- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
Slobodan Milosevic, "Tukang Jagal" dari Balkan


TS
LordFaries4.0
Slobodan Milosevic, "Tukang Jagal" dari Balkan
Slobodan Milošević (diucapkan [sloˈbodan miˈloʃevitɕ]; Serbia Cyrillic: Слободан Милошевић) (20 Agustus 1941 – 11 Maret 2006) adalah Presiden Serbia dan Yugoslavia. Ia menjabat Presiden Serbia pada 1989-1997 dan kemudian menjabat Presiden Republik Federal Yugoslavia pada 1997-2000. Ia juga memimpin Partai Sosialis sejak didirikannya pada 1990. Ia disidang dengan dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukannya di Kosovo. Pada 11 Maret 2006, ia meninggal di sel tahanannya di Den Haag, Belanda.

Stanislava (Ibu Slobodan), Borislav (saudara Slobodan) dan Slobodan (di sebelah kanan) sebagai anak-anak.
Masa Muda
Spoiler for Isi:
Milošević adalah seorang Serbia Montenegro, yang dilahirkan di Požarevac, Yugoslavia, pada saat pendudukan oleh Negara-negara As. Ayahnya, Svetozar Milošević, melakukan bunuh diri ketika Slobodan masih di sekolah menengah. Kabarnya ayahnya pernah belajar untuk menjadi imam di Gereja Ortodoks, namun ia tidak pernah ditahbiskan. Ibu Slobodan, Stanislava Milošević, menggantung dirinya sepuluh tahun kemudian. Slobodan menikah dengan Mirjana Marković (mereka mempunyai seorang anak laki-laki, Marko, dan anak perempuan, Marija).
Pada 1959, Milošević bergabung dengan Partai Komunis (juga dikenal sebagai Liga Komunis). Milošević juga belajar ilmu hukum di Universitas Beograd (lulus pada 1964), dan di sana ia bertemu dengan Ivan Stambolić, seorang pemuda yang sedang naik daun di lingkungan Partai Komunis Yugoslavia. Sesuai dengan langkah-langkah mentornya, Milošević belakangan menuduh Stambolić "telah mengkhianati perjuangan Serbia". Sejak 1969 ia menjadi wakil CEO Tehnogas, sebuah perusahaan dengan Stambolić sebagai CEO-nya. Ketika Stambolić menjadi pemimpin Partai Komunis Serbia (1973), Milošević menggantikannya sebagai CEO Tehnogas. Ia bekerja di sana hingga 1978 ketika ia menerima jabatan sebagai ketua Beogradska Banka (Bank Beograd). Sesekali ia tinggal di New York sebagai perwakilan resmi bank itu di luar negeri, dan akhirnya ia meninggalkannya pada 1983 untuk mengabdikan dirinya sepenuhnya dalam politik.
Pada 1959, Milošević bergabung dengan Partai Komunis (juga dikenal sebagai Liga Komunis). Milošević juga belajar ilmu hukum di Universitas Beograd (lulus pada 1964), dan di sana ia bertemu dengan Ivan Stambolić, seorang pemuda yang sedang naik daun di lingkungan Partai Komunis Yugoslavia. Sesuai dengan langkah-langkah mentornya, Milošević belakangan menuduh Stambolić "telah mengkhianati perjuangan Serbia". Sejak 1969 ia menjadi wakil CEO Tehnogas, sebuah perusahaan dengan Stambolić sebagai CEO-nya. Ketika Stambolić menjadi pemimpin Partai Komunis Serbia (1973), Milošević menggantikannya sebagai CEO Tehnogas. Ia bekerja di sana hingga 1978 ketika ia menerima jabatan sebagai ketua Beogradska Banka (Bank Beograd). Sesekali ia tinggal di New York sebagai perwakilan resmi bank itu di luar negeri, dan akhirnya ia meninggalkannya pada 1983 untuk mengabdikan dirinya sepenuhnya dalam politik.

Gambar Milošević di pegunungan pada tahun 1989 dengan kata-kata "Tetap bangga, itu keinginan rakyat."
Naik ke panggung kekuasaan
Spoiler for Isi:
Setelah terpilih sebagai presiden dari Komite Kota Beograd dari Liga Komunis pada April 1984, Milošević secara terbuka menentang nasionalisme dan menghalangi penerbitan sebuah buku yang mengandung tulisan Slobodan Jovanović, seorang sejarahwan Serbia terkemuka, profesor hukum, dan politikus nasionalis pada awal abad ke-20. Milošević juga membela agar Marxisme tetap dipertahankan sebagai sebuah mata pelajaran sekolah dan secara terbuka mengecam para remaja Beograd karena sedikit yang muncul pada Hari Pemuda Komunis. Menurutnya, ketidakhadiran mereka "mencemari" watak dan karya Tito.
Pada April 1987 Milošević muncul sebagai kekuatan yang menonjol dalam politik Serbia. Posisi politiknya kadang-kadang disebut nasionalis, meskipun sosialisme dan internasionalisme juga kadang-kadang menjadi ciri ideologinya. Belakangan tahun itu, ketika berbicara di depan khalayak Serbia di Kosovo yang berkumpul untuk memprotes kebrutalan polisi, ia mengatakan kepada mereka bahwa "Tak seorangpun yang boleh memukul kalian!". Pernyataan ini ditafsirkan para kritiknya sebagai petunjuk dari nasionalismenya. Yang lainnya mengklaim bahwa, sebagai wakil politik, ia memberikan keyakinan kepada massa bahwa ia tidak akan membiarkan begitu saja pelanggaran terhadap hak-hak asasi mereka. Namun itu adalah kali pertama sejak Perang Dunia II bahwa seorang pejabat Partai Komunis secara terbuka memihak suatu kelompok etnis tertentu. Stambolić belakangan berkata bahwa "ia menganggap hari itu sebagai akhir dari Yugoslavia".
Sementara itu, Stambolić terpilih sebagai pemimpin partai dari bagian Serbia dari Liga Komunis. Pada September 1987, ia menjadi Presiden Serbia. Ia mendukung Milošević dalam pemilihan sebagai ketua partai yang baru, dan hal ini menimbulkan rasa cemas di antara para tokoh senior partai. Selama tiga hari Stambolić membela Milošević sebagai pemimpin, dan berhasil memenangkannya dengan suara tipis. Ini adalah pemilihan yang paling ketat dalam sejarah pemilihan internal Partai Komunis Serbia.
Dragiša Pavlović, pengganti Milošević yang cukup liberal di pucuk pimpinan Komite Beograd partai, menentang kebijakan Milošević terhadap orang-orang Serbia Kosovo. Ia menyebutnya "janji yang diberikan dengan terburu-buru". Berlawanan dengan nasihat yang diberikan Stambolić, Milošević mengecam Pavlović yang dianggapnya terlalu lunak terhadap kaum radikal Albania. Pada 23 September dan 24, selama sebuah sesi Komite Sentral Komunis yang berlangsung 32 jam yang disiarkan langsung di televisi negara, Milošević berhasil membuat Pavlović tersingkir. Karena merasa malu dan tertekan oleh para pendukung Milošević, Stambolić mengundurkan diri beberapa hari kemudian.
Pada Februari 1988, pengunduran diri Stambolić dinyatakan resmi, dan memungkinkan Milošević mengambil jabatannya sebagai Presiden. Dua belas tahun kemudian, pada musim panas 2000, Stambolić diculik; mayatnya ditemukan pada 2003 dan Milošević dituduh telah memerintahkan pembunuhannya. Pada 2005, sejumlah anggota polisi rahasia dan gang kriminal Serbia dinyatakan bersalah di Beograd atas sejumlah pembunuhan, termasuk pembunuhan Stambolić.
Milošević menghabiskan sebagian besar tahun 1988 dan 1989 untuk memusatkan perhatian pada politiknya di sekitar "masalah Kosovo ". Bawahannya menyelenggarakan demonstrasi-demonstrasi umum – apa yang disebut "revolusi anti birokrat " – yang menyebabkan tersingkirkannya pimpinan terpilih Vojvodina (6 Oktober 1988), Montenegro (10 Januari 1989) dan akhirnya Kosovo sendiri (pada Februari-Maret 1989). Azem Vlasi, pemimpin mayoritas Kosovo Albania, ditangkap; campur tangan polisi khusus pada pemogokan para buruh tambang Stari trg yang terjadi kemudian menyebabkn kematian 32 orang.
Pada 28 Maret 1989, Dewan Nasional Serbia, di bawah kepemimpinan Milošević, mengamendemen Konstitusi Republik Sosialis Serbia dan mengurangi otonomi dua provinsinya. Tiga bulan kemudian, pada Vidovdan (hari St. Vitus) dan peringatan ke-600 Pertempuran Kosovo, Milošević berbicara di depan kerumunan besar rakyat yang berkumpul di tempat yang konon merupakan tempat berlangsungnya pertempuran itu. Di antaranya ia mengatakan:
"Kita kembali terlibat di dalam pertempuran dan menghadapi pertempuran. Bukan pertempuran bersenjata, meskipun tidak berarti pertempuran bersenjata tidak akan terjadi."
Kata-kata ini dianggap secara umum sebagai permulaan resmi dari kampanye nasionalis Serbia, sebuah unsur yang menentukan dari Perang Yugoslavia yang pecah beberapa tahun kemudian. Para pembela Milošević mengklaim bahwa pidato itu mengagung-agungkan kesatuan di antara semua rakyat di Serbia, sambil menunjukkan kepada pernyataan-pernyataan lain di dalam pidato Milošević seperti misalnya:
"Pada dasarnya, seluruh negara kita ini harus dibangun berdasarkan prinsip-prinsip seperti itu. Yugoslavia adalah sebuah komunitas multi nasional dan ia hanya dapat bertahan di bawah kondisi-kondisi kesetaraan penuh bagi semua bangsa yang hidup di dalamnya."
"Hubungan-hubungan yang sederajat dan harmonis di antara bangsa-bangsa Yugoslavia adalah syarat yang perlu bagi keberadaan Yugoslavia dan agar negara ini dapat keluar dari krisis ini."
Milošević menutupnya dengan mengatakan:
"Biarlah kenangan heroisme Kosovo hidup selama-lamanya! Hidup Serbia! Hidup Yugoslavia! Hidup perdamaian dan persaudaraan antara semua bangsa!"
Pada April 1987 Milošević muncul sebagai kekuatan yang menonjol dalam politik Serbia. Posisi politiknya kadang-kadang disebut nasionalis, meskipun sosialisme dan internasionalisme juga kadang-kadang menjadi ciri ideologinya. Belakangan tahun itu, ketika berbicara di depan khalayak Serbia di Kosovo yang berkumpul untuk memprotes kebrutalan polisi, ia mengatakan kepada mereka bahwa "Tak seorangpun yang boleh memukul kalian!". Pernyataan ini ditafsirkan para kritiknya sebagai petunjuk dari nasionalismenya. Yang lainnya mengklaim bahwa, sebagai wakil politik, ia memberikan keyakinan kepada massa bahwa ia tidak akan membiarkan begitu saja pelanggaran terhadap hak-hak asasi mereka. Namun itu adalah kali pertama sejak Perang Dunia II bahwa seorang pejabat Partai Komunis secara terbuka memihak suatu kelompok etnis tertentu. Stambolić belakangan berkata bahwa "ia menganggap hari itu sebagai akhir dari Yugoslavia".
Sementara itu, Stambolić terpilih sebagai pemimpin partai dari bagian Serbia dari Liga Komunis. Pada September 1987, ia menjadi Presiden Serbia. Ia mendukung Milošević dalam pemilihan sebagai ketua partai yang baru, dan hal ini menimbulkan rasa cemas di antara para tokoh senior partai. Selama tiga hari Stambolić membela Milošević sebagai pemimpin, dan berhasil memenangkannya dengan suara tipis. Ini adalah pemilihan yang paling ketat dalam sejarah pemilihan internal Partai Komunis Serbia.
Dragiša Pavlović, pengganti Milošević yang cukup liberal di pucuk pimpinan Komite Beograd partai, menentang kebijakan Milošević terhadap orang-orang Serbia Kosovo. Ia menyebutnya "janji yang diberikan dengan terburu-buru". Berlawanan dengan nasihat yang diberikan Stambolić, Milošević mengecam Pavlović yang dianggapnya terlalu lunak terhadap kaum radikal Albania. Pada 23 September dan 24, selama sebuah sesi Komite Sentral Komunis yang berlangsung 32 jam yang disiarkan langsung di televisi negara, Milošević berhasil membuat Pavlović tersingkir. Karena merasa malu dan tertekan oleh para pendukung Milošević, Stambolić mengundurkan diri beberapa hari kemudian.
Pada Februari 1988, pengunduran diri Stambolić dinyatakan resmi, dan memungkinkan Milošević mengambil jabatannya sebagai Presiden. Dua belas tahun kemudian, pada musim panas 2000, Stambolić diculik; mayatnya ditemukan pada 2003 dan Milošević dituduh telah memerintahkan pembunuhannya. Pada 2005, sejumlah anggota polisi rahasia dan gang kriminal Serbia dinyatakan bersalah di Beograd atas sejumlah pembunuhan, termasuk pembunuhan Stambolić.
Milošević menghabiskan sebagian besar tahun 1988 dan 1989 untuk memusatkan perhatian pada politiknya di sekitar "masalah Kosovo ". Bawahannya menyelenggarakan demonstrasi-demonstrasi umum – apa yang disebut "revolusi anti birokrat " – yang menyebabkan tersingkirkannya pimpinan terpilih Vojvodina (6 Oktober 1988), Montenegro (10 Januari 1989) dan akhirnya Kosovo sendiri (pada Februari-Maret 1989). Azem Vlasi, pemimpin mayoritas Kosovo Albania, ditangkap; campur tangan polisi khusus pada pemogokan para buruh tambang Stari trg yang terjadi kemudian menyebabkn kematian 32 orang.
Pada 28 Maret 1989, Dewan Nasional Serbia, di bawah kepemimpinan Milošević, mengamendemen Konstitusi Republik Sosialis Serbia dan mengurangi otonomi dua provinsinya. Tiga bulan kemudian, pada Vidovdan (hari St. Vitus) dan peringatan ke-600 Pertempuran Kosovo, Milošević berbicara di depan kerumunan besar rakyat yang berkumpul di tempat yang konon merupakan tempat berlangsungnya pertempuran itu. Di antaranya ia mengatakan:
"Kita kembali terlibat di dalam pertempuran dan menghadapi pertempuran. Bukan pertempuran bersenjata, meskipun tidak berarti pertempuran bersenjata tidak akan terjadi."
Kata-kata ini dianggap secara umum sebagai permulaan resmi dari kampanye nasionalis Serbia, sebuah unsur yang menentukan dari Perang Yugoslavia yang pecah beberapa tahun kemudian. Para pembela Milošević mengklaim bahwa pidato itu mengagung-agungkan kesatuan di antara semua rakyat di Serbia, sambil menunjukkan kepada pernyataan-pernyataan lain di dalam pidato Milošević seperti misalnya:
"Pada dasarnya, seluruh negara kita ini harus dibangun berdasarkan prinsip-prinsip seperti itu. Yugoslavia adalah sebuah komunitas multi nasional dan ia hanya dapat bertahan di bawah kondisi-kondisi kesetaraan penuh bagi semua bangsa yang hidup di dalamnya."
"Hubungan-hubungan yang sederajat dan harmonis di antara bangsa-bangsa Yugoslavia adalah syarat yang perlu bagi keberadaan Yugoslavia dan agar negara ini dapat keluar dari krisis ini."
Milošević menutupnya dengan mengatakan:
"Biarlah kenangan heroisme Kosovo hidup selama-lamanya! Hidup Serbia! Hidup Yugoslavia! Hidup perdamaian dan persaudaraan antara semua bangsa!"

Milošević menandatangani Kesepakatan Dayton pada tahun 1995 atas nama kepemimpinan Serbia Bosnia, yang secara resmi mengakhiri Perang Bosnia.
Kepresidenan
Spoiler for Isi:
Slobodan Milošević mula-mula terpilih sebagai Presiden Serbia oleh Dewan Nasional pada 1989.
Pada Kongres ke-14 Liga Komunis Yugoslavia pada Januari 1990, delegasi Serbia yang dipimpin oleh Milošević mendesak agar Konstitusi 1974 dikembalikan – yang mengandung kebijakan yang memberikan kekuasaan kepada republik-republik Yugoslavia – ketimbang memperkenalkan kebijakan "satu orang, satu suara ", yang akan memberdayakan penduduk mayoritas, orang-orang Serbia. Hal ini menyebabkan delegasi Slovenia dan Kroasia (yang masing-masing dipimpin oleh Milan Kučan dan Ivica Račan) meninggalkan Kongres sebagai protes dan menandai memuncaknya perpecahan dalam partai yang berkuasa di Yugoslavia.
Milošević memimpin transformasi Liga Komunis Serbia menjadi Partai Sosialis Serbia (Juli 1990) dan diterimanya sebuah Konstitusi Serbia yang baru (September 1990) yang memungkinkan diadakannya pemilu langsung dengan presiden yang memiliki kekuasaan yang lebih besar. Milošević kemudian terpilih kembali sebagai presiden dari Republik Serbia dalam pemilu langsung Desember 1990 dan Desember 1992.
Dalam pemilu parlementer pertama yang bebas pada Desember 1990, Partai Sosialis Milošević memenangkan 80,5% suara. Etnis Albania di Kosovo pada umumnya membokot pemilu itu, dan praktis melenyapkan oposisi yang paling sedikitpun yang dihadapi Milošević sebelumnya. Milošević sendiri memenangkan pemilu kepresidenan dengan persentase suara yang jauh lebih besar lagi.
Naiknya Milošević ke panggung kekuasaan terjadi di tengah-tengah berkembangnya nasionalisme di semua republik bekas Yugoslavia setelah runtuhnya pemerintah komunis di seluruh Eropa timur. Yang perlu dicatat, orang-orang Slovenia memilih sebuah pemerintahan nasionalis di bawah Milan Kučan, dan orang-orang Kroasia melakukan hal yang sama dengan Franjo Tuđman. Kaum politikus Bosnia juga berorientasi nasionalis.
Yugoslavia yang sosialis pada waktu itu diperintah oleh sebuah Kepresidenan dengan delapan orang anggota dan empat di antaranya cenderung mendukung gagasan-gagasan Slobodan Milošević (seperti misalnya pengumuman undang-undang darurat), sementara empat lainnya cenderung menentang. Karena keputusan-keputusan penting pada akhirnya macet, kepala negara pun tidak berfungsi.
Pada Juni 1991, Slovenia dan Kroasia memisahkan diri dari federasi, diikuti oleh republik Makedonia (September 1991) dan Bosnia dan Herzegovina (Maret 1992). Minoritas Serbia yang besar di Kroasia (580.000) dan Bosnia (1,36 juta) menuntut untuk tinggal di Yugoslavia berdasarkan hak untuk memutuskan nasib sendiri yang diklaim oleh tetangga-tetangga Kroasia dan Muslim (Bosnyak) mereka.
Orang-orang Serbia di Kroasia mulai mengorganisasi otonomi mereka sendiri sejak pertengahan 1990, dan mereka didukung dalam hal ini oleh pemerintah Yugoslavia. Sepanjang 1991 dan awal 1992, bersama-sama dengan Tentara Rakyat Yugoslavia, mereka terlibat dalam perang melawan pemerintah Kroasia. Pemimpin Serbia pertama di Kroasia, Milan Babić, telah menyatakan bahwa Milošević bertanggung jawab untuk semua ini, sementara penggantinya Goran Hadžić secara terbuka membanggakan dirinya bahwa dia adalah "perpanjangan tangan Slobodan Milošević".
Pada 1992, hal serupa terjadi di Bosnia dan Herzegovina, ketika Tentara Rakyat Yugoslavia memindahkan sebagian besar pasukan-pasukannya ke sana. Pada 1995, Milošević ikut perundingan dalam Kesepakatan Dayton atas nama orang-orang Serbia Bosnia (sama halnya dengan apa yang dilakukan Tuđman untuk orang-orang Kroasia Bosnia). Ketika perjanjian itu akhirnya menghentikan peperangan di Bosnia, Milošević dipuji oleh Dunia Barat sebagai salah satu tiang perdamaian Balkan.
Pada Kongres ke-14 Liga Komunis Yugoslavia pada Januari 1990, delegasi Serbia yang dipimpin oleh Milošević mendesak agar Konstitusi 1974 dikembalikan – yang mengandung kebijakan yang memberikan kekuasaan kepada republik-republik Yugoslavia – ketimbang memperkenalkan kebijakan "satu orang, satu suara ", yang akan memberdayakan penduduk mayoritas, orang-orang Serbia. Hal ini menyebabkan delegasi Slovenia dan Kroasia (yang masing-masing dipimpin oleh Milan Kučan dan Ivica Račan) meninggalkan Kongres sebagai protes dan menandai memuncaknya perpecahan dalam partai yang berkuasa di Yugoslavia.
Milošević memimpin transformasi Liga Komunis Serbia menjadi Partai Sosialis Serbia (Juli 1990) dan diterimanya sebuah Konstitusi Serbia yang baru (September 1990) yang memungkinkan diadakannya pemilu langsung dengan presiden yang memiliki kekuasaan yang lebih besar. Milošević kemudian terpilih kembali sebagai presiden dari Republik Serbia dalam pemilu langsung Desember 1990 dan Desember 1992.
Dalam pemilu parlementer pertama yang bebas pada Desember 1990, Partai Sosialis Milošević memenangkan 80,5% suara. Etnis Albania di Kosovo pada umumnya membokot pemilu itu, dan praktis melenyapkan oposisi yang paling sedikitpun yang dihadapi Milošević sebelumnya. Milošević sendiri memenangkan pemilu kepresidenan dengan persentase suara yang jauh lebih besar lagi.
Naiknya Milošević ke panggung kekuasaan terjadi di tengah-tengah berkembangnya nasionalisme di semua republik bekas Yugoslavia setelah runtuhnya pemerintah komunis di seluruh Eropa timur. Yang perlu dicatat, orang-orang Slovenia memilih sebuah pemerintahan nasionalis di bawah Milan Kučan, dan orang-orang Kroasia melakukan hal yang sama dengan Franjo Tuđman. Kaum politikus Bosnia juga berorientasi nasionalis.
Yugoslavia yang sosialis pada waktu itu diperintah oleh sebuah Kepresidenan dengan delapan orang anggota dan empat di antaranya cenderung mendukung gagasan-gagasan Slobodan Milošević (seperti misalnya pengumuman undang-undang darurat), sementara empat lainnya cenderung menentang. Karena keputusan-keputusan penting pada akhirnya macet, kepala negara pun tidak berfungsi.
Pada Juni 1991, Slovenia dan Kroasia memisahkan diri dari federasi, diikuti oleh republik Makedonia (September 1991) dan Bosnia dan Herzegovina (Maret 1992). Minoritas Serbia yang besar di Kroasia (580.000) dan Bosnia (1,36 juta) menuntut untuk tinggal di Yugoslavia berdasarkan hak untuk memutuskan nasib sendiri yang diklaim oleh tetangga-tetangga Kroasia dan Muslim (Bosnyak) mereka.
Orang-orang Serbia di Kroasia mulai mengorganisasi otonomi mereka sendiri sejak pertengahan 1990, dan mereka didukung dalam hal ini oleh pemerintah Yugoslavia. Sepanjang 1991 dan awal 1992, bersama-sama dengan Tentara Rakyat Yugoslavia, mereka terlibat dalam perang melawan pemerintah Kroasia. Pemimpin Serbia pertama di Kroasia, Milan Babić, telah menyatakan bahwa Milošević bertanggung jawab untuk semua ini, sementara penggantinya Goran Hadžić secara terbuka membanggakan dirinya bahwa dia adalah "perpanjangan tangan Slobodan Milošević".
Pada 1992, hal serupa terjadi di Bosnia dan Herzegovina, ketika Tentara Rakyat Yugoslavia memindahkan sebagian besar pasukan-pasukannya ke sana. Pada 1995, Milošević ikut perundingan dalam Kesepakatan Dayton atas nama orang-orang Serbia Bosnia (sama halnya dengan apa yang dilakukan Tuđman untuk orang-orang Kroasia Bosnia). Ketika perjanjian itu akhirnya menghentikan peperangan di Bosnia, Milošević dipuji oleh Dunia Barat sebagai salah satu tiang perdamaian Balkan.

Milosevic bertemu dengan Presiden AS Bill Clinton di Paris pada 14 Desember 1995
Jatuhnya Kepresidenan
Spoiler for Isi:
Pada 4 Februari 1997, Milošević mengakui kemenangan oposisi pada sejumlah pemilu lokal, setelah sebelumnya menolak hasilnya selama 11 minggu.
Meskipun secara konstitusional jabatannya sebagai Presiden Serbia dibatasi dua masa jabatan, pada 23 Juli 1997, Milošević menduduki jabatan presiden Federasi Yugoslavia (saat itu terdiri dari Serbia dan Montenegro). Tindakan-tindakan bersenjata oleh kelompok-kelompok separatis Albania dan tindakan balasan oleh polisi dan militer Serbia di wilayah Serbia yang tadinya otonom (dan 90% terdiri dari orang Albania) di provinsi Kosovo memuncak dengan peperangan pada 1998, serangan-serangan udara NATO terhadap Republik Federal Yugoslavia antara Maret dan Juni 1999, dan akhirnya semua pasukan keamanan Yugoslavia ditarik mundur sepenuhnya dari provinsi itu.
Selama Perang Kosovo Milošević dikenai tuduhan pada 27 Mei 1999, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Kosovo. Ia diadili hingga kematiannya di International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, yang dinyatakannya tidak legal, karena dibentuk berlawanan dengan anggaran dasar PBB.
Menurut konstitusi Yugoslavia pemilu harus dilangsungkan dalam dua putaran, dan putaran kedua diikuti oleh dua kandidat dengan suara terbanyak. Hasil-hasil resmi menunjukkan bahwa Koštunica unggul atas Milošević namun suara yang diperolehnya kurang dari 50%. Menurut jajak pendapat, para pendukung dari semua kandidat kecil akan dialihkan kepada Milošević, demikian pula suara orang-orang yang sebelumnya abstain pada putaran pertama, namun menentang oposisi yang didukung oleh kekuatan NATO.
Milošević menolak klaim pihak oposisi yang menyatakan bahwa mereka telah memenangi putaran pertama pada September 2000. Hal ini menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran di Beograd pada 5 Oktober dan runtuhnya kewibawaan pemerintah. Pemimpin oposisi Vojislav Koštunica akhirnya menjabat sebagai presiden Yugoslavia pada 6 Oktober ketika Milošević secara terbuka mengakui kekalahannya. Ironisnya, Milošević kehilangan kendali kekuasaannya setelah kalah dalam pemilu yang dijadwalkannya sebelum mandatnya berakhir, dan yang sesungguhnya tak perlu dimenangkannya untuk dapat bertahan dalam kekuasaan yang terpusat pada parlemen yang dikuasai oleh partainya dan rekan-rekannya. Kejatuhan Milošević disebut Revolusi Bulldozer.
Setelah dikeluarkannya perintah untuk penangkapannya oleh penguasa authorities atas tuduhan-tuduhan korupsi/penyalahgunaan kekuasaan, Milošević akhirnya menyerah kepada pihak keamanan pada 31 Maret 2001. Pada 28 Juni tahun yang sama, Milošević dipindahkan oleh pejabat-pejabat pemerintah dari Yugoslavian ke tahanan PBB di dalam wilayah Bosnia. Kemudian ia dipindahkan ke International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, meskipun Konstitusi secara eksplisit melarang ekstradisi warga negara Yugoslavia. Koštunica secara resmi menentang pemindahan ini.
Meskipun secara konstitusional jabatannya sebagai Presiden Serbia dibatasi dua masa jabatan, pada 23 Juli 1997, Milošević menduduki jabatan presiden Federasi Yugoslavia (saat itu terdiri dari Serbia dan Montenegro). Tindakan-tindakan bersenjata oleh kelompok-kelompok separatis Albania dan tindakan balasan oleh polisi dan militer Serbia di wilayah Serbia yang tadinya otonom (dan 90% terdiri dari orang Albania) di provinsi Kosovo memuncak dengan peperangan pada 1998, serangan-serangan udara NATO terhadap Republik Federal Yugoslavia antara Maret dan Juni 1999, dan akhirnya semua pasukan keamanan Yugoslavia ditarik mundur sepenuhnya dari provinsi itu.
Selama Perang Kosovo Milošević dikenai tuduhan pada 27 Mei 1999, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Kosovo. Ia diadili hingga kematiannya di International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, yang dinyatakannya tidak legal, karena dibentuk berlawanan dengan anggaran dasar PBB.
Menurut konstitusi Yugoslavia pemilu harus dilangsungkan dalam dua putaran, dan putaran kedua diikuti oleh dua kandidat dengan suara terbanyak. Hasil-hasil resmi menunjukkan bahwa Koštunica unggul atas Milošević namun suara yang diperolehnya kurang dari 50%. Menurut jajak pendapat, para pendukung dari semua kandidat kecil akan dialihkan kepada Milošević, demikian pula suara orang-orang yang sebelumnya abstain pada putaran pertama, namun menentang oposisi yang didukung oleh kekuatan NATO.
Milošević menolak klaim pihak oposisi yang menyatakan bahwa mereka telah memenangi putaran pertama pada September 2000. Hal ini menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran di Beograd pada 5 Oktober dan runtuhnya kewibawaan pemerintah. Pemimpin oposisi Vojislav Koštunica akhirnya menjabat sebagai presiden Yugoslavia pada 6 Oktober ketika Milošević secara terbuka mengakui kekalahannya. Ironisnya, Milošević kehilangan kendali kekuasaannya setelah kalah dalam pemilu yang dijadwalkannya sebelum mandatnya berakhir, dan yang sesungguhnya tak perlu dimenangkannya untuk dapat bertahan dalam kekuasaan yang terpusat pada parlemen yang dikuasai oleh partainya dan rekan-rekannya. Kejatuhan Milošević disebut Revolusi Bulldozer.
Setelah dikeluarkannya perintah untuk penangkapannya oleh penguasa authorities atas tuduhan-tuduhan korupsi/penyalahgunaan kekuasaan, Milošević akhirnya menyerah kepada pihak keamanan pada 31 Maret 2001. Pada 28 Juni tahun yang sama, Milošević dipindahkan oleh pejabat-pejabat pemerintah dari Yugoslavian ke tahanan PBB di dalam wilayah Bosnia. Kemudian ia dipindahkan ke International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, meskipun Konstitusi secara eksplisit melarang ekstradisi warga negara Yugoslavia. Koštunica secara resmi menentang pemindahan ini.






x310 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
6.9K
Kutip
30
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan