Kaskus

News

rakitpcmendingAvatar border
TS
rakitpcmending
Ini Jurus Baru Sri Mulyani Kejar Pajak WP Indonesia di Negeri Orang
 Ini Jurus Baru Sri Mulyani Kejar Pajak WP Indonesia di Negeri Orang

JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan jurus menagih pajak dari wajib pajak (WP) Indonesia di luar negeri.

Jurus tersebut kini telah mendapatkan legalitas melalui pengesahan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) belum lama ini.

Sri Mulyani menjelaskan, berbagai negara di seluruh dunia kini bekerja sama untuk memaksimalkan pendapatan negara dengan melakukan penagihan pajak.

Baca juga: Sri Mulyani Minta Pengusaha Tak Lupa Bayar Pajak meski Sibuk Ekspansi Bisnis

Dalam UU HPP, terdapat kebijakan pajak internasional mengenai asistensi penagihan pajak global. Cara ini terbilang efektif untuk meningkatkan pendapatan negara dari perpajakan.

“Kita bisa minta negara lain menagihkan pajak kalau kita tahu ini adalah wajib pajak kita atau kita diminta oleh negara lain untuk menagihkan pajak kalau mereka ada di Indonesia,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman resmi Setkab pada Selasa (23/11/2021).

Langkah tersebut, menurut Sri Mulyani, dilakukan untuk memulihkan ekonomi dan secara bertahap menyehatkan APBN dari dampak pandemi Covid-19.

Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email

“Seluruh negara sedang berburu pajak karena semua negara tadi kena COVID-19. Mereka defisitnya naik tinggi sekali,” kata Bendahara Negara tersebut.

“Mereka harus menyehatkan APBN-nya juga. Jadi banyak negara sekarang bekerja sama untuk kita bersama-sama menghilangkan tax evasion atau tax avoidance,” ujarnya lagi.

Baca juga: Sri Mulyani: Dunia Keluarkan 19 Triliun Dollar AS untuk Tangani Covid-19

Terkait hal ini, Pemerintah berwenang melakukan konsensus pemajakan global untuk membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra secara bilateral maupun multilateral.

Hal tersebut dilakukan dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak; pencegahan penggerusan basis pemajakan dan pergeseran laba; pertukaran informasi perpajakan; bantuan penagihan pajak; dan kerja sama perpajakan lainnya.

“Ini yang dilakukan pada level global karena semua negara sekarang sepakat bahwa kita tidak boleh saling ambil haknya pajak negara lain,” beber Sri Mulyani.

Sebagaimana diketahui Bersama, Pemerintah telah mengundangkan UU HPP menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 pada 29 Oktober 2021.

Merujuk Ketentuan Penutup pada Bab IX UU HPP, yaitu pada Pasal 16, seluruh regulasi dalam UU KUP, UU PPh, UU PPN, UU Cukai, UU Nomor 2 Tahun 2020, dan UU Cipta Kerja dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU HPP atau tidak diganti oleh UU HPP.

Adapun Pasal 19 UU HPP menyatakan UU ini berlaku pada tanggal diundangkan. Namun, Pasal 17 UU HPP secara spesifik mengatur waktu pemberlakuan untuk sejumlah perubahan dan atau penambahan regulasi perpajakan berdasarkan UU HPP ini.

Baca juga: Pemerintah Bakal Tarik Pajak atas Fasilitas Direksi dan CEO Perusahaan

Pasal 17 UU HPP menyatakan:

Ketentuan Pasal 3 UU HPP yang mengatur tentang pajak penghasilan (PPh) mulai berlaku untuk Tahun Pajak 2022.
Ketentuan Pasal 4 UU HPP yang mengatur tentang pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mulai berlaku pada 1 April 2022.
Ketentuan Pasal 13 UU HPP yang mengatur tentang pajak karbon mulai berlaku pada 1 April 2022, dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara dikenakan pertama kali memakai tarif Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen.

Lalu, Pasal 18 UU HPP mencabut ketentuan Pasal 5 Ayat (1) huruf b dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian ditetapkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020, tanpa tambahan keterangan khusus waktu pemberlakuan.

Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2020 merupakan payung hukum perubahan besaran pajak penghasilan (PPh) bagi usaha berbentuk badan untuk periode 2020, 2021, dan 2022.

Adapun Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU semula menurunkan besaran PPh badan menjadi 20 persen mulai 2022, setelah sebelumnya dikenakan kenaikan menjadi 22 persen untuk 2020 dan 2021.

UU HPP juga mencabut rencana dan jadwal penurunan kembali tarif PPh badan pada 2022 tersebut. Pencabutan ketentuan soal PPh badan ini berlaku seketika begitu UU HPP diundangkan, sebagaimana ketentuan Pasal 19 UU HPP.

Dengan demikian, PPh badan mulai 2022 dan seterusnya tetap 22 persen sebagaimana yang ditetapkan untuk 2020 dan 2021. Pengecualian diberikan untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berbentuk badan.

Rincian lebih lanjut mengenai PPh badan dalam UU HPP akan diurai dalam tulisan terpisah, sebagaimana ketentuan lain terkait regulasi perpajakan.

Baca juga: Penghasilan Tak Tentu tetapi Dapat Hibah Rumah, Apakah Wajib Punya NPWP dan Bayar Pajak?

Ketentuan Peralihan UU HPP, yaitu Bab VIII dengan Pasal 15, menyatakan semua kebijakan dan ketentuan terkait pengampunan pajak yang merujuk ke UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dalam hal pengungkapan harta bersih, tidak berlaku pada kurun 1 Januari-30 Juni 2022. Periode ini merupakan masa pelaksanaan program pengungkapan suka rela Wajib Pajak.

Di luar hal-hal yang diatur secara spesifik di atas, perubahan dan penambahan ketentuan perpajakan melalui UU HPP berlaku sejak regulasi ini diundangkan, sebagaimana bunyi ketentuan Pasal 19 UU HPP.

https://money.kompas.com/read/2021/1...orang?page=all
0
2K
15
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan