Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

janahjoy35Avatar border
TS
janahjoy35
Kisah-kisah dan dongeng-dongeng Nenek
Quote:




Bersyukurlah! Karena selalu ada hikmah baik di balik setiap kejadian



Mungkin aku tak bisa tumbuh se-normal anak lain pada umumnya, yang memiliki orang tua utuh. Tapi aku yakin aku punya sesuatu yang spesial yang tidak dimiliki mereka, Kisah dan dongeng Nenek.

Udara dingin pagi hari menguap di halau panasnya bara api yang menyala dari tungku. Kepulan asap tipis memenuhi dapur nenek. Ritualku setiap pagi adalah merecoki nenek yang sedang memasak. Aku akan memasukan ubi atau singkong ke dalam bara api. Aku tau kegiatanku itu mengganggu nenek, tapi nenek tidak pernah marah jadi selalu aku lakukan lagi dan lagi, hampir setiap pagi seperti itu.

Permukaan ubi yang gosong menandakan ubi telah matang sempurna, dan siap di santap. Itu enak banget kawan, kalian harus mencobanya. Selain ubi bakar dan teh hangat tawar, kadang nenek menambahkan kisah atau dongeng sebagai menu sarapanku. Seperti pagi ini.

“Kamu tau jumlah Nabi dan Rosul ada berapa?” tiba-tiba saja nenek bertanya seperti guru yang mengadakan kuis dadakan.

“25 Nek,” jawabku sigap. Sekarang aku sudah kelas 5 SD, bentar lagi naik kelas 6. Pertanyaan nenek terlalu mudah, bahkan sebelum masuk SD aja aku udah tau jawabannya.

“Salah!”

“Kok salah Nek?” aku tidak terima jawabanku ternyata salah, aku yakin banget Nabi dan Rosul itu jumlahnya ada 25, bahkan aku hafal nama-nama mereka.

“Seluruh Nabi dan Rosul itu ada 124.000, tapi hanya 25 Nabi dan Rosul saja yang wajib kita ketahui.”
“Wah, baru tau aku Nek.”

“Salah satu riwayat yang terkenal dari salah satu Nabi yang tidak wajib kita ketahui adalah Nabi Khidir.” Tutur nenek sambil mulai meniriskan nasi yang baru di angkatnya dari dandang.

“Sinih Nek biar aku aja,” aku mengambil hihid* dan boboko** yang berisi nasi baru tanak mengepulkan uap panas.

“Jadi bagaimana kisah Nabi Khidir ini Nek?” tanyaku tidak sabar. Aku emang paling suka kalau nenek berkisah tentang Nabi atau sahabat-sahabat Nabi dari pada dongeng Si Kancil ataupun dongeng-dongeng lain dengan karakter hewan.

“Di riwayatkan, Nabi Musa AS berguru kepada Nabi Khidir. Awalnya, karena Nabi Musa sempat bersikap sombong dengan mengatakan kepada kaumnya, bahwa dia-lah manusia yang paling tinggi ilmunya. Allah langsung menegur Nabi Musa, karena hanya Allah yang Maha Tinggi ilmunya. Dan Allah sampaikan kepada Nabi Musa, bahwa ada hamba-Nya yang jauh lebih tinggi ilmunya dari pada Nabi Musa, yaitu Nabi Khidir,”

“Wah keren…. Ilmu apa yang dimiliki Nabi Khidir Nek? Pasti lebih sakti dari Nabi Musa yang bisa membelah lautan.” Kataku penuh semangat. Nenek tersenyum sambil memasukan daun teh kering kedalam panci berisi air panas.

“Setelah di tegur sama Allah, Nabi Musa menyadari kesalahannya, memohon ampun kepada Allah dan memutuskan untuk berguru kepada Nabi Khidir, hamba Allah yang memiliki ilmu lebih tinggi daripada dirinya itu.” Tutur Nenek, kali ini Nenek sambil membolak-balik singkong yang tadi aku taro di bara api.

“Singkat cerita, Nabi Musa berhasil menemukan Nabi Khidir ditepian pantai sebuah laut. Kemudian Nabi Musa menyampaikan niatnya untuk berguru kepada Nabi Khidir.” Pemaparan Nenek membuat aku membayangkan seperti apakah laut itu, aku belum pernah tau. Gambaran senja hadir dalam benakku, pernah suatu hari Nenek bilang, awan-awan saat senja seperti lukisan pantai saat matahari terbenan dan hilang seolah masuk kedalam lautan.

“Nabi Khidir menerima Nabi Musa sebagai muridnya dengan satu syarat, Nabi Musa tidak boleh bertanya sebelum Nabi Khidir menjelaskan,” aku kembali fokus. Bahkan untuk menambah ke-khusuan, aku manggut-manggut menyimak cerita Nenek.

“Sebelumnya Nabi Khidir udah bilang bahwa Nabi Musa tidak akan sabar jika berguru padanya, tapi Nabi Musa berjanji akan sabar dan tidak akan menentang apapun yang di lakukan Nabi Khidir,” Sejenak Nenek berhenti bercerita. Nenek mengangkat singkong yang terlihat sudah matang. Singkong itu di belah, terus di lumuri mentega. Wangi mentega meyeruak bersamaan uap panas yang keluar dari dalam singkong.

“Mulailah Nabi Khidir mangajak Nabi Musa ke suatu tempat, disana ada sebuah perahu. Dan Nabi Khidir melubangi perahu itu,”

“Kok begitu Nek?” aku kaget dan heran, kok ada Nabi yang iseng tiba-tiba melubangi perahu milik orang lain.

“Nabi Musa juga bertanya seperti kamu, ‘Wahai Khidir, kenapa engkau melubangi perahu milik orang lain. Itu perbuatan dzolim’ Bukannya di jawab, Nabi khidir malah mengingatkan bahwa Nabi Musa memang tidak akan bisa sabar menjadi muridnya. ‘Kan sudah aku bilang padamu Musa, kau tidak akan mampu bersabar denganku’ kata Nabi Khidir.”

“Hmmm, terus Nek?” kembali aku manggut-manggut khidmat.

“Nabi Musa meminta maaf dan berjanji tidak akan bertanya lagi, tidak akan membantah apapun yang di lakukan Nabi Khidir.” Nenek menuang dua gelas teh, dan menyajikannya bersama singkong bakar yang masih saja mengeluarkan aroma lezat dari mentega.

“Nabi Khidir dan Nabi Musa melanjutkan perjalanannya, dan tiba-tiba Nabi Khidir melihat sorang anak kecil, kemudian di tariknya anak itu lantas di bunuh.” Kali ini mataku terbelalak saking kagetnya. Seorang Nabi membunuh anak kecil! Tapi baru saja aku ingin protes, Nenek kembali melanjutkan ceritanya.

“Nabi Musa kaget, langsung bertanya ‘Wahai Khidir, kenapa engkau membunuh jiwa yang bersih. Itu hanya seorang anak kecil. Itu perbuatan jahat wahai Khidir’ Tapi, lagi-lagi bukannya di jawab sama Nabi Khidir. Nabi Musa kembali di ingatkan bahwa Nabi Musa tidak akan sabar berguru kepadanya, ‘Kan sudah aku bilang Musa, kau tidak akan sanggup bersabar denganku’ ucap Nabi Khidir.” mendengar itu, aku tidak jadi membuka mulutku untuk bertanya ‘kenapa’ sama Nenek.

“Nabi Musa kembali meminta maaf karena kelupaan, sudah dua kali membantah dan ingkar dengan syarat dari gurunya. Nabi Musa berjanji lagi, jika sekali lagi dia bertanya dan membantah apa yang di lakukan Nabi Khidir, Nabi Musa akan berhenti mengikuti Nabi Khidir dan itu artinya Nabi Musa gagal menjadi murid Nabi Khidir.” Aku dapat merasakan keningku mengerut dan tegang. Aku yang mendengarkan kisahnya saja bingung, bagaimana Nabi Musa yang mengalaminya.

“Nabi Khidir dan Nabi Musa kembali melanjutkan perjalanan mereka. Sampailah mereka di subuah perkampungan. Mereka merasa lelah dan lapar, tapi tidak ada satu orang pun yang memberi mereka makan atau tumpangan untuk istirahat dan mereka tidak memiliki uang untuk membeli makanan. Sampai akhirnya Nabi Khidir melihat dinding salah satu rumah yang hampir roboh, lalu Nabi Khidir berkata ‘Aku akan membetulkan rumah itu’”

“Pasti habis itu mereka di beri makan sebagai upah betulin dinding sama pemilik rumah?” seruku tidak sabar.

“Tidak Cahaya. Nabi Khidir tidak menerima makanan apalagi upah dari pemilik rumah. Dan disitulah Nabi Musa terpaksa harus berpisah dan berhenti berguru kepada Nabi Khidir,”

“Lho, kenapa Nek?”

“Setelah Nabi Khidir bersusah payah membetulkan dinding rumah yang mau roboh itu, Nabi Khidir pergi begitu saja tanpa meminta upah apapaun. Lalu Nabi Musa berkata ‘Wahai Khidir, sesungguhnya engkau bisa meminta upah untuk pekerjaanmu’ Nabi Khidir akhirnya bilang, bahwa disinilah mereka harus berpisah, karena Nabi Musa sudah 3 kali bertanya sebelum Ia menjelaskan”

Hampir saja aku akan protes, Nenek kembali melanjutkan ceritanya. “Sebelum berpisah, Nabi Khidir menjelaskan kepada Nabi Musa ‘Wahai Musa, perahu yang aku lubangi tadi adalah perahu milik seorang nelayang miskin, aku sengaja melubangi perahunya untuk menyelamatkannya adari Raja yang dzolim. Lebih baik nelayan miskin itu kesulitan membetulkan perahunya dari pada harus kehilangan perahu itu’” aku mengangguk paham.

“terus anak kecil yang di bunuh?”


“Nabi Khidir bilang ‘Anak kecil itu memiliki orang tua yang soleh dan beriman. Tapi jika anak itu tetap hidup, anak itu akan berbuat banyak kemaksitan dan membuat kedua orang tuanya turut ikut masuk neraka’” keningku kembali terasa tegang sampai mengkerut, tapi aku memilih menyimak dulu semua cerita nenek.

“’Dan yang terakhir wahai Musa, rumah yang dindingnya roboh itu adalah rumah seorang anak yatim dari orang tua yang soleh. Di bawah rumah itu terkubur harta peninggalan orang tuanya. Aku tidak akan meminta upah dari seorang anak yatim. Aku menegakkan rumahnya supaya harta peninggalan orang tuanya aman dan akan manfaat ketika anak itu sudah besar nanti’ begitulah Nabi Khidir menjelaskan semua tindakkannya kepada Nabi Musa. Setelah itu berpisahlah Nabi Musa dan Nabi Khidir.”

“Jadi Nek, sebetulnya ilmu apa yang Nabi Khidir punya? Kenapa bisa lebih tinggi dari Nabi Musa yang bisa membelah lautan?” tanyaku masih pernasaran.

“Ilmu Laduni, ilmu yang langsung Allah berikan tanpa pelantara apapun seperti tongkat untuk Nabi Musa. Ilmu laduni yang Allah berikan kepada Nabi Khidir, adalah atas izin Allah Nabi Khidir bisa melihat masa depan.” Mataku membelalak sempurna mendengar penjelasan Nenek, “Wah keren ya Nek.”

“Ilmu seperti itu hanya di khusukan untuk para Nabi dan Rosul, kalau zaman sekarang ada yang bilang bisa tau masa depan sudah pasti bohong, kamu jangan percaya.” Nenek terkekeh. Aku manggut-manggut tanda mengerti. “Sudah niris-in nasinya, sok sekarang sarapan dulu.” Nenek menyodorkan teh manis dan singkong bakar.

“Jadi, apa yang kamu dapat dari kisah ini Cahaya?” Tanya Nenek sambil menyesap teh tawar hangatnya.

“Para Nabi itu keren dan sakti.” Cetusku membuat Nenek tertawa.

“Dari kisah tadi, ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Satu, kita tidak boleh sombong merasa paling benar, paling pintar. Harus seperti Nabi Musa, walaupun Nabi Musa seorang Nabi dan Rosul bahkan termasuk salah satu Nabi dan Rosul yang istimewa, tapi Nabi Musa mau menjadi murid Nabi Khidir yang hanya seorang Nabi, bahkan Nabi Khidir tidak memiliki kaum atau pengikut sama sekali.”

“Kaum? Itu maksudnya apa Nek?”

“Kaum itu pengikut. Seperti kita nih, kita adalah kaum Nabi Muhammad, kita ikut agama-nya Nabi Muhammad yaitu Islam, Nabi Musa nama kaumnya Bani Israil kalau gak salah nama agamanya Yahudi,” kata Nenek seperti ragu-ragu, kemudian garuk-garuk kepalanya.

“Nanti kamu udah gede cari tau lagi soal Yahudi itu agama atau apa. Nah hikmah lainnya apa lagi?” Tanya Nenek.

“Apa ya?” aku merengut berpikir keras.

“Kita belajar dari apa yang dilakukan Nabi Khidir⸺”

“Tapi, tadi Nenek bilang hanya Nabi Khidir yang bisa, tidak ada lagi manusia lain yang bisa melihat masa depan, bagaimana kita bisa belajar?”

“Bukan gitu….” Nenek terkekeh. “Tentu saja, atas izin Allah, Nabi Khidir tau apa yang akan terjadi di masa depan, bahkan Nabi Musa saja tidak Allah izinkan melihat apa yang bisa di lihat oleh Nabi Khidir. Yang dilihat Nabi Musa hanya sebatas Nabi Khidir melubangi perahu orang, membunuh anak kecil, menegakkan rumah yang hampir roboh tanpa meminta bayaran, sementara mereka butuh uang untuk makan,” aku manggut-manggut, mulai mengerti penjelasan Nenek.

“Jadi apa yang bisa kita pelajari dari Nabi Khidir?” Tanya Nenek.

“Gak boleh suudzon,” jawabku

“Betul, terus?”

“Apa lagi ya Nek?” aku garuk-garuk kepalaku yang tidak gatal.

“Kita tidak boleh suudzon sama Allah, sama semua kehendak-Nya. Seburuk apapun itu, pasti selalu ada hikmah baik yang bisa memberi manfaat kepada kita.”

Penjelasan Nenek seolah senter yang tiba-tiba menyala dan menerangi kegelapan pikiranku selama ini. Tiba-tiba aku ingat Ibu, Ayah, Ibu Suri dan anak-anaknya. Kejadian-kejadian buruk yang aku alami bersama mereka saling berkelebatan dalam pikiranku. Aku yakin aka nada hikmah baik di balik semua kejadian buruk yang aku alami, aku yakin Allah sedang menyiapkan hal indah dan yang terbaik untukku, Ibu, Bima dan Daffa. Untuk kehidupan kami nanti.

***



*kipas
**tempat dari anyaman bambu
Diubah oleh janahjoy35 18-12-2021 06:32
fa.achryy
rinandya
saprolman
saprolman dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.1K
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan