Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

drhansAvatar border
TS
drhans
CENAYANG
CENAYANG...

"Pergilah! Jangan mengganggu! Aku akan mendoakanmu."

Seorang gadis muda terlihat seperti linglung, berbicara sendiri di sebuah jalan yang sepi bernuansa temaram.

Aku yang sengaja jongkok bersembunyi di sudut jalan hampir saja bangkit berdiri, menghampiri dan hendak mengajaknya pulang.

Gadis muda itu kenalanku. Tepatnya, calon pacarku. Namanya Sasha Melaswati. Usianya sepantaran denganku dan kami sama-sama masih kuliah di fakultas kedokteran.

Sasha mungkin buat sebagian besar orang tidak menarik dan nyentrik, tetapi bagiku, ia seorang gadis yang kuidamkan dan nyaris sempurna, sampai aku tahu ada sesuatu yang ditutupinya dariku.

Sasha selalu menyendiri, tak mau bergaul dan seringkali tiba-tiba menghilang dari ruang kuliah atau tempat praktikum.

Awalnya, aku pikir ia ada urusan atau perlu pergi ke tempat lain. Tetapi sekarang, karena statusnya meningkat menjadi calon pacar, aku menjadi lebih peduli kepadanya dan ingin mencari tahu.

Aku memulai penyelidikan secara diam-diam. Aku mengikutinya kemana-pun ia pergi. Tak ada yang aneh dan luar biasa selama seminggu aku mengekor. Aku sudah mau menyudahi penyelidikan malam itu sampai muncul kejadian tadi dan masih berlanjut.

Sasha tiba-tiba seperti terdorong terpental mundur puluhan langkah. Ia seperti terdorong oleh sesuatu kekuatan yang tak terlihat.

Aku hampir saja menjerit kalau tidak terpana oleh kejadian selanjutnya.

Sasha terlihat seperti menjadi bulan-bulanan oleh kekuatan tak terlihat itu, sebentar terdorong ke kiri, sebentar terdorong ke belakang, sebentar terlempar ke atas, tak lama kemudian seperti berputar di atas.

Aku baru mau menerjang ke area, ketika tiba-tiba suasana kembali menjadi hening. Sasha berdiri tegak. Di lengannya ia memegang sesuatu, seperti sebuah cermin make-up.

Sasha mengarahkan cermin itu ke suatu tempat, arah jarum jam 9 dari tempatnya berdiri. Aku mengalihkan pandanganku kesana. Tak ada apa-apa. Tepatnya, aku tak melihat apa-apa atau siapa.

Sekitar satu menitan, Sasha bersikap seperti itu lalu tiba-tiba dengan cepat ia menutup kaca cerminnya dan membantingnya keras ke tanah. Aku seperti mendengar suara berdebum keras sesaat lalu kudengar Sasha berkata.

"Salahmu sendiri! Aku sudah memberimu kesempatan dan mengalah padamu, tetapi engkau terus mendesakku. Jangan salahkan aku! Nanti sekembalinya aku ke rumah, akan kudoakan engkau."

Setelah berkata seperti itu, Sasha berlalu. Ia sepertinya tak tahu keberadaanku.

****

"Apa itu tadi?"

Aku membatin setelah dapat menenangkan diri.

"Apakah aku salah lihat?"

Untuk memastikan, aku menuju tempat Sasha tadi berdiri. Aspal jalanan dan beberapa blok paving-block terlihat seperti tergerus dan sompal.

"Bagaimana bisa?"

Aku berlari sekencang-kencangnya menembus kegelapan malam. Ketakutan.

****

"Ceng! Bangun! Bangun!! Ada pasien baru masuk. Nanti kita diomelin dokter Wid bila terlambat."

Antara sadar dan tidak, aku melihat wajah seorang gadis cantik yang sangat kukenal.

"Ehh! Mengapa kamu bisa berada di sini?"

Aku setengah terlonjak kaget melihat wajah Sasha tepat berada di hadapanku.

"Loh! Memangnya kenapa? Sadar Ceng! Mendusin! Kita lagi tugas jaga malam di rumah sakit. Kamu lupa?" Sasha menyeringai aneh.

"Ehh! Ini benar kamu? Apa aku bermimpi?"

"Kamu pasti bermimpi seram ya? Bangun-bangun kok linglung? Ayo cepetan cuci muka! Nanti bisa berabe kita kalau dokter Wid harus menunggu," sambil berkata seperti itu, Sasha melangkah keluar kamar ruang jaga.

"Aku tunggu di bangsal ya," sayup-sayup suara Sasha masih terdengar.

Aku cepat-cepat bangkit, mencuci muka dan bergegas keluar.

"Untunglah hanya mimpi. Coba kalau benar-benar terjadi..."

Aku bergegas lari melewati lorong menuju bangsal.

Sepuluh detik, dua puluh detik, setengah menit, satu menit, beberapa menit ...
Aku terus berlari.

Seingatku, lorong menuju bangsal tak sepanjang ini. 'Mengapa aku tak sampai-sampai dan sepertinya lorong ini tak berujung?'

Aku baru terkesiap dan mulai memperhatikan sekitarku.

'Hah! Mengapa sepi dan tak ada siapa-siapa di sepanjang lorong ini? Apa yang terjadi?' Bulu kudukku mendadak meremang.

Saat aku ingin berbalik arah, mendadak aku mendengar bentakan suara seperti suara Sasha dari arah depan lorong.

Aku segera berlari menuju sumber suara dan sesampainya di sana, aku sungguh terkejut.

Sasha terlihat seperti sedang bertempur dengan sesuatu yang tak terlihat. Wajahnya seperti menyeringai kesakitan. Pakaiannya koyak sana-sini dan ditubuhnya banyak terlihat bekas luka yang masih meneteskan darah.

"Sasha..." Aku berteriak.

"Ceng, jangan mendekat! Cepat pergi dari sini! Larilah sejauh-jauhnya, jangan menoleh ke belakang!"

Sasha masih sempat memperingatiku, walau ia sendiri terlihat seperti pontang-panting, terdorong ke kanan-kiri, terangkat ke atas lalu mendadak terbanting ke bawah dengan suara berdebum keras.

" Sasha! "

" Cepat lari! Aku hampir tak dapat bertahan lagi. Cepat lari!" Sasha berteriak sambil mengerang.

Aku cepat-cepat berbalik arah dan hendak berlari. Aku bukan pengecut, tetapi melihat Sasha sedemikian rupa dan berteriak dengan nada penuh ketakutan memperingati, aku tahu ada yang tak beres. Tetapi apa itu, aku tak tahu. Yang penting aku lari dulu.

Sebuah kekuatan yang tak kelihatan seperti menghalangiku berlari. Aku seperti membentur sebuah tembok tak kelihatan. Walau aku berusaha berlari sekuat tenaga, aku sama sekali tak bergeser dari posisi semula. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku.

Tiba-tiba, " Braaakk.." Tubuh Sasha terlempar ke arahku dan mengenai tepat ke arah tubuhku. Kami berdua terjatuh bergulingan.

"Celaka! Terlambat ..." Sasha terlihat panik ketika melihatku. Kondisinya yang babak-belur dan luka-lukanya yang terus meneteskan darah seperti tak digubrisnya.

"Sasha, sebenarnya ada apa ini? Apa yang terjadi?" Aku bertanya dengan suara bergetar.

"Aku sulit menjelaskannya sekarang. Kau tutup matamu ya sekarang. Aku akan membuka mata ketigamu sekarang agar engkau dapat melihat apa yang sedang terjadi."

Aku memejamkan mata, tak tahu apa yang dilakukan Sasha. Sesaat kemudian aku merasa tepat di tengah dahiku seperti diketuk keras dan kedua kelopak mataku diusap halus.

"Buka matamu perlahan sekarang! Jangan takut dan terkejut. Tetaplah berada di sisiku! Jangan menjauh dariku apapun yang terjadi!"

Aku membuka mataku dan pemandangan di depanku sungguh berbeda dengan pemandangan sebelumnya. Aku bukan lagi berada di lorong menuju bangsal, tetapi seperti berada di sebuah bukit padang rumput.

Yang membuatku terkejut setengah mati, tak jauh di hadapan kami berdiri tiga mahluk tinggi besar berukuran dua kali lipat ukuran manusia biasa dan sedang menatap bengis ke arah kami.

Salah satunya, yang berwajah seperti kuda dengan dengusan seperti api dan sedang memegang golok besar sedang bersiap menyerang ke arah kami.

Sedangkan kedua temannya, yang berwajah tak kalah anehnya, satu menyerupai banteng bertanduk dan seorang berparas wanita cantik tetapi dengan sudut mulut yang sangat lebar ke atas dan selalu menyeringai aneh juga bersiap menyerang secara bersamaan dengan senjata-senjata mereka.

"Jangan takut! Tetaplah berada di sisiku," Sasha berusaha menenangkanku.

Belum habis perkataannya, ketiga mahluk itu menyerang berbarengan dan menimbulkan suara serangan yang Cumiakkan telinga.

"Daarr... Buumm..."

Sasha dan aku terpental mundur puluhan langkah.

Sasha memuntahkan cukup banyak darah sementara aku tak kekurangan sesuatu apa.

Rupanya tadi Sasha berusaha menangkis serta menghalangi serangan yang mengarah kepadaku sehingga ia menderita luka cukup parah.

"Tidak apa-apa. Jangan takut! Apapun yang terjadi, kamu tetap di sampingku ya, " Sasha berusaha menenangkanku dengan suara perlahan dan tersenyum getir menahan sakit.

Sasha menutup matanya, berkonsentrasi dan seperti merapalkan mantera. Ia sepertinya sedang menghimpun seluruh energinya untuk mengeluarkan jurus sakti pamungkasnya, hendak melakukan pertempuran terakhir dengan ketiga mahluk itu. Rupanya Sasha sudah mencapai batas akhir kemampuannya untuk bertahan.

"Buumm"

Seluruh langit terasa runtuh ketika bentrokan tenaga super dashyat membentur.

Ketiga mahluk jadi-jadian itu terlempar beberapa puluh langkah dan nampaknya terluka ringan-sedang, sedangkan Sasha tampak terluka parah. Ia memuntahkan darah segar beberapa kali dan tidak dapat bergerak sama sekali.

"Ceng..., maafkan aku..., aku tak dapat melindungimu lagi. Tenagaku sudah habis."

Bersamaan dengan selesainya perkataan Sasha, serangan datang lagi. Serangan terakhir. Sasha menutup mata. Pasrah. Ia memeluk tubuhku erat-erat.

"Duarr..."

Semuanya berubah menjadi gelap gulita.

*****

"Sasha! Sudah bangun? "

Aku memegang tangan Sasha yang masih terbalut perban dengan erat, sementara Sasha masih berbaring tidur di ranjang rumah sakit.

Aku, Aceng Kuntowijoyo, terpaksa menunjukkan jati diriku sebagai cenayang terkuat dari penerus klan Kunto, di saat-saat terakhir serangan ketiga mahluk jadi-jadian itu....

Salam semua. Be happy.
Gbu.
ariefdias
indrag057
PendekarTayli
PendekarTayli dan 8 lainnya memberi reputasi
9
1.7K
14
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan