Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

cangkir059Avatar border
TS
cangkir059
Penjahit Kata
Penjahit Kata
Foto: Penjahit Kata


Sudah seminggu lamanya, Jaka kehilangan satu kata dari otaknya. Bahkan, sampai membuat otaknya menjadi bolong seukuran kacang ijo. Satu kata yang penuh makna. Ia sendiri hanya bisa mencari-cari satu kata itu yang entah hilang di taman kota atau sewaktu bersin di halaman rumah. Ia tak bisa menebak di mana pastinya satu kata itu hilang dari otaknya.

Ia selalu kesusahan untuk mengungkapkan suatu perasaan yang ada di hatinya. Sial, ia berkata lalu mengepalkan tangannya. Satu kata yang hilang itu sangat penting untuk dirinya. Bahkan, sudah seperti darah yang menyatu di tubuhnya. Ia pun merenung dan memikirkan di mana jatuhnya atau hilangnya satu kata yang penuh makna itu.

Andaikan satu kata itu masih ada di dalam kepalanya. Mungkin, sewaktu, ia berhadapan dengan Aini tak akan kikuk dan bisa mengungkapkan semua isi hatinya. Namun, apalah daya lelaki itu malah tak bisa apa-apa di hadapan wanita yang ia sukai.

Lelaki itu masih menyayangkan kejadian ketika ia berhadapan dengan Aini. Sewaktu ia berkata, "Aini, aku ... kepadamu!"

Sewaktu itu juga, Aini malah balik bertanya, "Apa yang kepadamu?"

Lelaki itu tak bisa berkata lagi, ia lupa atau tak ada kata lagi untuk mengisi kekosongan satu kalimat yang tadi diucapkannya. Ia sedikit kesal terhadap dirinya, dadanya semakin naik turun, dan wajahnya menunduk.

Aini tampak penasaran kepada satu kalimat tadi yang belum lengkap diucapkan oleh Jaka. Ia sendiri bertanya dan terus bertanya dengan pertanyaan yang sama. Namun, lagi dan lagi Jaka tetap Istiqomah dengan tak mengeluarkan sepatah kata pun. Wanita itu tampak kesal lalu mencubit pinggang Jaka. Akan tetapi, lelaki itu malah memandangnya dengan tatapan yang penuh makna. Sungguh, wanita itu dibuat kesal dan bingung dengan apa yang ditampilkan oleh Jaka.

"Ya, udahlah!" Aini sudah tak tahan lagi dengan pertanyaan yang tak ada jawabannya. Ia pun langsung pergi meninggalkan lelaki yang ada di hadapannya.

"Aini!" Jaka mencoba untuk menahan wanita itu pergi. Namun, wanita itu tak mengindahkannya.

Lelaki itu mencoba untuk mencari apa yang salah darinya? Ia bertanya-tanya dengan dirinya sendiri. Tangan kanannya menggaruk-garuk rambut yang tak gatal. Kemudian, ia duduk di kursi taman yang terbuat dari besi. Matanya menyapu isi taman kota, ia melihat banyak wanita, tetapi tak ada yang berhasil membuatnya tertarik. Pikirannya pun kacau memikirkan satu kata yang hilang itu belum berhasil ketemu juga atau terlihat oleh matanya sendiri.

Setelah lama berpikir, ia sendiri mempunyai ide untuk menambal lubang yang ada di kepalanya dengan cara dijahit. Langsung saja ia pergi ke tempat tukang jahit. Langkah kakinya terlihat tidak seimbang. Entah itu karena apa? Banyak orang yang melihatnya dengan tatapan aneh. Bahkan, sampai membicarakan dari belakang tentang lelaki itu.

Sekitar dua puluh menit menempuh perjalanan, akhirnya Jaka sampai juga di tempat tukang jahit sepatu atau sol sepatu. Ia tampak bingung harus berbicara apa ke tukang jahit untuk bisa menutup lubang kepalanya. Ia pun khawatir dikatakan gila oleh tukang jahit itu karena hal yang tak mungkin ini terjadi. Namun, entahlah! Ia pun berdiri tepat di depan tukang jahit atau sol sepatu yang ada di Jalan Siliwangi samping toko emas.

"Mau ngapain berdiri di sana?" tanya si tukang jahit yang wajahnya tampak aneh ketika melihat Jaka.

Jaka tak bicara. Ia tersenyum sambil tangan kanannya memegang kepala.

"Mau apa?" tanya si tukang jahit itu sekali lagi.

"Bisa, nggak ...."

"Bisa apa?" Si tukang jahit itu masih terlihat aneh saja ketika menatap Jaka.

"Bisa nggak menjahit lubang yang ada di kepalaku atau nambal atau lainnya?" tanya Jaka lalu ia melihatkan lubang yang ada di kepalanya itu ke si tukang jahit.

"Apa?" Si tukang jahit itu tampak kaget bukan main. "Ini sulit!" tambahnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
.
"Tolonglah saya ini!" pinta Jaka dengan nada terdengar sedih.

Si tukang jahit itu pun terdiam beberapa detik lalu ia melemparkan pertanyaan kepada Jaka, "Bagaimana kalau ditambal saja?"

"Tambal?" Jaka mengerutkan dahinya.

"Iya ditambal pakai kertas lalu dilem. Bagaimana, mau?"

Jaka semakin terdiam, mungkin ia pun sedang berpikir tentang nasibnya yang merana ini. Sungguh, ia pun akhirnya tak punya pilihan harus mengindahkan saran si tukang jahit itu. Akan tetapi, ia pun meminta agar si tukang jahit itu tak menceritakan hal semacam ini kepada siapa pun. Iya, kata si tukang jahit ketika Jaka meminta agar hal semacam ini tak bocor kepada orang-orang.

Jaka pun duduk di kursi yang terbuat dari kayu jati. Kemudian, si tukang jahit terlihat melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko kertas. Wajah Jaka pun khawatir ketika melihat jalanan yang ramai oleh pejalan kaki. Ia khawatir banyak yang melihat ketika si tukang jahit itu menambal kepalanya.

Beberapa menit kemudian, si tukang jahit itu keluar dari toko kertas sambil memegang lem. Kemudian, si tukang jahit itu pun berucap, "Ayo kita lakukan!"

"Oh, jangan di sini, ya!" pinta Jaka, "kalau di sini aku malu sama orang-orang yang lewat jalan ini," tambahnya.

"Oh, kita lakukan di gang sepi itu saja, ya!" Si tukang jahit pun menunjuk sebuah gang yang terlihat sepi dan suram.

Jaka pun menganggukkan kepalanya lalu mereka berdua pun langsung berjalan ke sebuah gang sepi. Tak lupa juga si tukang jahit membawa koran harian bacaannya dengan lem yang baru saja dibeli di toko kertas. Jalanan pun masih terisi oleh mobil yang sudah seperti ular; macet. Jaka pun mulai mengeluh terhadap keadaan kotanya yang semakin ruwet saja, sedangkan si tukang jahit menjadi pendengar setianya.

Setelah sampai di sebuah gang, Jaka pun berjongkok lalu si tukang jahit mulai meraba-raba kepala lelaki itu. Lagi dan lagi si tukang jahit itu menggelengkan kepalanya. Dahinya pun mengkerut dan tampak sungguh tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Pelan-pelan, ya!" pinta Jaka yang sudah tampak siap.

"Hmmm ...."

Si tukang jahit mulai mengukur lubang yang ada di kepala Jaka. Kemudian, si tukang jahit itu merobek kertas koran lalu dibentuk bulat sebesar kacang ijo. Jaka pun sudah tampak bersiap saja sambil memeremkan matanya.

"Siap-siap, ya!"

Si tukang jahit mulai memasukkan bulatan yang tadi dibuatnya. Jaka pun berteriak, wajahnya memerah, kedua tangannya seperti menahan rasa sakit yang mendalam.

"Tahan, ya! Dan terus tahan!" pinta si tukang jahit itu sambil mengoleskan lem untuk merekatkan bulatan kertas itu.

Setelah lima menit Jaka menahan rasa sakit yang mendalam, akhirnya rasa sakit itu mulai mereda. Si tukang jahit itu pun masih setia di sampingnya. Kemudian, si tukang jahit pun bertanya, "Gimana, apakah sudah baikan?"

"Lumayanlah," jawab Jaka sambil tersenyum, "punya kaca, nggak?" tambahnya ia bertanya sambil tangan kanannya meraba-raba kepala.

Si tukang jahit itu hanya menggeleng-gelengkan kepala tanda tak punya.

"Oke. Jadi berapa, nih?"

"Kalau untuk dirimu, gratis."—Jaka pun berdiri—"kamu, mau ke mana?" tanya si tukang jahit itu yang langsung berdiri juga.

"Aku ingin bertemu Aini."

"Siapa Aini?"

"Dia wanita yang aku sukai," jawab Jaka dengan mantap.

"Oh, gitu. Ya, udah kejar sana sampai berhasil!"

"Tapi ...." Jaka pun menatap serius si tukang jahit itu.

"Ya, udah jangan dipikirkan kalau masalah ini, mah." Si tukang jahit pun mengambil semua sisa barang yang tadi sudah digunakan.

"Oke. Terima kasih banyak, ya!" Jaka pun memeluk si tukang jahit, "kalau tak ada dirimu, mungkin nasibku sudah tak karuan."

"Iya. Sana kejar wanita yang kamu sukai!"

Lelaki yang baru saja ditambal itu langsung berjalan menuju rumah Aini. Namun, langkah kakinya terlihat sangat gontai. Sampai, ia pun beradu dengan tong sampah yang ada di jalanan. Orang-orang pun tampak melihat kejadian itu sampai ada seorang lekaki tua yang menolongnya.

"Hati-hati, dong," kata seorang lelaki tua itu sambil membenarkan posisi tong sampah.

"Iya. Maaf, ya!" Kedua tangan Jaka pun memegang kepala.

Setelah kejadian itu, ia pun langsung berjalan kembali. Kemudian, kedua matanya melihat merpati yang sedang berkerumunan di pinggir jalan. Sampai, ia pun tampak terpana oleh pemandangan yang indah itu. Sungguh!

Setelah menempuh perjalanan dengan waktu kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya ia pun bisa menatap rumah Aini. Ya, rumah yang begitu besar dan mewah itu tampak ada di hadapannya. Kemudian, ia pun berjalan untuk masuk ke halaman rumah Aini. Dan untung saja, satpam rumah Aini sedang tak bekerja sehingga Jaka pun menyelonong masuk saja.

Setelah itu, Jaka pun mengetuk-ngetuk kayu jati yang menjadi penutup lawang rumah. Ia pun tersenyum ketika burung beo milik ayahnya Aini itu berucap, "Ada Jaka. Ada Jaka. Ada Jaka." Lelaki itu pun mencoba memencet bel yang terpasang di tembok samping kaca rumahnya Aini.

Ya, ada seorang wanita yang membukakan pintu rumah Aini. Ya, wanita itu adalah Aini. Wanita itu mengerutkan dahinya karena tak percaya bahwa Jaka mau ke rumahnya. Sampai, wanita itu langsung melempar pertanyaan, "Kamu, ngapain ke sini?"

Jaka pun tanpa ba-bi-bu dan langsung menjawab, "Bisa ikut denganku dulu sebentar!"

"Ke mana?"

"Hmmm ...." Jaka pun terlihat mikir, "ke taman rumahmu saja, ya!"

"Oke, ayo!"

Mereka berdua pun berjalan dengan Aini berada di depan Jaka. Kemudian setelah sampai di taman, Aini pun duduk, sedangkan Jaka hanya berdiri saja.

"Oke, ada apa ngajak aku ke sini?" tanya wanita yang mempunyai wajah cantik itu.

"Aku mau mengungkapkan sesuatu yang pernah terlewati."

"Terlewati bagaimana?"

"Pernahkah kamu ingat ketika aku melemparkan kalimat yang belum lengkap?" Jaka malah balik tanya.

Aini pun mengangguk lalu bertanya, "Terus?"

"Ya. Sekarang, aku mau melengkapinya."

"Terus pelengkapnya apa?" tanya Aini yang tampak penasaran.

"Aini!"

"Hu'um."

"Aini, aku cinta kepadamu! Maukah jadi pendamping diriku ini?"

Di pipi Aini pun tampak ada warna merah, mungkin ia menahan malu atau lainnya. Kemudian, ia pun terdiam. Setelahnya, tersenyum lalu berdiri dan menganggukkan kepala sambil bertanya-tanya, "Bagaimana, ya?"—Jaka pun sudah terlihat tak karuan—"iya, aku mau jadi pendamping dirimu!" kata Aini yang dibarengi senyum indah mempesonanya.[]


Sabtu, 13 November 2021


Quote:


Cangkir Kopi
indrag057
pulaukapok
politon21
politon21 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.1K
18
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan