- Beranda
- Komunitas
- News
- Citizen Journalism
Negara Dikalahkan Ormas NU


TS
NegaraTerbaru
Negara Dikalahkan Ormas NU
Spoiler for Wapres:
Spoiler for Video:
“The greatest power is not money power, but political power” – Walter Annenberg (Diplomat dan Pengusaha AS)
Kutipan dari pengusaha asal negeri Paman Sam tersebut dapat dibilang janggal. Sebab ia adalah perintis kemakmuran keluarga Annenberg yang menyebabkan keluarga tersebut menjadi keluarga terkaya pada tahun 2015 versi majalah Forbes. Ditambah pula dengan AS yang terkenal sebagai negara kapitalis. Bukankah seharusnya Walter Annenberg menilai uang adalah kekuatan terbesar di dunia?
Ternyata tidak. Baginya kekuatan politiklah yang menjadi faktor utama sebagai tolak ukur kekuasaan. Kekuatan politik bahkan dapat mengubah suatu kebijakan negara.
Hal itu berlaku pula di Indonesia yang kini tengah mengalami rekor peningkatan kasus Covid-19.
Telah kita ketahui bersama, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sudah berlangsung sejak 3 Juli 2021. Namun selama pelaksanaannya masih banyak daerah yang abai terhadap penerapan protokol kesehatan (prokes).
Pada 13 Juli 2021 Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pekan ini terjadi kenaikan jumlah kelurahan yang kepatuhan memakai masker warganya kurang dari 60 persen. Jika sebelumnya sebanyak 2.654 kel/desa, kini menjadi 3.455 kel/desa.
Wiku membeberkan, dari jumlah tersebut, paling banyak berasal dari Jawa Timur (569 kel/desa tidak patuh), Aceh (558 kel/desa tidak patuh), Jawa Barat (481 kel/desa tidak patuh), Jawa Tengah (270 kel/desa tidak patuh), dan Gorontalo (212 kel/desa tidak patuh).
“Ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya kel/desa yang warganya abai dalam menjalankan protokol Kesehatan,” kata Wiku.
Sumber : Tirto[PPKM Darurat, Satgas COVID-19 Sebut Banyak Daerah Masih Abai Prokes]
Menarik, sebab 3 dari 5 provinsi (Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah) yang kelurahan atau desanya tidak mematuhi prokes, merupakan daerah utama blok NU, daerah yang kental dengan masyarakatnya yang bernafaskan tradisional keagamaan.
Kenyataan dari data tersebut juga menandakan bahwa pemicu ledakan Covid-19 setelah mudik dan lebaran dapat dipastikan adalah imbas dari kegiatan tradisional keagamaan di kel/desa ketiga provinsi tersebut yang tak mematuhi prokes.
Coba kita tengok saja sebelum mudik lebaran, Covid-19 sudah terkendali khususnya di kota-kota besar. Sedangkan di daerah selama ini masih misteri, karena wilayah-wilayah yang memiliki basis tradisional keagamaan kuat NU ogah mematuhi protokol kesehatan. Buktinya, selain dari fakta yang dibeberkan oleh Jubir Satgas Covid-19, adalah pesantren yang tatap muka saat sekolah lain dilarang untuk tatap muka.
Hal ini diperparah pula dengan varian delta ataupun varian lain yang mudah menular yang masuk ke Indonesia melalui TKI. Masih ingatkah kita soal lonjakan kasus Covid-19 besar-besaran setelah mudik lebaran yang terjadi di Covid-19 di Bangkalan dan Kudus?
Pada 9 Juni 2021 lalu, Jubir Wiku mengatakan bahwa ledakan kasus virus corona di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, dipicu oleh klaster keluarga yang mulai muncul usai lebaran. Varian virusnya sendiri disebut dibawa oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang pulang kampung.
Sumber : CNN Indonesia [Lonjakan Corona Bangkalan Terkait Mudik, Varian Dibawa TKI]
Lalu pada 13 Juni 2021, giliran Menkes Budi Gunadi Sadikin yang membeberkan terjadi ledakan kasus Covid-19 di Kudus akibat varian Delta. Menurut Menkes, penularan virus corona delta terjadi karena banyaknya pekerja migran Indonesia yang pulang.
Sumber : Tribunnews [Covid-19 Kudus dari Varian India, Ditengarai Menular dari TKI yang Pulang dan Pekerja Pelabuhan]
Menarik untuk disimak, kedua daerah tersebut merupakan daerah dengan nilai tradisional keagamaan NU yang sangat kental.
Sehingga kita dapat membaca alur dari transimisi Covid usai mudik lebaran. Pada awalnya TKI pulang kampung dengan membawa varian Delta ataupun varian-varian cepat menular lainnya. Kemudian virus tersebut bertransimi di kampung-kampung yang ketat dengan nilai tradisional keagamaan NU dimana prokes tidak dipatuhi. Lalu virus tersebut akhirnya menulari pemudik yang berasal dari kota-kota besar. Terakhir, arus balik pemudik dibawa kembali ke kota, sehingga menyebabkan ledakan Covid-19 seperti yang terjadi saat ini.
Oleh karena itulah menjadi pertanyaan bagi pemerintah mengapa sebelumnya angka Covid-19 yang dapat terkendali tiba-tiba jadi meledak. Sementara prokes di perkotaan sudah berjalan sebagaimana mestinya. Maka jawabannya tak lain adalah pusat transmisi kali ini berasal dari wilayah pedesaan yang kental dengan nilai tradisional keagamaan.
Tapi hal ini ternyata ditutup-tutupi oleh daerah yang memiliki nilai tradisional keagamaan NU. Seperti Jabar yang pada mulanya hanya melaporkan 2 zona merah. Kemudian Jatim yang melaporkan 1 zona merah di Bangkalan. Ketika dipaparkan Satgas Covid banyaknya zona merah di Jawa dan Bali, akhirnya Jabar mengakui adanya belasan zona merah. Lalu setelah Gubernur Khofifah terkena covid untuk kedua kali, akhirnya Wagub Jatim Emil Dardak mengakui ada belasan zona merah di 472 titik di Jatim.
Itu lah mengapa pemerintah melalui PPKM Darurat di Jawa-Bali pada awalnya memberlakukan aturan yang menutup rumah ibadah sementara selama aturan itu berjalan.
Namun ternyata belakangan pemerintah mengubah aturan penutupan tempat ibadah selama PPKM Darurat. Dalam aturan terbaru, pemerintah tetap membuka tempat ibadah, meski tetap melarang kegiatan keagamaan di sana.
"Tempat ibadah (masjid, mushola, gereja, pura, vihara, dan klenteng serta tempat lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah), tidak mengadakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjamaah selama penerapan PPKM Darurat dan mengoptimalisasi pelaksanaan ibadah di rumah," demikian bunyi salah satu poin dalam aturan tersebut.
Sumber : CNN Indonesia [Revisi PPKM Darurat: Masjid Dibuka, Salat Tetap di Rumah]
Apakah aturan tersebut akan benar-benar dijalankan? Ajakan untuk mematuhi prokes sebatas penggunaan masker saja yang sampai membuat mulut pemerintah berbuih masih tak dipatuhi oleh daerah-daerah blok NU tersebut. Apalagi dengan direvisinya aturan PPKM Darurat soal pembukaan rumah ibadah.
Usut punya usut, ternyata revisi aturan PPKM Darurat dengan pembukaan kembali tempat ibadah merupakan keinginan dari para kyai yang daerahnya terdampak aturan itu. Pada tanggal 12 Juli 2021, Wakil Presiden Maruf Amin menyebut pembukaan kembali tempat ibadah seperti masjid dan musala di masa PPKM Darurat sudah sesuai dengan tuntutan para kyai dan ulama.
Wapres Maruf yang juga tokoh NU ini bercerita banyak mendapat protes dari masyarakat imbas penutupan tempat ibadah di tengah PPKM Darurat. Ia mengaku sudah berusaha agar tempat ibadah tidak di tutup seluruhnya.
Maruf mengatakan keputusan untuk membuka tempat ibadah untuk mencegah perbedaan dan diskriminasi dalam kebijakan PPKM Darurat. Sebab, banyak pihak yang mengeluhkan terjadi perbedaan ketika masjid ditutup, namun di sisi lain resepsi masih diperbolehkan dalam PPKM Darurat.
Akhirnya pemerintah pun merevisi kebijakan dengan memperbolehkan membuka masjid dan melarang acara resepsi.
Sumber : CNN Indonesia [Ma'ruf Sebut Pembukaan Masjid Saat PPKM Sesuai Tuntutan Kiai]
Sungguh aneh, dengan kenyataan fakta tak patuhnya prokes dari daerah yang kental dengan nilai tradisional keagamaannya, mengapa pemerintah malah mengakomodir permintaan para kyai NU yang diwakilkan oleh Maruf Amin agar rumah ibadah seperti masjid dan musala tetap dibuka?
Jika memang alasannya karena merasakan ketidakadilan soal resepsi pernikahan yang tetap diperbolehkan, mengapa aturan PPKM Darurat tidak direvisi dengan melarang keduanya, baik rumah ibadah maupun resepsi pernikahan?
Walaupun dihadapkan pada fakta bahwa daerah yang memiliki nilai NU yang kental justru menjadi daerah yang paling tak patuh prokes, perubahan aturan PPKM Darurat demi mengakomodir kepentingan kyai, khususnya dari pihak NU menunjukkan bahwa mereka berhasil menekan pemerintah.
Inilah yang kita sebut dengan negara dikalahkan ormas. Negara kalah dengan mereka yang sedari awal menolak prokes, menolak ikut susah, selalu ingin bikin aturan sendiri.
Negara yang berkewajiban melindungi seluruh rakyatnya lewat aturan PPKM Darurat kalah dengan tekanan ormas.
Negara kalah dengan kekuatan politik dari ormas.
Diubah oleh NegaraTerbaru 16-07-2021 11:11






diegofawzi dan 6 lainnya memberi reputasi
5
2.1K
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan