BIAR MISKIN ASALKAN BANYAK GAYA
Part 1

“Kak, aku mau rental mobil Kakak lagi tiga hari,” ujar Hendri adik sepupuku yang belum lama datang dari kampung untuk bekerja di daerah tempat tinggalku.

“Rental apa pinjem?”

“Rental, Kak! Suwer, lah.”

“Yang rental kemarin aja kamu belum kasih uangnya sama Kakak!”

“Iya, gampang, lah, Kak! Nanti aku bayar sekalian sama yang kemaren!” ucapnya enteng.

“Bener?”

“iya, Kak. Aku full-kan nanti minyaknya. Aku ada proyek besar ini, Kak.”

“Proyek apa?”

“Ada, lah. Nanti aku jemput mobilnya ke rumah, ya, Kak?”

“Iya lah, tapi ingat, kita akadnya rental bukan pinjam! Kau sendiri yang bilang rental. Mobil Kakak gak direntalkan lepas kunci, cuman sama kau Kakak kasih!”

“Aman, lah, Kak!”

Sorenya Hendri datang menjemput mobil ke rumahku. Janjinya tiga hari, oke, kupikir karena dia masih saudara, aku berikan kepercayaan padanya.

“Minyaknya sekarang lima balok, ya, Kak!” ujarnya sebelum berlalu, memperingatkan aku tentang isi tangki mobilku.

“Kau bilang mau kau isi full, ngapain kau bilang-bilang isinya berapa balok?” ujarku pula.

“O, iya, lupa! Pigi dulu aku, ya, Kak!”

“Iya, hati-hati kau!” pesanku. Hendri pun berlalu.

Malamnya, saat membuka medsos, mataku tertumbuk pada postingan Hendri. Dia sedang berselfie dengan seorang perempuan, yang aku tahu itu memang kekasihnya. Ada rasa geli saat aku membaca caption foto yang dibubuhkan.

[Alhamdulillah, belum lama merantau sudah bisa menikmati hasilnya. Semoga bisa selalu nyenengin kamu, Sayang!]

Kugeser foto-foto yang dia unggah, ternyata ada salah satu pose pacarnya yang bertopang dagu. Terlihatlah gelang mutiara di pergelangan tangannya itu.

'Kayaknya aku kenal sama gelang itu,' batinku. Benar, itu gelang mutiara air tawar milikku yang tempo hari aku lepaskan dan aku simpan di dalam dashboard saat aku singgah hendak shalat di masjid dekat kantor.

“Astaghfirullah … ni bocah, maksudnya apa?” gumamku.

“Kenapa, Bund?” tanya Mas Tio, suamiku.

“Hendri, dia rental mobil katanya ada perlu, dapat proyek besar. Ini malah selfie-selfie dalam mobil kita sama pacarnya. Captionnya itu, lho, Mas!”

“Udah, biarin aja. Mungkin urusan proyeknya udah kelar makanya dia bawa pacarnya jalan-jalan. Jangan mikir buruk dulu!”

"Itu gelang aku, dipakai sama ceweknya lagi!" dengusku.

"Gelang apa? Jangan asal tuduh, kali aja emang punya dia tapi mirip," ujar Mas Tio lagi.

“Hmmm … semoga aja bener yang kamu katakan itu, Mas!”

"Lain kali kalau barang pribadi jangan ditinggal dalam mobil, apalagi benda berharga."

"Iya, Mas. Kemarin lupa ngambil waktu abis dari masjid."

Tiga hari sudah berlalu, Hendri mengembalikan mobil dengan wajah lesu.

“Ngapa kau kok mukakmu kusut kali Kakak tengok?”

“Proyekku belum cair, Kak!” ujar Hendri memelas.

“Kok bisa? Tapi di pesbuk kau pamer2 foto selfie jalan-jalan sama cewekmu? Kau bilang belum lama merantau udah menikmati hasilnya. Maksudmu cemana?”

“Hehehe … gaya aja nya itu, Kak. Minggu depan kubayar rentalnya, ya, Kak!”

“Ah! Cemana nya kau? Kemaren lain sekarang lain lagi?”

“Iya, lho, Kak. Cemana, lah. Orang itu belum transfer duitnya.”

“Ah! Banyak lah gayamu! Ya udah bak mari kuncinya!”

“Makasih, ya, Kak!” ujarnya sambil cengengesan, lalu Hendri pergi dengan membawa motor bututnya yang tempo hari dititipkan di rumahku.

Kubuka pintu mobil, dan ….

“Astaghfirullah ….” Kulit kuaci bertebaran di mana-mana, bungkus rokok plus abunya membuat hidungku merasakan aroma yang menyesakkan dada. Belum lagi botol plastik dan bungkus-bungkus plastik bekas makanan ringan dijejalkan di sela-sela celah yang ada di pintu mobil. Kubuka dashboard, kucari gelang milikku, syukurlah masih ada.

Kunyalakan mesin, lagi-lagi aku terhenyak melihat bar indikator BBM. Hanya tersisa satu bar, artinya isi tangki hanya tinggal sedikit.

“Payah kali memang berurusan sama orang banyak gaya! Kapok aku, Maaaaassss ….”