- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pendukung Jokowi jadi komisaris, Faisal Basri: Baca neraca keuangan saja tidak bisa


TS
lowbrow
Pendukung Jokowi jadi komisaris, Faisal Basri: Baca neraca keuangan saja tidak bisa
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Faisal Basri mengkritik proses penunjukan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Faisal mengatakan, jabatan komisaris saat ini kerap menjadi bentuk ucapan terima kasih terhadap pihak yang telah membantu Jokowi hingga terpilih.
“Komisaris dijadikan alat untuk menyerap yang telah berjuang bersama-sama dengan Pak Jokowi,” kata Faisal, ketika diwawancarai wartawan senior Harian Kompas Budiman Tanuredjo, dikutip dari Kompas.id, Senin (28/6/2021).
Ucapan terima kasih atau membangun loyalty. Ini kan jabatan komisaris kan gajinya lumayan ya, tergantung pada direksi sih,” ujar dia.
Selain itu, Faisal berpandangan, posisi komisaris BUMN juga menjadi alat kooptasi. Pasalnya siapa pun yang menjabat komisaris, tidak lagi dapat mengkritik pemerintah secara leluasa. “Enggak bisa mengkritik lagi dong. Kan sudah komisaris. Itu ongkos yang harus kita bayar,” kata Faisal.
Faisal menekankan, situasi seperti itu akan berpengaruh pada aspek good corporate governance di BUMN. Sebab, kinerja komisaris menjadi tidak maksimal. Kemudian muncul gagasan kursus bagi komisaris.
“Harusnya komisaris itu menjalankan fungsi, kalau di politik itu check and balances, itu mandul. Karena apa? Karena mereka baca neraca keuangan saja tidak bisa. Makanya ada gagasan kursus komisaris,” ucap dia.
Praktik memberi jatah komisaris bagi pendukung Jokowi memang sudah berkali-kali menuai kritik. Akan tetapi, pemberian jatah masih terus dilakukan oleh pemerintah.
Belakangan, Masyarakat mengkritik penunjukan gitaris Slank, Abdee Negara, sebagai komisaris independen PT Telkom Indonesia.
Sebelum Abdee, sejumlah nama pendukung Jokowi telah menjabat sebagai komisaris BUMN, antara lain Fadjroel Rachman, Andi Gani Nena Wea, Lukman Edy, Kristia Budiyarto, dan Irma Suryani Chaniago.
https://nasional.kontan.co.id/news/p...aja-tidak-bisa
Faisal mengatakan, jabatan komisaris saat ini kerap menjadi bentuk ucapan terima kasih terhadap pihak yang telah membantu Jokowi hingga terpilih.
“Komisaris dijadikan alat untuk menyerap yang telah berjuang bersama-sama dengan Pak Jokowi,” kata Faisal, ketika diwawancarai wartawan senior Harian Kompas Budiman Tanuredjo, dikutip dari Kompas.id, Senin (28/6/2021).
Ucapan terima kasih atau membangun loyalty. Ini kan jabatan komisaris kan gajinya lumayan ya, tergantung pada direksi sih,” ujar dia.
Selain itu, Faisal berpandangan, posisi komisaris BUMN juga menjadi alat kooptasi. Pasalnya siapa pun yang menjabat komisaris, tidak lagi dapat mengkritik pemerintah secara leluasa. “Enggak bisa mengkritik lagi dong. Kan sudah komisaris. Itu ongkos yang harus kita bayar,” kata Faisal.
Faisal menekankan, situasi seperti itu akan berpengaruh pada aspek good corporate governance di BUMN. Sebab, kinerja komisaris menjadi tidak maksimal. Kemudian muncul gagasan kursus bagi komisaris.
“Harusnya komisaris itu menjalankan fungsi, kalau di politik itu check and balances, itu mandul. Karena apa? Karena mereka baca neraca keuangan saja tidak bisa. Makanya ada gagasan kursus komisaris,” ucap dia.
Praktik memberi jatah komisaris bagi pendukung Jokowi memang sudah berkali-kali menuai kritik. Akan tetapi, pemberian jatah masih terus dilakukan oleh pemerintah.
Belakangan, Masyarakat mengkritik penunjukan gitaris Slank, Abdee Negara, sebagai komisaris independen PT Telkom Indonesia.
Sebelum Abdee, sejumlah nama pendukung Jokowi telah menjabat sebagai komisaris BUMN, antara lain Fadjroel Rachman, Andi Gani Nena Wea, Lukman Edy, Kristia Budiyarto, dan Irma Suryani Chaniago.
https://nasional.kontan.co.id/news/p...aja-tidak-bisa






anton2019827 dan 31 lainnya memberi reputasi
28
11K
243


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan