- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
SCHOOL IS MIRROR SOCIATY (SEKOLAH ADALAH CERMIN MASYARAKAT)


TS
rsmembumi
SCHOOL IS MIRROR SOCIATY (SEKOLAH ADALAH CERMIN MASYARAKAT)

(Lokasi: Subak, Bali pada tahun 2018)
Oleh: Rusydi Salahuddin (rsmembumi)
Salam hormat, salam hangat! Puan dan Tuan.
Seorang kawan mendatangiku di gubuk tanah rantau. Ya, kami sudah lama berkawan, bahkan sampai memabukan setiap kali aku bertemunya. Dia bahkan tak pernah absen sowan ke gubukku. Tiba-tiba dia muncul tanpa memberikan kabar saat dolan menyambangiku. Sesekali dia mengabariku melalui hape canggihnya, dia bertanya, “Posisi kang?” “Aku di gubuk. Silakan datanglah."
Oh iya, kopiku habis Lekbegitupun pendamping kopi saat gerimis membombardir malam menjelang subuh yang mengakibatkan tubuhku menggigil. Tentunya kau tahu, tak lengkap rasanya jika kopi klotok panas tanpa pendamping yang kusampaikan padamu sebelumnya.
"Tenang, sesampai di tempatku pasti aku ganti dengan duit ya Lek." Jawabku padanya. "Yoi", singkat namun padat umpan balik responya padaku.
Selang beberapa menit, aku mencium aroma tubuhnya (Risqi Fauzan M) panggilku padanya.

Sumber: Potret Pribadi
(Risqi F.M. setelah menuntaskan sidang dan mempertanggung jawabkan keilmuannya, dengan ekspresi girang pada tahun 2021)
Tak hanya aroma yang aku cium begitu santer namun tunggangan (motor) apiknya bermesin mulus, bertebeng kura-kura berwarna hitam pekat, bergaris oranye yang dia kendarai sudah tidak asing lagi mencabik indera penciumanku. Bergegas aku lari menuju dapur untuk memasak air guna menyedu kopi.
Kopipun tersaji, kamipun beraksi mengurai diksi dan tentunya sembari menyambut kokok ayam terbangun dari bobo cantiknya dan bersenandung kukuruyuk. Tak hanya ngobrolin masalah eksistensi belaka saat duduk dibangku pendidikan, kami juga ngobrolin gimana cara tepat dan akurat mencari ridho Gusti Kang Maha Agung. Namun, sesekali Risqi tak luput bercerita tentang pahitnya bercinta. Hatinya begitu sendu kawanku ini.
Aku menyeletuk dan menyelipkan beberapa kata ihwal esensi bercinta (pacaran).
"Qi, aku kenal betul denganmu, sungguh kau tak seperti ini, gara-gara cinta saja kau tak bersemangat tanpa daya. Harapku kamu mampu mencontoh kesabaran dan kekuatan seperti panglima / pemimpin perang An-Nashir Shalahuddin Yusuf bin Ayyub dengan pengorbanannya atas nama umat."
"Waduh berat lek rasanya ketika aku harus meniru sikap tauladan beliau, entah kenapa aku kok begitu ya?"
"Aku tidak tahu, wong yang menjalani kamu, bukan aku." Memang aneh kamu ya Qi?
Waktu terus berjalan. Sahut lantang se-ekor ayam beradu merdu kokokkan suara pelengkap azan subuh berkumandang. Semribit angin kian syahdu menghantarkan gairah obrolan kami berdua. Nikmat betul pagi kami.
Saat orang lain menyelonjorkan badannya sembari menyuarakan desis ngoroknya, kami asyik ngobrolin treatment bagaimana mendapatkan berkah dan ridho-Nya dengan tafsir kami berdua. Makin menjadi obrolan kami. Risqi bertanya, "Lek mengapa kau asyik berbagi ilmu dengan anak-anak didikmu di tempat kau mengajar?" "Ah masalah itu, jangan dibuat pusing bahkan semrawut dalam otak dan hatimu. Kita sampaikan aja dengan tulus dan ikhlas, apa yang dibutuhkan mereka tanpa mengharap murid itu harus pintar dan menguasai semua cabang keilmuan yang harus diapresiasi dengan nilai ataupun angka berdasarkan standar (Kriteria Ketuntasan Minimal) / KKM. Masalah anak pintar atau tidak, serahkan semua itu kepada Tuhan YME dan doakan mereka di sela-sela doa di atas sajadah menghadap kiblat dengan nurani ketulusan. Kalau kita berambisi membuat murid pintar, maka kita sering marah-marah, bahkan menggerutu ataupun mengumpat dalam batin kita." Betulkah begitu Qi?
Oh iya, kutimpali lagi ya Qi? "Meskipun saat itu aku mengajar dan memberikan pemantik keilmuan pada (Anak Berkebutuhan Khusus) / ABK di Kota Semarang dan mengajar mata pelajaran Geografi, PPKn, dan Sejarah. Namun, aku mempunyai misi kelak dewasa nanti murid-murid kami produktif tapi tak korupsi dan berbudi luhur yang baik dan mulia saat mempertanggung jawabkan ilmunya kepada Tuhan YME. Proses mengajarku senantiasa aku komparasikan berbekal saat aku belajar Teater di SMA dan kampus. Wirasa, wiraga, dan wirama merupakan dasar yang kupegang sampai saat ini Qi."
Sumber: Potret Pribadi
(Murid-murid kami yang asyik bergaya mengenakan baju lurik)

Sumber: Potret Pribadi
(Hasil penugasan murid)
Menyambung argumenku sebelumnya, "sejatinya peningkatan kualitas (Sumber Daya Manusia) atau yang acap kali disingkat SDM jauh lebih mendesak untuk segera direalisasikan terutama dalam menghadapi era persaingan global. Memupuk kualitas SDM sejak dini, merupakan hal terpenting yang harus dipikirkan dengan sunggung-sungguh. Pendidikan seyogyanya mampu mengarahkan peserta didik peka terhadap lingkungan sosial yang terjadi di masyarakat. Hal ini didukung dengan adanya sikap kepedulian dan sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi. Kemampuan secara aktif yang meliputi: (1) mencari, (2) mengelola, (4) mengkonstruksi, dan (5) menggunakan pengetahuan secara bijak ialah fundamental yang harus dihayati guna mewarnai proses pengajaran dan pendidikan yang uggul dan berbudi luhur."
Komitmen yang lahir dari proses kesadaran perlu ditingkatkan mengingat keberhasilan proses pembelajaran tidak hanya diukur oleh persentase (%) nilai yang acap kali diagung-agungkan dengan predikat terbaik. Telaah ini, rupanya tidak hanya dijumpai saat berproses mencari khasanah keilmuan di sekolah ataupun kampus. Melainkan di dunia pekerjaan lekat betul dengan kompetisi namun lupa akan kompetensi yang dimiliki dan didapat selagi mengenyam di tingkat pendidikan formal. Itu sebabnya, kecenderungan mental, kepekaan sosial, kepedulian, dan kehormatan serta penghayatan dalam meruwat kekayaan alam membutuhkan proses yang cukup lama. Begitulah menurutku Qi, dalam melihat tatanan sistem pendidikan kita ini. "Hmm sangar tenan lek, pendapatmu itu." Halah, "Aku juga banyak belajar denganmu kok, tapi bukan belajar bercinta ya, hehehe." ucapku pada Risqi.
Oh iya, kopiku habis Lekbegitupun pendamping kopi saat gerimis membombardir malam menjelang subuh yang mengakibatkan tubuhku menggigil. Tentunya kau tahu, tak lengkap rasanya jika kopi klotok panas tanpa pendamping yang kusampaikan padamu sebelumnya.
"Tenang, sesampai di tempatku pasti aku ganti dengan duit ya Lek." Jawabku padanya. "Yoi", singkat namun padat umpan balik responya padaku.
Selang beberapa menit, aku mencium aroma tubuhnya (Risqi Fauzan M) panggilku padanya.

Sumber: Potret Pribadi
(Risqi F.M. setelah menuntaskan sidang dan mempertanggung jawabkan keilmuannya, dengan ekspresi girang pada tahun 2021)
Tak hanya aroma yang aku cium begitu santer namun tunggangan (motor) apiknya bermesin mulus, bertebeng kura-kura berwarna hitam pekat, bergaris oranye yang dia kendarai sudah tidak asing lagi mencabik indera penciumanku. Bergegas aku lari menuju dapur untuk memasak air guna menyedu kopi.
Kopipun tersaji, kamipun beraksi mengurai diksi dan tentunya sembari menyambut kokok ayam terbangun dari bobo cantiknya dan bersenandung kukuruyuk. Tak hanya ngobrolin masalah eksistensi belaka saat duduk dibangku pendidikan, kami juga ngobrolin gimana cara tepat dan akurat mencari ridho Gusti Kang Maha Agung. Namun, sesekali Risqi tak luput bercerita tentang pahitnya bercinta. Hatinya begitu sendu kawanku ini.
Aku menyeletuk dan menyelipkan beberapa kata ihwal esensi bercinta (pacaran).
"Qi, aku kenal betul denganmu, sungguh kau tak seperti ini, gara-gara cinta saja kau tak bersemangat tanpa daya. Harapku kamu mampu mencontoh kesabaran dan kekuatan seperti panglima / pemimpin perang An-Nashir Shalahuddin Yusuf bin Ayyub dengan pengorbanannya atas nama umat."
"Waduh berat lek rasanya ketika aku harus meniru sikap tauladan beliau, entah kenapa aku kok begitu ya?"
"Aku tidak tahu, wong yang menjalani kamu, bukan aku." Memang aneh kamu ya Qi?
Waktu terus berjalan. Sahut lantang se-ekor ayam beradu merdu kokokkan suara pelengkap azan subuh berkumandang. Semribit angin kian syahdu menghantarkan gairah obrolan kami berdua. Nikmat betul pagi kami.
Saat orang lain menyelonjorkan badannya sembari menyuarakan desis ngoroknya, kami asyik ngobrolin treatment bagaimana mendapatkan berkah dan ridho-Nya dengan tafsir kami berdua. Makin menjadi obrolan kami. Risqi bertanya, "Lek mengapa kau asyik berbagi ilmu dengan anak-anak didikmu di tempat kau mengajar?" "Ah masalah itu, jangan dibuat pusing bahkan semrawut dalam otak dan hatimu. Kita sampaikan aja dengan tulus dan ikhlas, apa yang dibutuhkan mereka tanpa mengharap murid itu harus pintar dan menguasai semua cabang keilmuan yang harus diapresiasi dengan nilai ataupun angka berdasarkan standar (Kriteria Ketuntasan Minimal) / KKM. Masalah anak pintar atau tidak, serahkan semua itu kepada Tuhan YME dan doakan mereka di sela-sela doa di atas sajadah menghadap kiblat dengan nurani ketulusan. Kalau kita berambisi membuat murid pintar, maka kita sering marah-marah, bahkan menggerutu ataupun mengumpat dalam batin kita." Betulkah begitu Qi?
Oh iya, kutimpali lagi ya Qi? "Meskipun saat itu aku mengajar dan memberikan pemantik keilmuan pada (Anak Berkebutuhan Khusus) / ABK di Kota Semarang dan mengajar mata pelajaran Geografi, PPKn, dan Sejarah. Namun, aku mempunyai misi kelak dewasa nanti murid-murid kami produktif tapi tak korupsi dan berbudi luhur yang baik dan mulia saat mempertanggung jawabkan ilmunya kepada Tuhan YME. Proses mengajarku senantiasa aku komparasikan berbekal saat aku belajar Teater di SMA dan kampus. Wirasa, wiraga, dan wirama merupakan dasar yang kupegang sampai saat ini Qi."

(Murid-murid kami yang asyik bergaya mengenakan baju lurik)

Sumber: Potret Pribadi
(Hasil penugasan murid)
Menyambung argumenku sebelumnya, "sejatinya peningkatan kualitas (Sumber Daya Manusia) atau yang acap kali disingkat SDM jauh lebih mendesak untuk segera direalisasikan terutama dalam menghadapi era persaingan global. Memupuk kualitas SDM sejak dini, merupakan hal terpenting yang harus dipikirkan dengan sunggung-sungguh. Pendidikan seyogyanya mampu mengarahkan peserta didik peka terhadap lingkungan sosial yang terjadi di masyarakat. Hal ini didukung dengan adanya sikap kepedulian dan sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi. Kemampuan secara aktif yang meliputi: (1) mencari, (2) mengelola, (4) mengkonstruksi, dan (5) menggunakan pengetahuan secara bijak ialah fundamental yang harus dihayati guna mewarnai proses pengajaran dan pendidikan yang uggul dan berbudi luhur."
Komitmen yang lahir dari proses kesadaran perlu ditingkatkan mengingat keberhasilan proses pembelajaran tidak hanya diukur oleh persentase (%) nilai yang acap kali diagung-agungkan dengan predikat terbaik. Telaah ini, rupanya tidak hanya dijumpai saat berproses mencari khasanah keilmuan di sekolah ataupun kampus. Melainkan di dunia pekerjaan lekat betul dengan kompetisi namun lupa akan kompetensi yang dimiliki dan didapat selagi mengenyam di tingkat pendidikan formal. Itu sebabnya, kecenderungan mental, kepekaan sosial, kepedulian, dan kehormatan serta penghayatan dalam meruwat kekayaan alam membutuhkan proses yang cukup lama. Begitulah menurutku Qi, dalam melihat tatanan sistem pendidikan kita ini. "Hmm sangar tenan lek, pendapatmu itu." Halah, "Aku juga banyak belajar denganmu kok, tapi bukan belajar bercinta ya, hehehe." ucapku pada Risqi.
Semarang, 1 Desember 2021
(Pukul, 21:36 WIB)
Diubah oleh rsmembumi 02-12-2021 19:21






scorpiolama dan 2 lainnya memberi reputasi
3
693
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan