Kaskus

Entertainment

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Dana Abadi Pesantren, Area Baru KPK Ciduk Koruptor?
Spoiler for Santri:


Spoiler for Video:


“If corruption is a disease, transparency is essential part of its treatment” – Kofi Annan (Sekjen PBB ke-7)

Mantan Sekjen PBB Kofi Annan mengucapkan kutipan tersebut saat ulang tahun ke-20 Transparency International tahun 2013 lalu. Ucapannya untuk lembaga anti korupsi dunia tersebut menegaskan betapa pentingnya transparansi dalam mengobati perilaku korupsi.

Wujud dari transparansi dapat kita lihat lewat laporan keuangan. Dari situ kita bisa melihat kondisi sebuah lembaga mulai dari perusahaan kecil hingga organisasi kekuasaan seperti negara. Apakah sehat? bermasalah? atau telah terjadi penyelewengan atau korupsi? Apalagi jika dana yang dikelola amat besar pertanggungjawabannya. Misalnya dana APBN suatu negara. Dana yang uangnya berasal dari rakyat.

Pentingnya transparansi lewat laporan keuangan ini mengingatkan penulis pada Perpres 82/2021 Tentang Pendanaan Penyelenggaran Pesantren yang diteken Presiden Jokowi pada 2 September 2021 lalu.

Salah satu ketentuan yang diatur dalam Perpres ini adalah kewajiban bagi pesantren melakukan pencatatan dana yang mereka kelola yang bersumber dari masyarakat, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, sumber lain yang sah dan tidak mengikat, hingga Dana Abadi Pesantren. Pasal 2 Perpres tersebut menyebutkan, pendanaan penyelenggaraan pesantren dikelola untuk pengembangan fungsi pesantren yang meliputi: fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat.

Khusus Dana Abadi Pesantren, ia adalah dana yang dialokasikan khusus untuk pesantren dan bersifat abadi untuk menjamin keberlangsungan pendidikan pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan.

Nantinya dana-dana yang masuk ke pesantren akan terus dipantau dan dievaluasi oleh menteri seperti yang tercantum di pasal 25 ayat 1 Perpres tersebut, yang berbunyi: Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap sumber dan pemanfaatan pendanaan penyelenggaraan pesantren.

Sumber : Kemenag[PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2021]

Perpres dana abadi pesantren tentunya menjadi oase bagi kalangan pesantren, terutama pesantren kecil yang seringkali mengalami kegersangan dalam mendapatkan sokongan biaya operasional pendidikan. Kalangan pesantren tentu merasa pemerintah akhirnya menaruh perhatian terhadap pendidikan pesantren. Terbitnya perpres tersebut, bagi pihak pesantren seolah menjadi penebus dosa dan menjadi pembuka agar nasib pesantren sejajar dengan pendidikan formal.

Namun, jika pesantren memang ingin tidak merasa dinomorduakan oleh pemerintah, mereka pun harus bertransformasi mengikuti standar yang dilakukan lembaga pendidikan formal. Pesantren harus introspeksi diri mengapa ada perbedaan perlakuan selama ini.

Salah satunya adalah soal laporan keuangan.

Apapun bentuk bantuan dana yang bersumber dari pemerintah, sudah pasti harus dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan keuangan. Ada urusan data dan administrasi yang harus diselesaikan. Persoalan data dan administrasi ini pula yang menjadi titik kelemahan pesantren selama ini.

Namun, belum lagi mencoba untuk bertransformasi, pihak pesantren sudah mengeluh. Seperti yang dikatakan Pengasuh Ponpes Sbilurrosyad Kota Malang sekaligus Ketua PWNU Jatim, Kyai Marzuqi Mustamar yang menilai peraturan terkait transparansi dana tersebut justru merumitkan pesantren. Kyai Marzuqi menilai kyai maupun pengasuh ponpes sudah disibukkan dengan dunia pendidikan santri. Ia meminta supaya tidak lagi kyai disibukkan dengan persoalan yang sifatnya administratif.

"Jangan sampai kebijakan yang niatnya baik itu justru mengganggu kualitas proses belajar dan mengajar di ponpes. Kalau mau bantu, ya bantu. Jangan pakai syarat administratif yang rumit dan berbelit," saran Kiai Marzuqi.

Sumber : IDN Times [Jokowi Teken Dana Abadi Pesantren, PWNU: Administrasinya Jangan Ribet]

Kyai Mustamar membayangkan para kyai pengasuh pesantren akan sering-sering sowan ke pemda atau kemana-mana untuk urusan laporan tersebut. Ia berpandangan justru sebaik-baik pejabat pemerintah itu adalah yang sowan kepada ulama dan meladeni. “Misalnya, datang ke kiai, terus matur ke kiai, ini belum selesai surat wakafnya, monggo kulo urusi, Kiai," imbuhnya.

Sumber : Viva [Dana Abadi Pesantren, Kiai NU Ogah Dikit-dikit Sowan Pemerintah]

Inilah jeleknya pesantren, bukankah para kyai yang ingin dan perjuangkan hingga Perpres ini terbit agar dapat terus mendapatkan dana dari pemerintah? Lantas mengapa ketika pemerintah meminta pencatatan dana langsung mengeluh? Memangnya pesantren pikir menggunakan uang negara lalu tidak bisa diaudit? Tak terpikirkankah bahwa dana yang mereka pakai adalah uang rakyat? Wajar saja pemerintah meminta pencatatannya, karena pemerintah pun harus bertanggung jawab kepada rakyat.

Ingat, Perpres Dana Abadi Pesantren ini merupakan kelanjutan dari persoalan kredit murah Rp 1,5 T ke PBNU yang ditagih Said Aqil Siradj pada 2019 lalu.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa pihaknya telah menyalurkan anggaran untuk pembiayaan Ultra Mikro (Umi), namun tidak secara individual melainkan melalui lembaga penyalur. Kepada PBNU, pemerintah menyalurkannya ke Koperasi Sidogiri, ada lima koperasi yang sudah menerima Rp 211 miliar.

Namun PBNU meminta supaya tidak hanya koperasi Sidogiri yang menjadi tempat penyaluran uang, karena Sidogiri termasuk yang sudah maju, unit usahanya bagus, masyarakat NU yang masuk dalam koperasi ini pun telah memiliki sistem pembukuan ekonomi yang sangat baik. Sayang, tidak semua koperasi NU kualitasnya sebagus itu. Sehingga NU pun meminta ke pemerintah untuk memberikan langsung kepada masyarakat melalui ponpes.

Padahal ponpes bukan unit ekonomi, sehingga pemerintah pun menyalurkannya kepada beberapa langsung individual, dengan pendampingan yang sangat ketat, karena levelnya yang ultra mikro.

Setelah itu pun, PBNU minta hal ini diubah. Namun pemerintah hanya akan mengakomodir sesuai dengan rambu-rambu tata kelola, karena anggaran di dalam APBN itu namanya investasi, harus rollover, bukan hibah. Hibah hanya diberikan kepada keluarga tidak mampu.

Sumber : CNBC Indonesia [Ini Pernyataan Sri Mulyani Soal Kredit Rp 1,5 T ke PBNU]

Dari penjelasan Menkeu tersebut dapat kita simpulkan bahwa pesantren bukan unit ekonomi sehingga tidak memungkinkan kredit tersebut langsung diberikan kepada pesantren. Kemudian, koperasi pesantren tidak semuanya memenuhi standar GCG (Good Corporate Governance), yang menyebabkan pemerintah hanya menyalurkan dana lewat koperasi Sidogiri.

Sedangkan kucuran dana melalui individu langsung, membutuhkan pendampingan, tapi itu pun sulit dilakukan bukan? Mana mungkin kyai mau diawasi terus-terusan.

Dari persoalan yang tak selesai inilah kemudian formatnya menjadi Dana Abadi Pesantren. Dana berupa suntikan negara untuk pengembangan santri, tanpa melalui fitur kredit, namun tetap harus diaudit. Sudah dipermudah seperti ini pun mekanismenya, kyai masih saja keberatan dan menolak.

Bukankah lembaga pendidikan lain yang mendapatkan dana dari pemerintah bisa melakukannya? Mengapa pesantren tidak bisa? Jangan-jangan selama ini dana yang masuk ke pesantren lebih banyak diperuntukkan untuk kepentingan pribadi para kyai?

Jika para kyai tidak semena-mena selama ini terhadap dana yang masuk ke pesantren, tentu tidak ada yang perlu para kyai khawatirkan. Cukup lakukan pencatatan seperti halnya yang dilakukan lembaga pendidikan lain selama ini.

Kita tengok saja nanti, pesantren yang telah benar-benar melakukan audit dan memperuntukkan dananya demi kepentingan santri tentu tak akan terkena kasus korupsi mencuri hak santri lewat dana abadi pesantren. Ingat, kyai pakai dana rakyat, kyai tolak diaudit, tandanya kyai korupsi.
Diubah oleh NegaraTerbaru 28-10-2021 17:24
jazzcousticAvatar border
salvation101Avatar border
adriantimurAvatar border
adriantimur dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.3K
13
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan