika. Aku tidak terlalu suka. Apalagi melihat banyak angka. Aku seperti pusing dibuatnya. Tetapi mamahku sering berkata. Kalau aku harus lebih pintar daripada dia. Aku harus lebih besar mendapatkan gaji untuk mencukupi semua keperluan. Jangan mengikuti kedua orang tuanya. Itu kata mamahku, ketika aku hendak tidur, tetapi lupa mematikan lampu. Walaupun aku tidak suka. Aku harus tetap mengikutinya. Tidak menyukai bukan berarti membenci.
Setelah selesai mengerjakan tugas. Aku langsung membuka catatanku. Aku tulis kejadian yang aku alami sekarang ini. Nanti, akan aku salin ceritanya ke handphone. Dirangkum menjadi suatu cerita tentang hari ini, nantinya. Ini bukan diary biasa, ya. Karena aku akan membuat sebuah buku novel, ingat?
Namaku Olivier Ezra. Hari ini, aku mendekati seorang wanita, yang banyak sekali disukai para pria. Dia orang yang asik untuk diajak bicara, ternyata. Ku kira, mendekati wanita sepertinya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Ternyata dia sangat terbuka. Aku salah persepsi. Nanti sore, aku ingin mengajaknya ke toko buku.
Aku masukan kembali catatan itu ke dalam tas. Lalu aku tertidur sampai Agus membangunkanku.
"Za, bangun" Itu suara Agus yang menggoyangkan badanku.
"Apa, Gus?" Ucapku setengah sadar.
"Mau nginep lo" Kata Agus.
Aku mengucek mata. Kepalaku masih pusing. Badanku masih sempoyongan ketika hendak dibawa jalan. Mungkin ini efek tidur pada waktu yang terlalu cepat. Harusnya dari pagi tidak perlu ada guru. Tidak, aku hanya bercanda soal itu.
OoO
Aku berbicara ke Agus, soal ajakannya tadi. Aku tidak bisa ikut dengannya. Bukan karena Olive. Tetapi karena aku mau mengetik beberapa lanjutan cerita yang akan aku taruh di website ternama. Untungnya, Agus memakluminya. Syukurlah.
Aku pulang sekolah seperti pada umumnya anak sekolah lainnya. Menaiki bus beramai-ramai. Ada yang berdiri di depan pintu, duduk diam meratapi jalanan raya, dan bercanda sambil tertawa.
Aku turun sebelum fly over, dan harus berjalan lagi untuk sampai ke rumahku yang berada di dalam. Tidak jauh, hanya sekitar 15 menit untuk sampai. Aku sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini. Sudah dari kelas 1 aku melakukannya setiap pergi atau pulang sekolah. Aku malah suka, biar tidak dikira manja. Lagipun, sekolahku cukup terkenal se-antero ibukota bagian pusat. Nama sekolahku cukup disegani, dan itu pertanda sekolahku banyak dimusuhi.
Disaat aku sedang bercanda bersama yang lainnya. Tiba-tiba aku merasakan pening di kepala. Itu bukan penyakit, melainkan aku melihat sesuatu ke depannya nanti.
Ibu-ibu yang baru saja pulang berbelanja. Ingin segera pulang karena ada hal yang ingin dikerjakan. Wajahnya tergesa-gesa, cemas, sepertinya. Tetapi di depannya ada perlintasan kereta...
Aku langsung berlari menghampiri ibu-ibu yang kriterianya mirip seperti yang tadi ada di otakku. Orang-orang melihati tingkahku. Mungkin setelah ini aku akan dianggap gila, karena tidak ada apa-apa tapi lari sekencang-kencangnya. Tetapi benar, aku percaya apa yang ada di dalam diriku. Ibu-ibu itu sama persis seperti apa yang tergambar di otakku. Aku langsung menghampirinya dengan raut wajah yang tak biasa.
"Bu" Panggilku.
"Kenapa nak?" Tanya ibu itu.
"Ibu gak denger ada kereta mau lewat" Kataku sambil menarik tangannya.
"Astaga" Suara kagetnya ibu itu.
Kereta melewatiku dan ibu-ibu itu dengan cepat, sampai-sampai anginnya terasa.
Ibu-ibu itu diam tak percaya. Orang-orang sudah memperingatinya sejak awal. Tetapi ibu-ibu itu tetap saja tidak memperdulikan. Seperti orang yang hilang pendengaran. Wajahnya seperti ketakutan, padahal keretanya sudah selesai lewat. Aku menghela nafas. Lumayan juga aku berlari sampai sini.
"Ibu bener-bener enggak denger nak" Sahut ibu tersebut, suaranya seperti orang tidak percaya hal yang barusan terjadi.
"Iyaa bu. Orang-orang tadi, udah neriakin ibu" Kataku.
"Makasih ya" Kata ibu itu. Pandangannya masih sangat berbeda. Aku tau, dia tak percaya.
Aku kembali bergabung bersama teman-teman se-perjuangan. Melewati jalan dengan cerita. Membagi rasa penuh makna.
Aku pernah berfikir. Aku ingin cepat-cepat lulus, rasanya. Waktu kelas 1, aku sering berkeinginan seperti itu. Waktu terus berjalan. Ternyata aku mendapatkan suasana nyaman. Sekarang aku baru kelas 8/2, serasa tidak ingin cepat-cepat lulus dan bertemu dengan perpisahan.
Di depan rumahku terlihat ramai oleh para tetanggaku yang sedang mengobrol. Entah, mengobrol tentang apa. Aku hanya ingin permisi, lalu masuk ke dalam rumah. Mamahku juga ikut mengobrol, dan dia langsung menyuruhku makan masakannya di dalam.
Aku rebahkan badan ini ke atas kasur yang nyaman. Hari ini benar-benar melelahkan. Banyak kejadian yang tidak pernah aku sangka sebelumnya. Sesekali pernah aku bertanya pada diri sendiri. Kok, aku bisa melihat kejadian seperti itu? Kenapa aku bisa melakukannya dengan hanya memejamkan mata? Apa memang ada orang lain yang merasakan itu juga sepertiku? Apa mamah dan ayah juga bisa sepertiku? Atau memang ini sudah takdirku? Ini tidak mengganggu, tetapi kenapa aku bisa seperti itu? Sudah banyak tanda tanya yang bermunculan di otakku. Tetapi kenapa tidak ada satu jawaban yang meyakinkanku?
Aku ambil handphoneku, ingin mengabari Olive soal janjiku mengajaknya ke toko buku. Pas aku ingin mencatat nomornya, aku lupa, kalau kertasnya aku simpan di kolong meja. Aku ingat perkataan Olive, bahwa kontaknya ada di dalam grup kelas dan angkatan. Langsung segera aku cari, dan ternyata ada. Aku ingin menghubunginya, menanyakan sekali lagi tentang janjiku tadi.
"Olive" Isi pesanku.
5 sampai 10 menit belum ada jawaban. Aku menaruh handphoneku kembali. Perutku sudah berbunyi, tapi tidak ingin diisi nasi. Aku lihat ada potongan kue brownies. Aku ambil beberapa potong, di kulkas juga ada susu yang masih baru. Sekarang akan aku lanjutkan isi ceritaku, yang nantinya akan aku taruh di website tempat aku bercerita.
Selepas perjalanan pulang. Aku melihat sesuatu yang sudah tergambar. Ada ibu-ibu yang ingin menyebrang dengan raut wajah yang gelisah. Tatapannya kosong dan pikirannya entah kemana. Aku ingin mengubahnya, sebelum ada berita duka. Aku mengejarnya dengan tas yang berisi beberapa buku. Aku bertanya kepadanya ketika aku sudah sampai menghampirinya. Dia menjawab dengan perasaan tidak percaya.
"Ibu enggak denger ada suara kereta pengen lewat?" Tanyaku.
"Astaga, tidak nak" Kata ibu itu.
Tiba-tiba kereta lewat setelah aku menarik tangannya untuk tidak terburu-buru menyebrang.
Mamahku datang, dia menanyakan aku sudah makan atau belum. Aku menjawab belum. Aku masih ingin memakan sepotong brownies dan menenggak susu. Ternyata dia menyadari kegiatan anaknya ini. Dia terheran-heran, apa yang anaknya sedang kerjakan.
"Ini cerita asli yang kamu buat?" Tanya mamahku.
"Iyaa mah" Kataku.
"Sejak kapan kamu suka menulis cerita?" Tanya mamahku.
"Sejak aku gapunya tempat untuk cerita, mah" Kataku.
Mamahku diam, mengusap rambutku. Lalu dia meninggalkanku.
Ada nada pesan yang masuk ke dalam handphoneku. Aku langsung mengambil handphoneku kembali. Itu balasan dari Olive.
"Sekarang aja, Za" Balas Olive.
"Sekarang?" Balasku.
Aku taruh kembali, namun Olive membalasnya dengan cepat.
"Iyaa, malemnya gue mau belajar, Za" Balas Olive.
"Siap-siap dulu ya Liv" Balasku.
Langsung aku bergegas mandi. Tidak lama, yang penting bersih dan wangi. Mamahku juga ikut memperhatikanku yang tidak biasanya seperti ini. Aku izin kepadanya untuk memakai motor, dan dibolehkan.
"Mau kemana?" Tanya mamahku.
"Mau ke toko buku sama Olive" Ucapku.
"Olive siapa?" Tanya mamahku.
"Teman" Aku jawab.
Aku langsung ke depan, mengeluarkan motor dan bergegas menjemput Olive. Aku sudah tau rumahnya sejak kelas 1. Waktu itu aku diajak temanku. Tapi aku hanya berdiam diri, karena tidak ada satupun yang aku kenal waktu itu.
Rumah Olive tidak terlalu jauh. Aku hanya butuh beberapa menit untuk sampai ke rumahnya. Rumahnya Olive bisa dibilang megah. Dari kejauhan saja sudah bisa dipastikan kalau itu rumahnya. Aku sampai.
Aku melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam pintu gerbangnya. Memencet tombol bel yang terpasang di dekat pintu. Aku membunyikannya sekali, tapi tidak ada jawaban. Aku coba lagi sampai 3 kali. Saat itu juga Olive sudah menghampiriku. Dia cantik sekali, dengan memakai sweater hitam dan jelana jeans. Aku tidak percaya, dia cantik sekali.
"Maaf ya Za, lama" Ucap Olive.
"Enggak Liv, baru aja dateng" Kataku.
Aku mengajaknya untuk langsung menuju ke toko buku yang berada di salah satu mall ibukota. Olive naik ke atas motorku. Baru kali ini aku berboncengan dengan wanita selain mamahku sendiri. Sebelumnya tidak pernah, karena keberanian juga tidak ada. Olive ternyata salah satu orang yang asik untuk diajak bicara. Dia menyanyakan buku-buku apa saja yang pernah aku baca.
"Gua jarang sih Liv baca-baca buku tentang cinta" Kataku.
"Kirain gue, lo itu suka sama yang begitu. Apalagi kalo ngeliat caption-caption lo di sosmed" Kata Olive.
"Kagak Liv, hehe" Ucapku diatas motor.
"Kok lo bisa bikin kata-kata begitu? Kebanyakan tentang cinta, kan?" Kata Olive yang sedikit antusias.
"Itu mah yang ada di kepala aja Liv gua tulis. Gua jarang ambil quotes dari buku-buku. Buku-buku cuma gua baca. Gua ambil makna dari setiap cerita" Ucapku.
"Tuh, die malah ngeluarin quotes di atas motor" Kata Olive sambil tertawa.
"Apa sih Liv" Kataku yang juga ikut tertawa.
Akhirnya aku sampai di mall. Aku dan Olive langsung menuju ke toko buku. Kami berjalan seperti pasangan, tetapi tidak bergandengan. Aku bilang kepadanya. Lebih baik kita ke tempat tujuan utama. Setelah itu, bebas ingin kemana. Olive juga bilang, kalau dia ingin membeli sepatu baru. Tetapi kita ke toko buku dulu.
"Lo mau beli buku apa, Za?" Tanya Olive.
"Buku Roman picisan bagus gak sih, Liv?" Tanyaku.
"Ih, itu ada di rumah gue. Gue udeh selesai baca. Nanti lo minjem punya gue aja" Kata Olive.
"Jadi gak usah beli? Gitu ya" Kataku.
"Iyaa, gak usah. Pakai buku gue aja" Kata Olive.
Ternyata Olive punya, aku tidak perlu membelinya.
Karena tujuan utamanya sudah selesai. Selanjutnya, kita akan ke toko sepatu yang punya logo khas, dan itu juga kesukaanku. Kita berdua keluar dari toko buku itu. Menuju toko sepatu yang Olive mau. Toko itu aku lihat ada di sekitar lantai 1 dekat toko jam yang sering aku kunjungi.
"Ini bagus gak, Za?" Tanya Olive ketika dia memegang sepatu itu dengan tersenyum.
"Coba Liv, warnanya yang agak gelap aja" Saranku.
"Ijo army nih, Za" Kata Olive. Dia duduk di kursi, lalu mencobanya.
Sepatu itu terlihat cocok ketika dipakai oleh Olive. Terlebih, Olive memakai style yang keren menurutku.
"Kak, ada ukuran yang lain gak?" Kata Olive.
"Ada, kak, sebentar ya" Jawab kakak itu.
Aku berdiri di dekat Olive yang sedang duduk menunggu sepatu ukuran yang akan dibawakan kakak penjaga toko. Tidak perlu menunggu lama. Kakak-kakak itu sudah datang kembali dengan membawa sepatu yang Olive mau. Dia jajal terlebih dahulu. Dari gerakan yang Olive lakukan, sepertinya dia suka dan akan membelinya. Aku hanya memperhatikannya seraya berkata.
"Itu cocok" Ucapku.
"Serius, Za?" Tanya Olive.
"Iyaa, Liv" Kataku.
Olive melepaskan sepatu itu, lalu dia minta dibungkuskan. Pertanda Olive akan membelinya. Itu sepatu yang akan terlihat bagus ketika Olive ingin memakainya. Dia akan terlihat keren dan cantik, pastinya.
"Kita photo yuk di sini" Ajak Olive.
Jujur, aku kaget sekaligus malu, tapi mau.
Olive duduk, dan aku berdiri. Di depan kami ada sebuah kaca yang sengaja di taruh untuk para pelanggan. Kami berdua berphoto bersama, dan Olive akan mengirim hasilnya nanti, ketika kami sudah berada di rumah masing-masing.
"Laper gak, Za?" Tanya Olive.
Lapar sih, aku belum makan juga soalnya.
"Laper sih Liv, lo mau makan?" Ucapku.
"Yuk, makan" Ajak Olive.
Kami beranjak pergi kembali setelah Olive menyelesaikan pembayarannya lewat kasir.
OoO
"Sabar, Za. Masih panas" Kata Olive sambil tertawa melihat tingkahku yang memakan Dimsum.
Mukaku memerah, aku malu, sumpah.
"Gua gapernah makan kayak ginian Liv, haha" Ucapku sambil tertawa.
"Astaga, haha" Olive tertawa lagi.
Aku kembali melanjutkan aktivitas makanku, begitupun Olive. Aku berniat untuk memphoto Olive yang sedang makan dengan asiknya, dan bodohnya aku adalah ketika memphotonya...
"Hayoo, photo-photo" Kata Olive yang menyadari ada lampu blitz dari kameraku.
"Gak apa-apa kan Liv? Ada yang marah gak?" Kataku.
"Enggak apa-apa Za" Jawab Olive.
"Serius nih" Ucapku. Aku takut kalau ternyata Olive sudah punya pacar, karena nanti akan berimbas kepada hubungan mereka berdua.
"Kagak apa-apa, Za. Lagi, siapa sih yang mau marah?" Kata Olive.
Syukur, berarti tidak ada yang harus dicemaskan.
"Emang photonya buat apa, Za?" Tanya Olive.
"Buat disimpen Liv" Ucapku.
Olive meyakinkanku sekali lagi. Malah dia ingin photonya di post dengan quotes yang menarik di dalamnya. Baiklah, kalau itu yang dia pinta.
Kita hanya teman. Kejadian hari ini hanya akan membekas menjadi kenangan. Teman, tidak perlu ada rasa yang berlebihan. Akan berbeda, ketika suatu saat, kau ku ajak berjadian
Lalu aku post ke dalam akun media sosialku yang cukup ramai itu
Aku baru saja naik dari kelas 1 dengan hasil yang memuaskan. Melihat anaknya mendapatkan nilai yang cemerlang. Ayahku memberi 1 hadiah, terserah apa pintaku. Tetapi aku tidak memintanya sekarang. Nanti saja, kalau sudah mau.
Hari ini, kegiatan sekolah berjalan dengan lancar. Aku baru saja menyelesaikan tugas pelajaran kesukaanku, bahasa Indonesia. Yang ku dengar. Akan ada lomba puisi seminggu lagi. Aku disuruh oleh guru bahasa Indonesiaku untuk mengikuti perlombaan itu. Pesertanya hanya lingkungan sekolah ini, kelas 1 sampai 3. Aku setuju dengan ajakan guruku.
Aku memejamkan mata. Hitam, tetapi lama-lama keluar cahaya terang. Aku sering mengalami kejadian seperti ini. Padahal, aku tidak sengaja. Tadi, sebelum aku memejamkan mataku. Aku hanya melihati kertas yang masih kosong di buku. Tiba-tiba, aku disuruh naik keatas podium, dan teman-temanku meneriakiku dan menyebut namaku.
"Mau istirahat ke bawah gak, Za?" Itu suara temanku, Agus.
Ternyata sudah bel jam istirahat.
"Ayo" Sahutku.
Aku turun bersama Agus. Kebetulan, kelasku dekat dengan tangga. Menuruni anak tangga, menyalami teman-teman yang menegurku, dan langsung menuju kantin yang berada di pojok sekolah. Sekolahku terbilang punya wilayah yang luas. Bertingkat 3 dan mempunyai 2 lapangan. 1 lapangan berada di depan, dan yang satunya berada di dalam. Aku biasa beristirahat di lapangan yang berada di dalam. Ada tempat duduk yang dibelakangnya tumbuh pohon besar, rindang.
"Nanti langsung pulang, Za?" Tanya Agus.
"Hmm. Iyaa, Gus" Kataku.
"Anterin gue, mau?" Kata Agus yang sedang melahap makannya.
"Kemana?" Tanyaku.
"Main aja" Kata Agus.
Aku tidak berjanji kepadanya. Aku juga harus menyelesaikan novel karangan yang telah ku buat.
Aku ingin mengabarkan kepada orang tuaku nantinya. Bahwa aku telah membuat suatu cerita real story didalamnya. Baru kali ini, aku semangat seperti ini. Aku suka menulis. Tetapi masih bingung karena aku sendiri tidak tau kemana aku harus menyalurkannya. Akhirnya aku memutuskan untuk berani bercerita. Lewat handphone yang ku punya. Aku mengetik setiap ide yang datang. Menulisnya lewat buku catatan yang kubawa. Tidak perlu bersedih lagi, karena sekarang aku punya tempat untuk bercerita, dan aku bahagia.
"Ayo Za, ke atas" Ajak Agus.
Aku membuang bekas makananku ke tong sampah. Lalu naik ke atas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
Ini sudah beberapa menit setelah bel dibunyikan. Tetapi belum ada 1 guru pun yang kelihatan. Karena merasa bosan. Aku menuju bangku belakang. Ternyata teman-temanku sedang bermain TOD di sana. Aku bergabung, karena pasti seru.
Botol yang terisi sedikit air diputar. Dan moncongnya tepat ke arahku. Huft, kan aku baru saja ikutan, kenapa harus kena duluan. Aku disuruh memilih antara jujur atau tantangan. Aku juga tidak tau cara mainnya. Aku hanya duduk, lalu ingin bergabung bersama mereka. Tidak ada rasa curiga sampai-sampai aku langsung kena timpanya.
"Berani deh" Kataku.
"Lo minta nomor si Olive, Za. Berani?" Kata salah satu temanku.
Olive adalah salah satu wanita yang berada di kelasku. Bodynya bagus, mukanya cantik, rambutnya rapih dan yang pasti, banyak yang menyukainya.
"Okee" Kataku yang langsung berdiri ingin menghampiri.
"Sebentar" Gumamku.
Aku berbalik badan ke arah teman-teman. Sebelum meminta nomornya Olive, ada satu pertanyaan yang ingin aku ajukan.
"Olive udah punya cowok belom?" Tanyaku.
"Belom, Za" Sahut temanku.
"Sikat, Za" Kata temanku, lagi.
Aku memejamkan mata. Hitam remang-remang. Pas aku telurusi lebih dalam. Ternyata itu aku, yang sedang kegirangan sendirian di kamar sambil menggulingkan badan tidak karuan.
"Za" Suara temanku yang mengagetkanku.
"Oiyaa" Kataku.
Aku berjalan ke tempat dimana Olive sedang duduk dan mendengarkan musik dari handphone yang ia bawa. Teman-temanku hanya melihatiku dari belakang, dan harap-harap cemas. Setahuku, Olive termasuk orang yang berani mengomeli para lelaki yang mengusiknya.
Aku sekarang tinggal beberapa langkah lagi, dan di depanku sudah ada Olive. Aku harus berani.
"Olive" Panggilku.
"Iyaa, Za?" Tanya Olive.
Ekspetasi tidak sesuai realita.
"Lu suka baca buku gak?" Tanyaku.
"Hmm.. Ada sih sebagian, Za. Novel cinta-cintaan" Kata Olive dengan ramahnya.
"Berarti bisa dong anterin gua beli buku?" Tanyaku dengan rasa tidak karuan di dada.
"Okee, Za. Lo juga suka bikin caption, quotes, kan?" Kata Olive.
"Kok lu tau Liv?" Kataku.
"Gue sering liat lo aktif di sosmed" Kata Olive, dan itu membuatku malu.
Wanita secantik dan seidaman dia memperhatikanku.
"Sore mau, Liv?" Kataku.
"Ayo Za, ayo" Kata Olive.
"Bagi nomor lo deh" Kataku.
"Emangnya lo gak masuk grup?" Tanya Olive.
Sebenarnya aku masuk kedalam grup kelas dan angkatan. Tetapi tidak memperhatikan satu-satu dari anggotanya.
"Catet aja, ya? Gua bawa kertas kosong nih" Kataku.
"Yaudah, sini, Za" Kata Olive.
Lantas aku berikan kertasku. Olive mencatat nomornya yang hanya 11 angka. Lalu aku pamit, dan kembali ke belakang, bergabung bersama teman-teman.
Mereka terheran-heran atas apa yang aku berikan. Aku mendapatkan nomor salah satu primadona di sekolah ini. Dan sebenarnya, aku tidak punya niatan untuk ke toko buku hari ini. Obrolan bersama Olive tadi hanya topik pembicaraan yang tiba-tiba keluar dari mulutku. Kenapa bisa, ya?
"Maaf anak-anak, ibu telat" Itu suara guruku yang baru saja tiba. Sontak, kami semua duduk di tempat semula.
Sekarang pelajaran matematika. Aku tidak terlalu suka. Apalagi melihat banyak angka. Aku seperti pusing dibuatnya. Tetapi mamahku sering berkata. Kalau aku harus lebih pintar daripada dia. Aku harus lebih besar mendapatkan gaji untuk mencukupi semua keperluan. Jangan mengikuti kedua orang tuanya. Itu kata mamahku, ketika aku hendak tidur, tetapi lupa mematikan lampu. Walaupun aku tidak suka. Aku harus tetap mengikutinya. Tidak menyukai bukan berarti membenci.
Setelah selesai mengerjakan tugas. Aku langsung membuka catatanku. Aku tulis kejadian yang aku alami sekarang ini. Nanti, akan aku salin ceritanya ke handphone. Dirangkum menjadi suatu cerita tentang hari ini, nantinya. Ini bukan diary biasa, ya. Karena aku akan membuat sebuah buku novel, ingat?
Namaku Olivier Ezra. Hari ini, aku mendekati seorang wanita, yang banyak sekali disukai para pria. Dia orang yang asik untuk diajak bicara, ternyata. Ku kira, mendekati wanita sepertinya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Ternyata dia sangat terbuka. Aku salah persepsi. Nanti sore, aku ingin mengajaknya ke toko buku.
Aku masukan kembali catatan itu ke dalam tas. Lalu aku tertidur sampai Agus membangunkanku.
"Za, bangun" Itu suara Agus yang menggoyangkan badanku.
"Apa, Gus?" Ucapku setengah sadar.
"Mau nginep lo" Kata Agus.
Aku mengucek mata. Kepalaku masih pusing. Badanku masih sempoyongan ketika hendak dibawa jalan. Mungkin ini efek tidur pada waktu yang terlalu cepat. Harusnya dari pagi tidak perlu ada guru. Tidak, aku hanya bercanda soal itu.
OoO
Aku berbicara ke Agus, soal ajakannya tadi. Aku tidak bisa ikut dengannya. Bukan karena Olive. Tetapi karena aku mau mengetik beberapa lanjutan cerita yang akan aku taruh di website ternama. Untungnya, Agus memakluminya. Syukurlah.
Aku pulang sekolah seperti pada umumnya anak sekolah lainnya. Menaiki bus beramai-ramai. Ada yang berdiri di depan pintu, duduk diam meratapi jalanan raya, dan bercanda sambil tertawa.
Aku turun sebelum fly over, dan harus berjalan lagi untuk sampai ke rumahku yang berada di dalam. Tidak jauh, hanya sekitar 15 menit untuk sampai. Aku sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini. Sudah dari kelas 1 aku melakukannya setiap pergi atau pulang sekolah. Aku malah suka, biar tidak dikira manja. Lagipun, sekolahku cukup terkenal se-antero ibukota bagian pusat. Nama sekolahku cukup disegani, dan itu pertanda sekolahku banyak dimusuhi.
Disaat aku sedang bercanda bersama yang lainnya. Tiba-tiba aku merasakan pening di kepala. Itu bukan penyakit, melainkan aku melihat sesuatu ke depannya nanti.
Ibu-ibu yang baru saja pulang berbelanja. Ingin segera pulang karena ada hal yang ingin dikerjakan. Wajahnya tergesa-gesa, cemas, sepertinya. Tetapi di depannya ada perlintasan kereta...
Aku langsung berlari menghampiri ibu-ibu yang kriterianya mirip seperti yang tadi ada di otakku. Orang-orang melihati tingkahku. Mungkin setelah ini aku akan dianggap gila, karena tidak ada apa-apa tapi lari sekencang-kencangnya. Tetapi benar, aku percaya apa yang ada di dalam diriku. Ibu-ibu itu sama persis seperti apa yang tergambar di otakku. Aku langsung menghampirinya dengan raut wajah yang tak biasa.
"Bu" Panggilku.
"Kenapa nak?" Tanya ibu itu.
"Ibu gak denger ada kereta mau lewat" Kataku sambil menarik tangannya.
"Astaga" Suara kagetnya ibu itu.
Kereta melewatiku dan ibu-ibu itu dengan cepat, sampai-sampai anginnya terasa.
Ibu-ibu itu diam tak percaya. Orang-orang sudah memperingatinya sejak awal. Tetapi ibu-ibu itu tetap saja tidak memperdulikan. Seperti orang yang hilang pendengaran. Wajahnya seperti ketakutan, padahal keretanya sudah selesai lewat. Aku menghela nafas. Lumayan juga aku berlari sampai sini.
"Ibu bener-bener enggak denger nak" Sahut ibu tersebut, suaranya seperti orang tidak percaya hal yang barusan terjadi.
"Iyaa bu. Orang-orang tadi, udah neriakin ibu" Kataku.
"Makasih ya" Kata ibu itu. Pandangannya masih sangat berbeda. Aku tau, dia tak percaya.
Aku kembali bergabung bersama teman-teman se-perjuangan. Melewati jalan dengan cerita. Membagi rasa penuh makna.
Aku pernah berfikir. Aku ingin cepat-cepat lulus, rasanya. Waktu kelas 1, aku sering berkeinginan seperti itu. Waktu terus berjalan. Ternyata aku mendapatkan suasana nyaman. Sekarang aku baru kelas 8/2, serasa tidak ingin cepat-cepat lulus dan bertemu dengan perpisahan.
Di depan rumahku terlihat ramai oleh para tetanggaku yang sedang mengobrol. Entah, mengobrol tentang apa. Aku hanya ingin permisi, lalu masuk ke dalam rumah. Mamahku juga ikut mengobrol, dan dia langsung menyuruhku makan masakannya di dalam.
Aku rebahkan badan ini ke atas kasur yang nyaman. Hari ini benar-benar melelahkan. Banyak kejadian yang tidak pernah aku sangka sebelumnya. Sesekali pernah aku bertanya pada diri sendiri. Kok, aku bisa melihat kejadian seperti itu? Kenapa aku bisa melakukannya dengan hanya memejamkan mata? Apa memang ada orang lain yang merasakan itu juga sepertiku? Apa mamah dan ayah juga bisa sepertiku? Atau memang ini sudah takdirku? Ini tidak mengganggu, tetapi kenapa aku bisa seperti itu? Sudah banyak tanda tanya yang bermunculan di otakku. Tetapi kenapa tidak ada satu jawaban yang meyakinkanku?
Aku ambil handphoneku, ingin mengabari Olive soal janjiku mengajaknya ke toko buku. Pas aku ingin mencatat nomornya, aku lupa, kalau kertasnya aku simpan di kolong meja. Aku ingat perkataan Olive, bahwa kontaknya ada di dalam grup kelas dan angkatan. Langsung segera aku cari, dan ternyata ada. Aku ingin menghubunginya, menanyakan sekali lagi tentang janjiku tadi.
"Olive" Isi pesanku.
5 sampai 10 menit belum ada jawaban. Aku menaruh handphoneku kembali. Perutku sudah berbunyi, tapi tidak ingin diisi nasi. Aku lihat ada potongan kue brownies. Aku ambil beberapa potong, di kulkas juga ada susu yang masih baru. Sekarang akan aku lanjutkan isi ceritaku, yang nantinya akan aku taruh di website tempat aku bercerita.
Selepas perjalanan pulang. Aku melihat sesuatu yang sudah tergambar. Ada ibu-ibu yang ingin menyebrang dengan raut wajah yang gelisah. Tatapannya kosong dan pikirannya entah kemana. Aku ingin mengubahnya, sebelum ada berita duka. Aku mengejarnya dengan tas yang berisi beberapa buku. Aku bertanya kepadanya ketika aku sudah sampai menghampirinya. Dia menjawab dengan perasaan tidak percaya.
"Ibu enggak denger ada suara kereta pengen lewat?" Tanyaku.
"Astaga, tidak nak" Kata ibu itu.
Tiba-tiba kereta lewat setelah aku menarik tangannya untuk tidak terburu-buru menyebrang.
Mamahku datang, dia menanyakan aku sudah makan atau belum. Aku menjawab belum. Aku masih ingin memakan sepotong brownies dan menenggak susu. Ternyata dia menyadari kegiatan anaknya ini. Dia terheran-heran, apa yang anaknya sedang kerjakan.
"Ini cerita asli yang kamu buat?" Tanya mamahku.
"Iyaa mah" Kataku.
"Sejak kapan kamu suka menulis cerita?" Tanya mamahku.
"Sejak aku gapunya tempat untuk cerita, mah" Kataku.
Mamahku diam, mengusap rambutku. Lalu dia meninggalkanku.
Ada nada pesan yang masuk ke dalam handphoneku. Aku langsung mengambil handphoneku kembali. Itu balasan dari Olive.
"Sekarang aja, Za" Balas Olive.
"Sekarang?" Balasku.
Aku taruh kembali, namun Olive membalasnya dengan cepat.
"Iyaa, malemnya gue mau belajar, Za" Balas Olive.
"Siap-siap dulu ya Liv" Balasku.
Langsung aku bergegas mandi. Tidak lama, yang penting bersih dan wangi. Mamahku juga ikut memperhatikanku yang tidak biasanya seperti ini. Aku izin kepadanya untuk memakai motor, dan dibolehkan.
"Mau kemana?" Tanya mamahku.
"Mau ke toko buku sama Olive" Ucapku.
"Olive siapa?" Tanya mamahku.
"Teman" Aku jawab.
Aku langsung ke depan, mengeluarkan motor dan bergegas menjemput Olive. Aku sudah tau rumahnya sejak kelas 1. Waktu itu aku diajak temanku. Tapi aku hanya berdiam diri, karena tidak ada satupun yang aku kenal waktu itu.
Rumah Olive tidak terlalu jauh. Aku hanya butuh beberapa menit untuk sampai ke rumahnya. Rumahnya Olive bisa dibilang megah. Dari kejauhan saja sudah bisa dipastikan kalau itu rumahnya. Aku sampai.
Aku melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam pintu gerbangnya. Memencet tombol bel yang terpasang di dekat pintu. Aku membunyikannya sekali, tapi tidak ada jawaban. Aku coba lagi sampai 3 kali. Saat itu juga Olive sudah menghampiriku. Dia cantik sekali, dengan memakai sweater hitam dan jelana jeans. Aku tidak percaya, dia cantik sekali.
"Maaf ya Za, lama" Ucap Olive.
"Enggak Liv, baru aja dateng" Kataku.
Aku mengajaknya untuk langsung menuju ke toko buku yang berada di salah satu mall ibukota. Olive naik ke atas motorku. Baru kali ini aku berboncengan dengan wanita selain mamahku sendiri. Sebelumnya tidak pernah, karena keberanian juga tidak ada. Olive ternyata salah satu orang yang asik untuk diajak bicara. Dia menyanyakan buku-buku apa saja yang pernah aku baca.
"Gua jarang sih Liv baca-baca buku tentang cinta" Kataku.
"Kirain gue, lo itu suka sama yang begitu. Apalagi kalo ngeliat caption-caption lo di sosmed" Kata Olive.
"Kagak Liv, hehe" Ucapku diatas motor.
"Kok lo bisa bikin kata-kata begitu? Kebanyakan tentang cinta, kan?" Kata Olive yang sedikit antusias.
"Itu mah yang ada di kepala aja Liv gua tulis. Gua jarang ambil quotes dari buku-buku. Buku-buku cuma gua baca. Gua ambil makna dari setiap cerita" Ucapku.
"Tuh, die malah ngeluarin quotes di atas motor" Kata Olive sambil tertawa.
"Apa sih Liv" Kataku yang juga ikut tertawa.
Akhirnya aku sampai di mall. Aku dan Olive langsung menuju ke toko buku. Kami berjalan seperti pasangan, tetapi tidak bergandengan. Aku bilang kepadanya. Lebih baik kita ke tempat tujuan utama. Setelah itu, bebas ingin kemana. Olive juga bilang, kalau dia ingin membeli sepatu baru. Tetapi kita ke toko buku dulu.
"Lo mau beli buku apa, Za?" Tanya Olive.
"Buku Roman picisan bagus gak sih, Liv?" Tanyaku.
"Ih, itu ada di rumah gue. Gue udeh selesai baca. Nanti lo minjem punya gue aja" Kata Olive.
"Jadi gak usah beli? Gitu ya" Kataku.
"Iyaa, gak usah. Pakai buku gue aja" Kata Olive.
Ternyata Olive punya, aku tidak perlu membelinya.
Karena tujuan utamanya sudah selesai. Selanjutnya, kita akan ke toko sepatu yang punya logo khas, dan itu juga kesukaanku. Kita berdua keluar dari toko buku itu. Menuju toko sepatu yang Olive mau. Toko itu aku lihat ada di sekitar lantai 1 dekat toko jam yang sering aku kunjungi.
"Ini bagus gak, Za?" Tanya Olive ketika dia memegang sepatu itu dengan tersenyum.
"Coba Liv, warnanya yang agak gelap aja" Saranku.
"Ijo army nih, Za" Kata Olive. Dia duduk di kursi, lalu mencobanya.
Sepatu itu terlihat cocok ketika dipakai oleh Olive. Terlebih, Olive memakai style yang keren menurutku.
"Kak, ada ukuran yang lain gak?" Kata Olive.
"Ada, kak, sebentar ya" Jawab kakak itu.
Aku berdiri di dekat Olive yang sedang duduk menunggu sepatu ukuran yang akan dibawakan kakak penjaga toko. Tidak perlu menunggu lama. Kakak-kakak itu sudah datang kembali dengan membawa sepatu yang Olive mau. Dia jajal terlebih dahulu. Dari gerakan yang Olive lakukan, sepertinya dia suka dan akan membelinya. Aku hanya memperhatikannya seraya berkata.
"Itu cocok" Ucapku.
"Serius, Za?" Tanya Olive.
"Iyaa, Liv" Kataku.
Olive melepaskan sepatu itu, lalu dia minta dibungkuskan. Pertanda Olive akan membelinya. Itu sepatu yang akan terlihat bagus ketika Olive ingin memakainya. Dia akan terlihat keren dan cantik, pastinya.
"Kita photo yuk di sini" Ajak Olive.
Jujur, aku kaget sekaligus malu, tapi mau.
Olive duduk, dan aku berdiri. Di depan kami ada sebuah kaca yang sengaja di taruh untuk para pelanggan. Kami berdua berphoto bersama, dan Olive akan mengirim hasilnya nanti, ketika kami sudah berada di rumah masing-masing.
"Laper gak, Za?" Tanya Olive.
Lapar sih, aku belum makan juga soalnya.
"Laper sih Liv, lo mau makan?" Ucapku.
"Yuk, makan" Ajak Olive.
Kami beranjak pergi kembali setelah Olive menyelesaikan pembayarannya lewat kasir.
OoO
"Sabar, Za. Masih panas" Kata Olive sambil tertawa melihat tingkahku yang memakan Dimsum.
Mukaku memerah, aku malu, sumpah.
"Gua gapernah makan kayak ginian Liv, haha" Ucapku sambil tertawa.
"Astaga, haha" Olive tertawa lagi.
Aku kembali melanjutkan aktivitas makanku, begitupun Olive. Aku berniat untuk memphoto Olive yang sedang makan dengan asiknya, dan bodohnya aku adalah ketika memphotonya...
"Hayoo, photo-photo" Kata Olive yang menyadari ada lampu blitz dari kameraku.
"Gak apa-apa kan Liv? Ada yang marah gak?" Kataku.
"Enggak apa-apa Za" Jawab Olive.
"Serius nih" Ucapku. Aku takut kalau ternyata Olive sudah punya pacar, karena nanti akan berimbas kepada hubungan mereka berdua.
"Kagak apa-apa, Za. Lagi, siapa sih yang mau marah?" Kata Olive.
Syukur, berarti tidak ada yang harus dicemaskan.
"Emang photonya buat apa, Za?" Tanya Olive.
"Buat disimpen Liv" Ucapku.
Olive meyakinkanku sekali lagi. Malah dia ingin photonya di post dengan quotes yang menarik di dalamnya. Baiklah, kalau itu yang dia pinta.
Kita hanya teman. Kejadian hari ini hanya akan membekas menjadi kenangan. Teman, tidak perlu ada rasa yang berlebihan. Akan berbeda, ketika suatu saat, kau ku ajak berjadian
Lalu aku post ke dalam akun media sosialku yang cukup ramai itu




tien212700 dan bukhorigan memberi reputasi
2
1.2K
Kutip
11
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan