Kaskus

Entertainment

newsmerahputihAvatar border
TS
newsmerahputih
Kelulusan SMA Enggak Seru Tanpa Buku Kenangan
Kelulusan SMA Enggak Seru Tanpa Buku Kenangan

Merahputih.com - PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) mikro imbas meroketnya kasus COVID-19 di Indonesia membuat keluarga kami menerapkan pengetatan kegiatan di luar rumah. Sejak bulan lalu, kami hanya keluar satu kali saja untuk mengantarkan adik vaksin. Ia menjadi orang paling telat vaksin di keluarga kami karena usianya masih di bawah 18 tahun.

Meski terbilang sebagai anak mageran, kelamaan di rumah pun kadang membuat aku muak. Saking gabut-nya, aku berinisiatif untuk membenahi barang-barang jarang dipakai, sampai akhirnya berjumpa buku kenangan sekolah alias buku tahunan bermandi debu.

Kelulusan SMA Enggak Seru Tanpa Buku Kenangan

Pikiranku pun melayang jauh ketika masih menempuh ilmu menggunakan seragam formal. Saat SMA, kami tidak memiliki panitia buku kenangan atau tahunan. Satu kelas ikut campur di setiap pengambilan keputusan. Sialnya, justru kelas kami lebih sibuk beradu argumentasi ketimbang membahas hal-hal penting dan teknis.

Pertama-tama, hal perdebatan seputar konsep foto. Satunya ingin konsep 70s, satunya mau modern, satunya mau sporty. Adu pendapat tak terhindarkan. Terlalu banyak ide memang bikin suasana rapat sedikit panas, sampai akhirnya voting dilakukan. Setiap murid harus membuat kelompok berisi empat sampai enam orang lalu mengusulkan tema.

Kelulusan SMA Enggak Seru Tanpa Buku Kenangan

Meski terdengar mudah, muncul lagi perdebatan baru. Di mana lokasi pemotretan year book bisa mencangkup beragam tema? Demi mengirit biaya fotografer, tentunya tidak boleh memilih banyak tempat karena harus bayar lagi. Belum lagi berdebat soal siapa akan menjadi fotografer. Ada merekomendasikan sepupunya, kakaknya, bahkan sampai dirinya sendiri.

Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya aku dan kelima teman lainnya memilih tema glamour girls. Empat jam sebelum pemotretan di rooftop lounge bilangan Jakarta, para gadis-gadis cilik tersebut pun mendatangi rumah aku untuk berdandan bersama. Pada masa itu, anak perempuan SMA sama sekali tidak boleh menggunakan riasan di sekolah. Kami saat itu belum begitu tertarik dengan hal-hal seperti itu. Setiap hari di SMA kegiatannya hanya main, makan, dan stres belajar. Penampilan fisik bukan menjadi hal penting.

Kelulusan SMA Enggak Seru Tanpa Buku Kenangan

Alhasil, kami semua kebingungan harus tampil seperti apa. Apa itu glamour? Seperti apa sih tampilan perempuan dewasa berkelas? Apakah harus berbusana feminin? Tutorial YouTube pun menjadi bekal kami dalam berias.

Ada spesialis nyatok rambut, spesialis make-upin teman, ada juga sudah bodo amat di depan. Singkat cerita, kami sudah terlihat cantik-cantik 'bak perempuan dewasa' dan berangkat menuju ke tempat pemotretan. Pemotretan berjalan lancar, kami pun tampil percaya diri di depan kamera.

Kelulusan SMA Enggak Seru Tanpa Buku Kenangan

Kini aku pun cekikan sendiri menyaksikan hasil year book kami. Dandanan kami menor, perpaduan warna pada pakaian kurang pas, dan pose kami sangatlah awkward. Apalagi ditambah dengan pesan dan cita-cita buku kenangan. Ternyata, astronot merupakan impianku ketika masih pubertas.

Tidak berhenti di situ saja. Kami ternyata harus mengambil foto di sekolah. Seperti biasa, akan ada adegan fotografer mengambil foto kami dari lantai tiga, dan akan berdiri di terik sinar matahari menyengat sambil membentuk huruf XII IPS 2. Kalau kompak, hasil fotonya memang bisa selesai dalam waktu 30 menit. Namun kami suka bercanda-canda dan berdiri tidak tegak membuat pemotretannya jadi berlangsung satu hari. Biasanya, foto ini akan ditampilkan di halaman terakhir buku kenangan.

Kelulusan SMA Enggak Seru Tanpa Buku Kenangan

Di masa pemberlakuan pembelajaran jarak jauh dari rumah masing-masing ketika pandemi tak ada lagi kenangan membuat buku tahunan. Kebanyakan sekolah tidak membuat buku kenangan sekolah. Di masa pandemi, kententuan menjaga jarak membuat anak-anak murid tak lagi beroleh izin merencanakan buku kenangan karena akan menimbulkan keramaian.

Meski secara bentuk dan tampilan tak lagi sama, beberapa anak murid tetap mendokumentasikan momen berupa foto maupun video di masa 'Putih Abu-Abu' dengan membuat video kenangan. Video tersebut secara prinsip mirip buku tahunan atau buku kenangan. Bedanya, di dalam video enggak cuma ditampilkan foto melainkan video juga kesaksian para murid, guru, satpam, sampai orang kantin, di masa pandemi saat sekolah benar-benar kosong.

Kelulusan SMA Enggak Seru Tanpa Buku Kenangan

Uniknya lagi ada siswa membuat satu akun Instagram khusus kelas mereka untuk menampung foto dan video mereka. Ada satu admin memasok bahan-bahan untuk diunggah. Dari situ memang di masa sekarang kenangan terlihat dalam hitungan bulan terakhir. Namun, ketika sudah lulus, sibuk dengan urusan kuliah, apalagi sudah kerja, punya anak, pasti kembali mencari akun tersebut dan berusaha merajut kenangan.

Meski kini aku bukan astronot, hidup tetap terasa menyenangkan. Apalagi setelah bernostalgia dan melihat sejauh mana aku telah berkembang hari ini. Di buku kenangan pun, aku bisa mengenang senyuman seorang teman lama baru saja menghembuskan napas terakhirnya karena terpapar COVID-19 minggu lalu.

Sumber
aldi1805Avatar border
cheria021Avatar border
eyefirst2Avatar border
eyefirst2 dan 9 lainnya memberi reputasi
8
1.2K
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan