- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ditolak Singapura, Studi Chili Sebut Vaksin Sinovac Efektif


TS
Ribao
Ditolak Singapura, Studi Chili Sebut Vaksin Sinovac Efektif
Quote:
Jakarta, CNN Indonesia -- Hasil studi di lapangan terhadap vaksin Sinovac menunjukkan efektivitas perlindungan yang lebih tinggi terhadap penularan dan pencegahan pasien Covid-19 yang mesti mendapat perawatan rumah sakit.
Berdasarkan laporan akademik yang diterbitkan Rabu (7/7) menunjukkan vaksin Sinovac CoronaVac 65,9 persen efektif untuk mencegah kasus bergejala, 87,5 persen efektif mencegah pasien mendapat rawat inap.
Selain itu, vaksin ini juga efisien 90,3 persen mencegah masuk ICU, dan 86,3 persen mencegah kematian akibat infeksi virus corona. Dengan demikian vaksin ini dapat menyelamatkan nyawa dan mengurangi ketergantungan mereka yang positif Covid-19 untuk dirawat di rumah sakit.
Dalam jurnal yang diterbitkan NEJM, penelitian dilakukan dari 2 Februari hingga 1 Mei 2021 menggunakan metode kohort nasional prospektif.
Hasil penelitian ini sangat berharga sebagai referensi. Sebab, para peneliti menyebut Chili memiliki tingkat pengujian tertinggi untuk COVID-19 di Amerika Latin, akses perawatan kesehatan universal, dan sistem pelaporan publik standar untuk statistik vital.
Chili juga sebelumnya sempat mengalami peningkatan infeksi pada pertengahan Mei hingga awal Juni. Zhuang Shilihe, seorang ahli berbasis di Shanghai yang ikut dalam tim penelitian vaksin menyebut hal itu terjadi akibat tidak diterapkan kebijakan non-lockdown nasional.
Shilihe menanggapi itu menyikapi laporan baru-baru ini dari CNBC yang menyoroti enam negara di mana vaksin buatan China tersebut digunakan dengan tingkat infeksi Covid-19 masih tinggi, termasuk di Chili.
Sementara itu efisiensi Coronavac (Sinovac) terhadap rawat inap dilaporkan lebih dari 90 persen dalam penelitian di Brasil dan Indonesia.
Hal ini mendapatkan apresiasi lokal atas kontribusinya dalam menurunkan tingkat infeksi dan secara efektif menghindari keruntuhan sistem medis.
Penolakan Singapura
Di sisi lain Sinovac juga mendapat komentar sinis dari sejumlah negara, salah satunya Singapura.
Mengutip Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung, ia menyiratkan pemerintah Singapura diskriminatif terhadap penerima dengan vaksin Cina. Sejauh ini, hanya vaksin Moderna dan Pfizer-BioNTech yang berada di bawah program vaksinasi nasional Singapura untuk suntikan gratis.
Namun begitu, seorang warga negara Singapura yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan beberapa orang tua atau rentan, lebih cenderung memilih CoronaVac. Pasalnya nilai efikasi vaksin ini tetap sama bagi pada warga dengan usia di atas 60 tahun.
Dalam tanggapan sebelumnya, Otoritas Ilmu Kesehatan Singapura (HSA) mengatakan masih menunggu data tambahan CoronaVac, terutama untuk data varian Delta yang menular, sebelum dapat diberikan untuk hak istimewa.
Efektif Terhadap Varian Delta
Juru bicara Sinovac Liu Peicheng meyebut laporan Reuters yang menyebut efikasi CoronaVac turun tiga kali melawan varian Delta tidak akurat dan lengkap. Ia menyebut hasil penelitian keampuhan vaksin terhadap varian Delta akan keluar dalam beberapa hari mendatang.
Ahli epidemiologi top China Zhong Nanshan mengatakan pada 28 Juni vaksin China efektif melawan varian Delta yang pertama kali terdeteksi di India. Ia iuga mendesak lebih banyak orang untuk divaksinasi.
Semua vaksin COVID-19 yang ada dikembangkan berdasarkan varian yang beredar pada 2020, sehingga khasiatnya terhadap varian Delta sama.
Sejauh ini belum ada penelitian yang membandingkan kemanjuran vaksin terhadap Delta. Tapi secara global disepakati vaksin yang ada tetap efektif terhadap varian Delta, dan WHO belum mengeluarkan peringatan untuk meminta produsen vaksin mengganti varianproduksi vaksin.
Seorang ahli imunologi yang berbasis di Beijing mengatakan secara teori vaksin yang tidak aktif membawa semua antigen virus, sehingga mereka dapat menetralkan cakupan varian yang lebih luas. Kemanjurannya melawan mutasi harus lebih baik daripada vaksin mRNA, tetapi ini membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Sejauh ini opini media mengenai Sinovac tidak menyurutkan kepercayaan publik Chile. Sudah 17.296 orang telah menerima satu dosis vaksin CoronaVac, dengan dua laporan efek samping tidak serius yang diterima, menurut kementerian kesehatan Chili.
Prasangka buruk
Sebelumnya beredar pemberitaan oleh media Barat yang mengaku mendapat bocoran memo di Thailand yang mendorong agar para pekerja medis mendapat suntikan vaksin tambahan.
Sebelumnya, para pekerja medis ini sudah mendapat suntikan dua dosis vaksin Sinovac. Namun mereka diminta untuk mendapat suntikan tambahan dari vaksin mRNA sebagai penguat (booster). Hal ini lantas menimbulkan kekhawatiran atas kemanjuran vaksin Sinovac.
Namun, kebenaran surat ini ditepis oleh pejabat kesehatan senior nasional Opas Karnkimpoipong.
Namun, kepada Global Times, para ahli mengatakan praktik mencampur dan mencocokkan berbagai jenis vaksin telah menjadi praktik umum di banyak negara. Negara-negara seperti Singapura, Inggris, dan juga Hong Kong melakukan hal itu untuk meningkatkan efektivitas vaksin.
Upaya pencampuran ini disebut tidak menjadi bukti penolakan atas efektivitas vaksin Sinovac. Peneliti China juga tertarik melihat apakah suntikan campuran dapat membawa respons kekebalan yang lebih baik atau tidak.
Kematian di Indonesia
Kabar seorang ilmuwan Indonesia yang mengepalai studi vaksin Sinovac diduga meninggal akibat Covid-19 menjadi pemicu bagi sejumlah media menantang CoronaVac.
Namun, Bio Farma, lembaga tempat Novilia Sjafri Bachtiar bekerja, belum dapat memastikan penyebab kematiannya. Apakah Novilia telah divaksinasi lengkap oleh Sinovac juga belum diketahui.
"Jika ini adalah kematian yang dikonfirmasi dari penyakit coronavirus setelah dua suntikan CoronaVac, kita kemudian dapat menyimpulkan bahwa Sinovac kurang dari 100 persen efektif dalam mencegah kematian," kata pakar imunologi anonim yang berbasis di Beijing.
Meninggalnya ilmuwan Indonesia itu tak menampik data uji klinis Sinovac sebelumnya. Selain itu, ada faktor lain sebagai penyebab kematian setelah suntikan yang sangat kompleks, mungkin termasuk penyakit, infeksi tak diketahui, kegagalan sistem kekebalan tubuh, atau reaksi lain terhadap obat.
Para ahli kini mengimbau media untuk berhenti memperkuat informasi bias, tidak menguntungkan, dan menyesatkan tentang vaksin China. Diminta juga untuk membangun kepercayaan masyarakat pada vaksin buatan China dan mengikuti data, serta pedoman ilmiah terutama pada saat vaksin melawan COVID-19 masih banyak.
(ryh/eks)
Sumber :
https://www.cnnindonesia.com/teknolo...inovac-efektif



valkyr9 memberi reputasi
1
1.1K
Kutip
12
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan