- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
AKSARA RASA (CERITA PAGI BERSANDING KOPI, BERUJUNG REFLEKSI)


TS
rsmembumi
AKSARA RASA (CERITA PAGI BERSANDING KOPI, BERUJUNG REFLEKSI)

Sumber:Potret Pribadi
Oleh: Rusydi Salahuddin (rsmembumi)
Pukul 07.30 pagi seorang kawan menyambangi ku, pasti dan sangat mungkin ia aku sambut dengan hangat. Kehangatan itu tersimbolkan oleh jamuan yang wajib setiap kali kawan, sahabat, dan siapapun yang sambang ke gubuk kecilku aku buatkan secangkir kopi yang ku sedu dalam cangkir blirik jadul.
Pertama aku memang senang dengan kopi dan tentunya jika kawan-kawan bertandang ke gubukku kubuatkannya dengan tulus. Aku meyakini kopi ialah berkah. Dari secangkir kopi yang aku sedu akan menghasilkan keromantisan. Tak hanya itu, kopi bagiku bagian akan sebuah proses tercetusnya ide-ide luar biasa yang dimunculkan untuk hal-hal keren. Pendek kata, Pramoedya Ananta Toer berkata "menulis adalah bekerja untuk keabadian". Ku pegang filosofi tersebut hingga kini. Tafsir tersebut kugembok dalam diri dan ku lakukan secara kontinyu proses memupuk khasanah keilmuan melalui menulis. Sederhana namun penuh makna.
Tiga tahun lalu, kutuliskan syair dan aku beri judul " Secangkir Kopi Pemantik Cinta". Alih-alih, syair yang ku buat atas dasar kehausan, kesadaran, bukan keterpaksaan. Kelak bertambah umur, aku tetap menjadi lelaki merdeka yang dengan lugas merawat anugerah Tuhan yang diberikan padaku. Tentunya, proses menulis bagiku merupakan cara agar ingatanku tak mudah linglung(lupa). Jadi kuperintahkan dan ku ajak kau (anak bumi) insan manusia, menulislah! Tulislah dengan yakin tanpa keraguan dan ketakutan.
Pertama aku memang senang dengan kopi dan tentunya jika kawan-kawan bertandang ke gubukku kubuatkannya dengan tulus. Aku meyakini kopi ialah berkah. Dari secangkir kopi yang aku sedu akan menghasilkan keromantisan. Tak hanya itu, kopi bagiku bagian akan sebuah proses tercetusnya ide-ide luar biasa yang dimunculkan untuk hal-hal keren. Pendek kata, Pramoedya Ananta Toer berkata "menulis adalah bekerja untuk keabadian". Ku pegang filosofi tersebut hingga kini. Tafsir tersebut kugembok dalam diri dan ku lakukan secara kontinyu proses memupuk khasanah keilmuan melalui menulis. Sederhana namun penuh makna.
Tiga tahun lalu, kutuliskan syair dan aku beri judul " Secangkir Kopi Pemantik Cinta". Alih-alih, syair yang ku buat atas dasar kehausan, kesadaran, bukan keterpaksaan. Kelak bertambah umur, aku tetap menjadi lelaki merdeka yang dengan lugas merawat anugerah Tuhan yang diberikan padaku. Tentunya, proses menulis bagiku merupakan cara agar ingatanku tak mudah linglung(lupa). Jadi kuperintahkan dan ku ajak kau (anak bumi) insan manusia, menulislah! Tulislah dengan yakin tanpa keraguan dan ketakutan.

Sumber Potret Pribadi: Visualisasi Puisi (2018).
(Puisi karya Rusydi Salahuddin dalam antologi puisi Savana Anak Bumi, 2018)
Banyak hal menarik yang kudapatkan saat kawanku satu ini menyambangiku, ia bercerita kepadaku dengan mata yang berkaca-kaca. Aku dengarkan dengan seksama, aku perhatikan setiap diksi yang ia lantunkan dalam rangkaian cerita yang disampaikan padaku. Aku pun turut menyelami dan tentu memposisikan diri sebagai dia (kawanku) agar obrolan kami di pagi hari itu, penuh dengan makna. Ia seorang laki-laki asal Kabupaten Semarang, sosok laki-laki sangar, berambut gondrong panjang, dan nyentrik. Tak luput ia memakai hiasan tangan cincin "batu akik" yang aku kenakan juga saat kemanapun aku pergi. Wah rupanya kecintaanku pada batu akik tergambar oleh kawanku ini. Ia dibesarkan oleh keluarga yang menurutku penuh dengan keragaman. Bagaimana tidak, ayahnya berkeyakinan sebagai seorang muslim dan mamahnya menganut keyakinan katolik. Kebimbangan seolah menderai kesemrawutan akal pikirnya. Aku menimpali dengan kehati hatian, "mas percayalah bahwa kemuliaan dan kehormatan atas usaha (ikhtiar) kebaikan yang panjenengan lakukan sampai saat ini, tentu akan menjadikanmu pria berkarakter dan kuat serta sukses, yang penting berbuatlah baik saja tanpa melukai nggih."
Ia meneruskan lagi ceritanya, hingga saat ini ada satu hal yang mungkin masih membekas dan sulit dihilangkan mas Rusydi dalam diriku ini, ku tanyakan padanya, "apa itu mas?" Balas dendam, jawab kawan nyentrikku ini. "Loh, bukannya jika kita menyimpan amarah dan rasa yang tak wajar macam balas dendam tak diperbolehkan oleh Gusti mas?". Dia memperjelas lagi ucapnya padaku, "begini mas, saya punya cerita yang mungkin belum saatnya pada masa SMA harus kutemui, kurasakan, dan aku menyaksikan dalam hal pelecehan", bisa panjenengan perdalam kah mas yang dimaksudkannya itu? "Nggih mas", saat aku duduk di bangku (Sekolah Menengah Atas) SMA, aku punya sahabat wanita, yang tak lain sudah kuanggap layaknya saudara kandungku sendiri, kami sering bertukar pikiran, bercerita, berkarya bersama. Namun, ada suatu hal yang membuat hati terluka, saat itu sahabatku teman satu SMA ku ngekos di dekat sekolah, sebelumnya dia sudah tinggal bersama budhenya namun dia sungkan jika hidup bersama budhe. Berjalannya waktu, dia tak dapat membayar uang kos, dan ia korbankan tubuhnya kepada pemilik kos sebagai pengganti uang kos itu. Sontak aku langsung menatap bola mata kawanku, "sungguh mas?" apakah tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan bab masalah tersebut? Timpalku padanya. "Mboten wonten mas Rusy, hanya itu tubuhnya saja yang ia korbankan selama 8 tahun untuk menggati duit kos itu, sampai seketika sebelumnya hari akhir dia bunuh diri, dengan menggantungkan lehernya. Dia menuliskan pesan singkat untuk saya, orang tua, dan sahabatnya. Ia tuliskan kesemrawutan, ketakutan, kebringasan, kesakitan hatinya dalam selembar kertas itu. Sebetulnya aku tak yakin untuk baca tulisannya itu, namun mau bagaimana lagi mas? Jika tak kubaca pasti akan menjadikan sahabatku tak tenang di sana. Sahutku padanya, "lantas, bagaimana sekarang si pemilik kos yang bringas itu, sampai-sampai melegalkan kemurkaannya pada sahabat panjenengan itu?" Dia dipenjara mas, kurang lebih, sekitar 2025-2026 ia lepas dan bebas, namun aku masih punya rasa balas dendam padanya. Justru itu mas, yang hingga saat ini rasa kekecewaan akan balas dendamku kian mengarat sampai detik ini. "Mas, penjenengan niku, tiyang sae, ayah mamahipun panjenengan nggih kedah maringi bab welas asih ugi kabecikan kangge sinten mawon, dados saran kula pungkasi mawon jiwa-jiwa ingkang menika nggih mas," ungkapku padanya.
Nona, ku doakan kau, kelak masuk surga!
Ia meneruskan lagi ceritanya, hingga saat ini ada satu hal yang mungkin masih membekas dan sulit dihilangkan mas Rusydi dalam diriku ini, ku tanyakan padanya, "apa itu mas?" Balas dendam, jawab kawan nyentrikku ini. "Loh, bukannya jika kita menyimpan amarah dan rasa yang tak wajar macam balas dendam tak diperbolehkan oleh Gusti mas?". Dia memperjelas lagi ucapnya padaku, "begini mas, saya punya cerita yang mungkin belum saatnya pada masa SMA harus kutemui, kurasakan, dan aku menyaksikan dalam hal pelecehan", bisa panjenengan perdalam kah mas yang dimaksudkannya itu? "Nggih mas", saat aku duduk di bangku (Sekolah Menengah Atas) SMA, aku punya sahabat wanita, yang tak lain sudah kuanggap layaknya saudara kandungku sendiri, kami sering bertukar pikiran, bercerita, berkarya bersama. Namun, ada suatu hal yang membuat hati terluka, saat itu sahabatku teman satu SMA ku ngekos di dekat sekolah, sebelumnya dia sudah tinggal bersama budhenya namun dia sungkan jika hidup bersama budhe. Berjalannya waktu, dia tak dapat membayar uang kos, dan ia korbankan tubuhnya kepada pemilik kos sebagai pengganti uang kos itu. Sontak aku langsung menatap bola mata kawanku, "sungguh mas?" apakah tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan bab masalah tersebut? Timpalku padanya. "Mboten wonten mas Rusy, hanya itu tubuhnya saja yang ia korbankan selama 8 tahun untuk menggati duit kos itu, sampai seketika sebelumnya hari akhir dia bunuh diri, dengan menggantungkan lehernya. Dia menuliskan pesan singkat untuk saya, orang tua, dan sahabatnya. Ia tuliskan kesemrawutan, ketakutan, kebringasan, kesakitan hatinya dalam selembar kertas itu. Sebetulnya aku tak yakin untuk baca tulisannya itu, namun mau bagaimana lagi mas? Jika tak kubaca pasti akan menjadikan sahabatku tak tenang di sana. Sahutku padanya, "lantas, bagaimana sekarang si pemilik kos yang bringas itu, sampai-sampai melegalkan kemurkaannya pada sahabat panjenengan itu?" Dia dipenjara mas, kurang lebih, sekitar 2025-2026 ia lepas dan bebas, namun aku masih punya rasa balas dendam padanya. Justru itu mas, yang hingga saat ini rasa kekecewaan akan balas dendamku kian mengarat sampai detik ini. "Mas, penjenengan niku, tiyang sae, ayah mamahipun panjenengan nggih kedah maringi bab welas asih ugi kabecikan kangge sinten mawon, dados saran kula pungkasi mawon jiwa-jiwa ingkang menika nggih mas," ungkapku padanya.
Nona, ku doakan kau, kelak masuk surga!
Salam!
Semarang, 21 Desember 2021
Pukul, 16.02 WIB
Diubah oleh rsmembumi 13-01-2022 12:24






ondlmts dan 3 lainnya memberi reputasi
2
862
5


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan