- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Hak Angket DPR, Kuncian Terakhir di Jalan Buntu Polemik KPK


TS
gabener.edan
Hak Angket DPR, Kuncian Terakhir di Jalan Buntu Polemik KPK

Terlebih, Komnas HAM dan Ombudsman pun menemukan kejanggalan dari proses TWK yang dilaksanakan KPK. Namun, Jokowi tetap belum mau bersikap meski pemberhentian tinggal menghitung hari, yakni pada 30 September mendatang.
"Jangan semua-semuanya itu diserahkan kepada presiden."
Hanya itu yang disampaikan Jokowi ketika ditanyakan apa sikap yang akan diambil untuk merespons polemik pemberhentian Novel Baswedan Cs dari KPK. Jokowi mengatakan itu pada Rabu lalu (15/9).
Hak Angket DPR
Upaya menyelamatkan pegawai KPK dari pemberhentian bisa dilakukan oleh DPR, yakni lewat pengajuan hak angket. Itu pun jika para wakil rakyat menghendaki.
Hak angket diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Berikut bunyi Pasal 79 ayat 3 dalam UU tersebut.
"Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undang".
Pengajar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan bahwa DPR memiliki wewenang untuk menggulirkan hak angket kepada KPK dalam pelaksanaan TWK.
Bisa dilakukan karena KPK kini telah masuk rumpun eksekutif sesuai amanat UU Nomor 19 Tahun 2019.
"Bahwa bisa kah dilakukan angket, sekarang bisa, karena KPK sudah menjadi eksekutif, di bawah, dan sepanjang bukan penanganan perkara kalau kata MK. Ini kan bukan penanganan perkara. Jadi sangat mungkin bisa," kata Zainal Arifin Mochtar kepada CNNIndonesia.com, Selasa (21/9).
Dalam hak angket, DPR nantinya bisa membentuk pansus guna menyelidiki dugaan pelanggaran UU dalam pelaksanaan TWK. Hasil penyelidikan tersebut bisa berbentuk rekomendasi DPR kepada eksekutif, yakni Presiden Jokowi.
"Angket itu isinya rekomendasi perbaikan. Apa yang harus dilakukan kepada presiden," kata orang yang akrab disapa Uceng tersebut.
Peluang
Meski mengamini bahwa hak angket bisa dilakukan di DPR, Uceng mengaku pesimis. Apabila ada fraksi yang mengajukan, belum tentu disetujui oleh fraksi-fraksi yang lain.
Terlebih, partai pendukung pemerintah cenderung lebih banyak ketimbang yang berada di luar pemerintah.
Selain itu, semua fraksi DPR juga menyetujui revisi UU KPK pada 2019 lalu. Pelaksanaan TWK yang membuat 57 pegawai dipecat, kata dia, adalah dari amanat UU tersebut.
"Tidak satupun partai yang menolak. Mau oposisi, koalisi, semuanya setuju, dengan perubahan UU KPK. Padahal, TWK ini menurut saya hanya implikasi dari UU KPK itu," kata Uceng.
Hal serupa juga disampaikan pemerhati politik dari Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo. Dia mengaku pesimis dengan peluang hak angket TWK KPK bisa disetujui DPR. Dari total sembilan fraksi DPR, hanya Demokrat dan PKS yang merupakan oposisi.
Hanya Demokrat pula yang sejak awal kerap lantang dalam isu pelemahan KPK. Sementara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kata Adi, masih tampak tak konsisten.
"Jadi menurut saya agak sulit untuk mempertemukan dua partai ini untuk kepentingan bersama memperkuat KPK," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (21/9).
Dalam Pasal 199 ayat 1 UU Nomor 17/2014, hak angket harus diusulkan paling sedikit 25 anggota DPR lebih dari satu fraksi. Kemudian, hak angket bisa dilaksanakan bila mendapat persetujuan satu per dua atau setengah dari anggota dewan dalam rapat paripurna.
Dalam hitung-hitungan ini, dua partai oposisi berpeluang mengajukan hak angket. Sebab, jika digabungkan, keduanya memiliki total 104 kursi, masing-masing dari pembagian 54 kursi milik Demokrat dan 50 kursi milik PKS.
Meski begitu, menurut Adi akan tetap sulit. Selain sukar menyatukan Demokrat dan PKS, isu-isu pemberantasan korupsi kini tak banyak diminati partai DPR sebab tak menjanjikan penambahan elektoral.
Dalam survei yang pernah dirilis KedaiKOPI, kata Adi, mayoritas responden belum melihat isu-isu koruptor sebagai bahan pertimbangan untuk memilih. Kecuali kasus koruptor yang menyangkut ketua umum partai.
"Contohnya PDIP berapa banyak kader yang kena korupsi. Tapi selama Mega nggak korupsi akan dianggap tetap bersih oleh warga, pemilih," kata Adi.
"Nyatanya ketika Demokrat menolak RUU KPK, itu juga enggak membuat Demokrat naik elektabilitasnya," tambahnya.
https://www.cnnindonesia.com/nasiona...-polemik-kpk/2
Kenapa ane tidak mendukung orang2 yg tidak lolos ini.
Karena ini urusan internal lembaga KPK, kalo pun ada pelanggaran, ada pengadilan yang jadi penentu.
Orang2 di berita ini mencoba merusak tatanan hukum administrasi negara yang telah sah dalam undang undang.
Ane tidak bilang pimpinan KPK yg sekarang bagus.
Menurut ane masih jauh dari kata baik kinerjanya tapi kembalikan secara benar yaitu aturan tetap aturan.
Pahami,di mengerti dan di turuti namun bila aturan ini janggal, silahkan buka ke pengadilan.
MA sudah dan MK pun sudah ambil keputusan.
Jangan di bolak balik kewenangan sebuah lembaga peradilan.
Klo dgn pola pikir kalian dgn hasil ombudsman dan komnas ham itu putusan hukum juga, kenapa kagak sekalian MA dan MK di ganti oleh dua komisi ini jdi biarlah hukum di bolak balik oleh pikiran kalian yg lebih percaya 2 komisi ini di banding MK dan MA

Diubah oleh gabener.edan 21-09-2021 17:10






trimusketeers dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1K
9


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan