Kembali lagi dalam obrolan warung kopi. Tidak lupa disclaimer dari TS, I'm no body, tidak punya jasa atau gelar profesor. Cuma orang yang hobinya mager dan menonton polah tingkah manusia.

Setelah trit yang kemarin, membahas soal bedanya negara susah maju vs negara gampang maju, ternyata muncul sebuah isu di sana.

Dan selama berkaskus ria cukup lama, sebenarnya ide yang TS lihat itu, rasanya sudah muncul berulang-ulang di kaskus ini.

Cara penyampaiannya bisa berbeda-beda, kalimat yang digunakan juga bervariasi, tapi kurang lebih mengusung ide yang sama.

Yaitu bahwa agama adalah sebuah konsep kuno yang menjadi penghalang atau penghambat bagi satu bangsa untuk berkembang menjadi maju.

-----

Berusaha berpikir secara kritis dan obyektif, maka TS tidak ingin buru-buru, pro atau kontra, terhadap pendapat tersebut. Jadi TS coba menulusuri kira-kira yang menjadi dasar munculnya pemikiran tersebut itu apa sih?

Setelah mencoba berkelana sedikit di perkaskusan, memberanikan diri terjun di medan panas sf BP, memastikan tidak tersesat di sfDP, lalu tetirah sebentar di sfth.

TS menyimpulkan pemikiran bahwa agama menjadi penghambat kemajuan, muncul dari proses mengamati dan membandingkan trend di negara-negara maju, yang mengedepankan sains dan teknologi daripada agama.

Kalau benar demikian, maka TS memiliki sebuah kritik bagi mereka yang berpendapat bahwa agama itu adalah faktor penghambat kemajuan sebuah negara dan bangsa.

Tidak bisa menilai kontribusi agama (negatif atau positif, besar atau kecil) pada sebuah bangsa dan negara, hanya dengan melihat trend yang terjadi saat ini, ketika negara-negara tersebut sudah menjadi negara maju.

Seharusnya, untuk menilai bagaimana kontribusi agama bagi perkembangan sebuah negara maju, kita harus mundur jauh ke belakang, karena kemajuan suatu negara adalah proses yang panjang.

Dan kalau kita mundur ke belakang, ke awal-awal di mana benih-benih kemajuan itu bisa dilihat mulai bersemi, maka agama sebenarnya memiliki peran yang positif dalam membangun etos kerja, tradisi keluarga yang kuat, serta moral etika, dsb; di mana faktor-faktor tersebut menjadi sebuah modal besar yang sanggup menjadi energi yang mendorong kemajuan negara itu.

Di Amerika Serikat dan Eropa misalnya, akan kental dengan nilai-nilai kekristenan. Atau Jepang yang kental nuansa Zen Buddhism.

Sementara di China, yang menjadi tempat lahirnya konfusianisme, memang sempat terjadi pembinasaan besar-besaran yang terstruktur oleh pemerintah komunis, akan tetapi toh pada akhirnya sebuah pandangan hidup yang sudah meresap dalam sendi-sendi kehidupan tidak bisa dihilangkan begitu saja dan diam-diam masih menjadi sebuah ruh yang melahirkan nasionalisme, altruisme, dll; bahkan di tengah korupsi para pejabatnya.

---

Tentu tidak semuanya positif, tercatat berbagai benturan antara sains dan agama dalam beberapa isu.

Namun jika ditelisik lebih dalam, seringkali ternyata penemu di bidang sains itu sendiri juga seorang yang beragama.

Maka dengan ini TS menyatakan tidak setuju, apabila agama dikatakan sebagai barang kuno yang menghambat kemajuan sebuah bangsa dan negara.

Penggalian nilai-nilai yang salah dalam sebuah agama, itu yang menghambat.

Menempatkan agama dan sains pada posisi yang tidak tepat, bahkan terkadang seakan menaruhnya dalam posisi yang bertentangan, itu yang menghambat.

Ribut dengan kulit luar dan atribut keagamaan, daripada berusaha menggali nilai-nilai spiritualnya, itu yang jadi penghambat.

Agama sendiri, bila diletakkan dengan tepat, digali dengan benar, dst; justru bisa menjadi kekuatan spiritual yang mendukung kemajuan sebuah bangsa.

Contoh terkecil saja yang tidak mungkin disangkal adalah : agama apa yang membenarkan pencurian? Kl satu itu saja bisa dihayati dan diamalkan di Indonesia (yang katanya negara beragama), berapa trilyun rupiah anggaran negara yang bisa diselamatkan? Tanpa perlu ada KPK.