- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Cintaku Si Kecil Nan Cantik
TS
juwandasatya
Cintaku Si Kecil Nan Cantik
Hari itu tepat dihari ulang tahun Nara, ia akan diperkenalkan dengan calon suami pilihan kedua orangtuanya. Nara merupakan anak satu-satunya dari keluarga Pak Alexander yang dikenal kaya raya. Ia dijodohkan dengan anak teman bisnis Ayahnya yang memiliki usia terpaut jauh dengan dirinya. Hal inilah yang membuat Nara merasa ulang tahunnya kali ini bukanlah menambah umur tetapi akan membunuhnya.
"Ayah, Ibu. Kenapa, kalian menjodohkanku?" tanya Nara, dengan nada pelan pada kedua orangtuanya.
Ayah dan Ibu Nara tersenyum mendengar pertanyaan sang Putri. Hingga membuat Nara menjadi sedikit kesal karena respon tersebut.
"Yah, agar ada yang bisa menjagamu," jawab Ayah. Ia merangkul sang Putri dengan gelagat meyakininya.
"Ayah dan Ibu, kan masih ada. Kenapa, malah menyuruh orang lain untuk menjagaku? Lagi pula, aku ini masih SMP. Aku, masih ingin bermain," ucap Nara kesal.
"Sudah, ikut saja kemauan Ayah dan Ibumu ini," sambung Ibu.
Tak berapa lama, calon suami Nara beserta kedua orangtuanya sampai ditempat dimana Nara melangsungkan acara ulang tahunnya.
"Mereka sudah sampai!" seru Ayah Nara. Ia mengajak istri dan Putrinya untuk menghampiri keluarga si pria.
Mereka pun saling sapa-menyapa, begitupun dengan Nara dan sang calon suami. Nara tersenyum, matanya yang besar tak berhenti berkedip tatkala memandangi sang calon suami.
"Ibu, kenapa kau tak bilang kalau calon suamiku ini sangat tampan?" bisik Nara pada sang Ibu.
Sang Ibu tersenyum, lalu membalas bisikan sang Putri.
"Kau, tidak akan menolaknya, 'kan?" tanya Ibu menggoda Nara.
Nara menggeleng pertanda ia ingin dinikahi oleh pria pilihan kedua orangtuanya.
Keluarga besar Nara dan sang Calon suami yang bernama Eric itu, segera mengumumkan tanggal pernikahan mereka yang akan digelar tiga hari lagi.
Tiga hari kemudian, pernikahan Nara dan Eric berlangsung begitu meriah. Tamu-tamu yang datang berasal dari keluarga kaya dan terpandang termasuk teman sekolah serta guru dari Nara.
"Paman, berarti mulai hari ini, Nara akan tinggal bersamamu?" tanya Nara, disela-sela penyambutan tamu undangan.
"Lalu? Kau berpikir akan tetap tinggal bersama orangtuamu?" tanya Eric dengan wajah datar.
Sepertinya Eric sma sekali tidak menyukai perjodohan ini. Ia nampak tak tertarik sedikitpun dengan kecantikan yang dimiliki Nara.
"Kenapa, wajah tampan itu sangat datar?" tanya Nara cemberut.
"Diamlah! Aku tidak suka jika kau cerewet seperti ini!" bentak Eric dengan nada suara dikecilkan.
Nara seketika terdiam, ia menatap wajah Eric dengan sedikit kesal.
Malam hari setelah acara pernikahan selesai. Eric dan Nara segera berangkat ke rumah baru mereka yang sengaja dibelikan kedua orangtua Eric. Sesampainya disana, Eric dan Nara segera masuk dan beres-beres.
"Aku, tidur dengan, Paman?" tanya Nara, dengan menenteng koper pinknya.
"Lalu? Kau ingin tidur pisah ranjang dengan suamimu?" Eric balik bertanya dengan wajah datar lagi.
"Kau menyebalkan sekali! Aku, hanya bertanya. Tapi, jawabanmu membuatku kesal," ketus Nara.
Eric tak peduli dengan ucapan Nara. Ia malah dengan santai masuk ke kamar dengan menenteng koper hitamnya.
Melihat sang suami yang telah pergi, Nara pun mengikutinya.
"Aku, mandi dulu," ucap Eric, sembari membuka dasi, jas, serta jam tangannya.
"Kenapa, kalau ingin malam pertama harus mandi dulu, yah?" tanya Nara, sembari duduk dikasur.
"Malam pertama?" tanya Eric, dengan mengerenyitkan dahinya.
Nara mengangguk sembari tersenyum dengan menunjukan barisan giginya yang rapi dan putih.
"Kupikir, kau adalah gadis yang polos," ucap Eric, lalu bergegas ke kamar mandi.
"Hisss, dasar menyebalkan!" ketus Nara.
Nara beranjak dari duduknya, lalu memeriksa setiap sudut kamar barunya itu bersama sang suami.
"Kamar yang sangat cantik," puji Nara.
Tak berapa lama, Eric keluar dari kamar mandi dan mendapati Nara yang tengah membuka sebuah laci di meja kerjanya.
"Menjauh dari tempat itu!" pintah Eric.
Nara seketika terkejut, tatkala suara bas Eric tiba-tiba menganggetinya.
"Jangan menyentuj barang-barangku!" pintah Eric lagi.
"Aku, hanya ingin melihat. Kenapa, tidak boleh?" tanya Nara, dengan nada suara ketakutan.
"Kuberitahu padamu. Semua barang-barang di rumah ini, tidak boleh ada yang menyentuh sedikitpun!" tegas Eric.
Bola mata Nara seketika berkaca-kaca, ia benar-benar tak tahan dengan sikap yang ditunjukan Eric padanya. Pria itu benar-benar bersikap seperti seorang monster. Nara berlari menuju ranjang, lalu duduk dengan air mata menetes dipipinya.
"Bahkan, ayah dan ibuku tidak pernah membetaku seperti ini. Tapi, kenapa kau membentakku?" tanya Nara, dengan wajah tertunduk.
Eric yang melihat sang istri tengah menangis, segera mendekatinya dan duduk disampingnya.
"Aku, hanya tidak suka jika ada orang yang menyentuh barang-barangku, tanpa seijinku," ucap Eric.
Nara mendongakan kepalanya, lalu menatap lekat wajah tampan sang suami.
"Kau, masih mengganggapku orang?" tanya Nara.
"Lalu, kalau bukan orang. Aku, mengganggapmu apa? Robot?" goda Eric, yang sengaja menenangkan suasana.
"Hisss, menyebalkan!" ketus Nara, dengan menggigit bibirnya kesal.
Bersambung ...
"Ayah, Ibu. Kenapa, kalian menjodohkanku?" tanya Nara, dengan nada pelan pada kedua orangtuanya.
Ayah dan Ibu Nara tersenyum mendengar pertanyaan sang Putri. Hingga membuat Nara menjadi sedikit kesal karena respon tersebut.
"Yah, agar ada yang bisa menjagamu," jawab Ayah. Ia merangkul sang Putri dengan gelagat meyakininya.
"Ayah dan Ibu, kan masih ada. Kenapa, malah menyuruh orang lain untuk menjagaku? Lagi pula, aku ini masih SMP. Aku, masih ingin bermain," ucap Nara kesal.
"Sudah, ikut saja kemauan Ayah dan Ibumu ini," sambung Ibu.
Tak berapa lama, calon suami Nara beserta kedua orangtuanya sampai ditempat dimana Nara melangsungkan acara ulang tahunnya.
"Mereka sudah sampai!" seru Ayah Nara. Ia mengajak istri dan Putrinya untuk menghampiri keluarga si pria.
Mereka pun saling sapa-menyapa, begitupun dengan Nara dan sang calon suami. Nara tersenyum, matanya yang besar tak berhenti berkedip tatkala memandangi sang calon suami.
"Ibu, kenapa kau tak bilang kalau calon suamiku ini sangat tampan?" bisik Nara pada sang Ibu.
Sang Ibu tersenyum, lalu membalas bisikan sang Putri.
"Kau, tidak akan menolaknya, 'kan?" tanya Ibu menggoda Nara.
Nara menggeleng pertanda ia ingin dinikahi oleh pria pilihan kedua orangtuanya.
Keluarga besar Nara dan sang Calon suami yang bernama Eric itu, segera mengumumkan tanggal pernikahan mereka yang akan digelar tiga hari lagi.
Tiga hari kemudian, pernikahan Nara dan Eric berlangsung begitu meriah. Tamu-tamu yang datang berasal dari keluarga kaya dan terpandang termasuk teman sekolah serta guru dari Nara.
"Paman, berarti mulai hari ini, Nara akan tinggal bersamamu?" tanya Nara, disela-sela penyambutan tamu undangan.
"Lalu? Kau berpikir akan tetap tinggal bersama orangtuamu?" tanya Eric dengan wajah datar.
Sepertinya Eric sma sekali tidak menyukai perjodohan ini. Ia nampak tak tertarik sedikitpun dengan kecantikan yang dimiliki Nara.
"Kenapa, wajah tampan itu sangat datar?" tanya Nara cemberut.
"Diamlah! Aku tidak suka jika kau cerewet seperti ini!" bentak Eric dengan nada suara dikecilkan.
Nara seketika terdiam, ia menatap wajah Eric dengan sedikit kesal.
Malam hari setelah acara pernikahan selesai. Eric dan Nara segera berangkat ke rumah baru mereka yang sengaja dibelikan kedua orangtua Eric. Sesampainya disana, Eric dan Nara segera masuk dan beres-beres.
"Aku, tidur dengan, Paman?" tanya Nara, dengan menenteng koper pinknya.
"Lalu? Kau ingin tidur pisah ranjang dengan suamimu?" Eric balik bertanya dengan wajah datar lagi.
"Kau menyebalkan sekali! Aku, hanya bertanya. Tapi, jawabanmu membuatku kesal," ketus Nara.
Eric tak peduli dengan ucapan Nara. Ia malah dengan santai masuk ke kamar dengan menenteng koper hitamnya.
Melihat sang suami yang telah pergi, Nara pun mengikutinya.
"Aku, mandi dulu," ucap Eric, sembari membuka dasi, jas, serta jam tangannya.
"Kenapa, kalau ingin malam pertama harus mandi dulu, yah?" tanya Nara, sembari duduk dikasur.
"Malam pertama?" tanya Eric, dengan mengerenyitkan dahinya.
Nara mengangguk sembari tersenyum dengan menunjukan barisan giginya yang rapi dan putih.
"Kupikir, kau adalah gadis yang polos," ucap Eric, lalu bergegas ke kamar mandi.
"Hisss, dasar menyebalkan!" ketus Nara.
Nara beranjak dari duduknya, lalu memeriksa setiap sudut kamar barunya itu bersama sang suami.
"Kamar yang sangat cantik," puji Nara.
Tak berapa lama, Eric keluar dari kamar mandi dan mendapati Nara yang tengah membuka sebuah laci di meja kerjanya.
"Menjauh dari tempat itu!" pintah Eric.
Nara seketika terkejut, tatkala suara bas Eric tiba-tiba menganggetinya.
"Jangan menyentuj barang-barangku!" pintah Eric lagi.
"Aku, hanya ingin melihat. Kenapa, tidak boleh?" tanya Nara, dengan nada suara ketakutan.
"Kuberitahu padamu. Semua barang-barang di rumah ini, tidak boleh ada yang menyentuh sedikitpun!" tegas Eric.
Bola mata Nara seketika berkaca-kaca, ia benar-benar tak tahan dengan sikap yang ditunjukan Eric padanya. Pria itu benar-benar bersikap seperti seorang monster. Nara berlari menuju ranjang, lalu duduk dengan air mata menetes dipipinya.
"Bahkan, ayah dan ibuku tidak pernah membetaku seperti ini. Tapi, kenapa kau membentakku?" tanya Nara, dengan wajah tertunduk.
Eric yang melihat sang istri tengah menangis, segera mendekatinya dan duduk disampingnya.
"Aku, hanya tidak suka jika ada orang yang menyentuh barang-barangku, tanpa seijinku," ucap Eric.
Nara mendongakan kepalanya, lalu menatap lekat wajah tampan sang suami.
"Kau, masih mengganggapku orang?" tanya Nara.
"Lalu, kalau bukan orang. Aku, mengganggapmu apa? Robot?" goda Eric, yang sengaja menenangkan suasana.
"Hisss, menyebalkan!" ketus Nara, dengan menggigit bibirnya kesal.
Bersambung ...
aryanti.story dan 69banditos memberi reputasi
2
1K
3
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan