LordFaries4.0Avatar border
TS
LordFaries4.0
Mereka Masih Meminang Ahok

Perjalanan politik Ahok bagai gelombang air laut yang pasang surut. Karier politiknya belum berakhir setelah Pilkada DKI 2017 menghempaskan namanya dengan kasus penistaan agama. Namanya muncul di survei calon presiden.

“Bisa bayangkan nggak, kalau Ahok tiba-tiba dimunculkan sebagai calon presiden 2024?

“Nggak. Terlalu absurd. Ruwet.”

“Lho, mengapa?”

“Kita sudah terlalu lelah dengan urusan agama dalam politik. Pusing!”

“Nyatanya, dalam survei-survei namanya selalu muncul?”

Ahok, atau nama resminya Basuki Tjahaja Purnama (BTP) adalah buah reformasi yang berubah menjadi buah simalakama. Kadang dibenci, tapi juga dipinang. Meskipun dalam “politik resmi” tereliminasi, tetapi dalam ingatan publik masih cukup kuat terpateri sebagai sosok pemimpin.

Mengapa Ahok harus disingkirkan dari dunia politik, kita semua sudah mahfum. Yang kita tidak harus maklum, adalah ingatan publik yang bekasnya mengguratkan legenda.

Dalam survei terakhir Litbang Kompas (April 2021), nama Ahok masih disebut oleh 3,1 persen responden, sejajar dengan nama-nama pesohor papan menengah seperti Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono, Ridwan Kamil, dan Tri Rismaharini.

Di papan atas, masih bertengger Jokowi, Prabowo Subianto, dikuti oleh Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Ahok di urutan nomor delapan. Dalam survei sebelumnya (Januari 2021), nama Ahok juga muncul di urutan ketujuh, dipilih oleh 3,4 persen.

Dengan modal 3,1 persen, jika kita ekstrapolasikan ke jumlah pemilih dalam Pemilu 2019 yang 190 juta, maka setidaknya Ahok punya dukungan sebesar 5.890.000 pemilih.

Angka ini terlihat kecil jika dibandingkan dengan total pemilih, tetapi sesungguhnya nilainya kira-kira hampir sama dengan keseluruhan pemilih di Provinsi Sumatera Selatan yang berjumlah 5.877.575 orang.

Terlebih, jika faktor Jokowi dihilangkan. Pemilih Jokowi akan mengalihkan dukungan ke Ahok dengan menyumbangkan suara sebesar 1,8 persen. Artinya, tanpa Jokowi. jumlah peminang Ahok meningkat menjadi 4,9 persen.

Jika diekstrapolasi ke jumlah pemilih, kira-kira senilai 9.310.000 pemilih, atau hampir setara dengan keseluruhan jumlah pemilih di Sumatera Utara yang berjumlah 9.785.753 orang. Lumayan juga, kan?

Ahok memang menjadi sosok yang mengalami peningkatan suara dukungan paling masif dibanding tokoh-tokoh lainnya, jika Jokowi tidak lagi dapat dicalonkan. Suaranya mengalami kenaikan sebesar 58,6 persen, tertinggi dibandingkan tokoh-tokoh lain.

Ganjar Pranowo, misalnya, yang selama ini merupakan sosok terpopuler di antara tokoh-tokoh PDI-P, hanya mengalami kenaikan elektabilitas 38,4 persen, dari 7,3 persen menjadi 10,1 persen.

Dengan tambahan limpahan suara dari Jokowi, karakteristik para peminang Ahok bercirikan mayoritas laki-laki (54,2 persen), meskipun kalau dilihat dari pekerjaan maka kategori ibu rumah tangga merupakan pemilih yang dominan.

Ahok juga didukung oleh generasi muda berusia antara 24-40 tahun, terutama milenial muda. Selain lebih disukai oleh kalangan yang sudah menikah, Ahok pun mendapat simpati dari kalangan dengan status sosial ekonomi bawah. Bahkan, kelas bawah ini merupakan cerminan yang paling kuat dari pendukung Ahok.

Menariknya, meskipun Ahok merupakan keturunan Tionghoa, namun sebagian besar pendukungnya adalah etnis Jawa. Etnis Tionghoa sendiri sekarang tampaknya mengambil jarak dengan sosok Ahok, setelah tragedi Pilkada DKI 2017.

Pendukung Ahok juga masih sangat lekat dengan pendukung Jokowi dalam Pemilu 2019 lalu, bahkan nyaris sulit dipisahkan. Sebanyak 81,4 persen dukungan yang diperolehnya merupakan suara dari eks pemilih Jokowi.

Pendukung Ahok juga masih sangat lekat dengan pendukung Jokowi dalam Pemilu 2019 lalu, bahkan nyaris sulit dipisahkan

Dari segi partai pendukung, karakteristiknya juga mirip Jokowi, mayoritas dari pemilih PDI-P meskipun cukup banyak juga mendapat simpati dari pemilih partai lain. Ini juga memiliki basis dukungan yang cukup kuat dari kalangan Kristen Protestan dan responden warga nahdliyin.

Anak Belitung

Ahok yang lahir tanggal 29 Juni 1966 merupakan anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Indra Tjahaja Purnama dan Buniarti Ningsih. Ia lahir di sebuah kecamatan di Belitung Timur yang bernama Manggar, tetapi masa kanak-kanaknya lebih banyak dihabiskan di Desa Gantung, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur.

Desa dimana Ahok lahir itu sering disebut dalam Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Jika dibuatkan novel yang sama, sebenarnya sosok Ahok juga memiliki kisah petualangan yang sangat mengharu-biru dan dramatis.

Ahok menyelesaikan pendidikan tinggi di Jakarta, lulus sarjana jurusan Teknik Geologi di Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti. Selama kuliah, Ahok berada dalam asuhan ibu angkat, seorang wanita Bugis beragama Islam yang bernama Misribu Andi Baso Amier binti Acca.

Setamat sarjana pada 1989, Ahok sempat kembali ke Belitung tetapi kemudian balik ke Jakarta untuk meneruskan kuliah dengan mengambil gelar magister di bidang Manajemen Keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya, selesai pada tahun 1994.

Setamat dari kuliah S1, pada 1989 Ahok menginisiasi berdirinya CV Panda, kontraktor pertambangan timah di Belitung. Selama kuliah pascasarjana Ahok juga mendirikan perusahaan PT Nurindra Ekapersada dan menjabat sebagai Direktur. Perusahaan pengolahan pasir kwarsa ini berbasis di Belitung Timur.

Setelah lulus S2, ia sempat menjabat sebagai Asisten Presiden Direktur bidang analisa biaya dan keuangan PT. Simaxindo Primadaya, kontraktor pembangkit listrik di Jakarta (1994-1995), namun kemudian keluar dan kembali menekuni bisnisnya di Belitung Timur. Selain CV Panda dan PT Nurindra Ekapersada, ia juga mengembangkan hotel.

Buah Reformasi

Ahok adalah buah yang tumbuh dari benih reformasi. Tumbangnya rezim Orde Baru membuka kotak pandora, berupa kebebasan bagi semua kelompok masyarakat untuk berorganisasi dan mendirikan partai.

Selain berbasis nasionalis, sosialis, dan Islam, tumbuh juga partai-partai berbasis agama lain dan etnisitas. Orang-orang Tionghoa yang dikekang selama kekuasaan Soeharto, banyak yang kemudian terjun ke dunia politik sejak Pemilu 1999.

Ahok pun mulai terjun ke politik. Pada tahun 2004, ia masuk ke dalam Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB), partai yang dipimpin oleh Dr. Sjahrir. Ia langsung menjabat sebagai Ketua DPC PIB Belitung Timur. Dalam Pemilu 2004, Ahok terpilih menjadi Anggota DPRD Belitung Timur periode 2004-2009.

Namun, setahun setelahnya, pada 2005, ia memilih untuk mengikuti pemilihan Bupati Belitung Timur. Bersama Khairul Effendi sebagai wakilnya, Ahok berhasil memenangkan pilkada dan menjabat sebagai Bupati Belitung Timur periode 2005-2010.

Ahok saat dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu, (19/11/2014). Kompas/Alif Ichwan

Baru setahun ia menjabat sebagai bupati, pada 2006 Ahok melepaskan jabatannya untuk mengikuti pemilihan Gubernur Bangka Belitung pada 2007. Gagal memenangkan pemilihan jabatan eksekutif di tingkat provinsi, Ahok mencoba peruntungan ke kancah politik nasional.

Ahok mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif melalui Partai Golkar pada Pemilu 2009, ia berhasil menduduki jabatan anggota DPR periode 2009-2014.

Namun, baru menjabat sebagai anggota parlemen selama tiga tahun, garis politiknya kembali berbelok. Adalah Pilkada DKI Jakarta 2012, arena politik baru yang menantang bagi Ahok.

Ahok digandeng oleh Jokowi yang saat itu menjabat sebagai Walikota Surakarta, untuk menjadi calon wakilnya dalam perebutan kekuasaan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.

Dengan perolehan 53,82 persen, pasangan Jokowi-Ahok pun memenangkan pemilihan atas pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli yang mendapat 46,18 persen suara.

Selama kepemimpinan Jokowi-Ahok, sejumlah prestasi berhasil ditorehkan. Di bidang lingkungan di antaranya revitalisasi Taman Waduk Pluit dan Waduk Ria Rio. Di sektor transportasi, berhasil melakukan groundbreaking pembangunan mass rapid transit (MRT).

Jokowi bisa mengeksekusi pola makro transportasi terpadu yang sudah disiapkan sejak zaman mantan Gubernur Sutiyoso. Di bidang birokrasi, dilakukan penataan yang membuat pelayanan terhadap masyarakat lebih efisien.

Namun, baru dua tahun menjabat sebagai wakil gubernur, Ahok harus berpisah dari Jokowi yang mencalonkan diri menjadi presiden pada Pemilu 2014. Posisi Ahok pun naik menjadi Gubernur Jakarta. Dibantu oleh wakil yang kemudian ditunjuk, Djarot Saiful Hidayat, Ahok menjadi sosok yang kian menonjol.

Sejumlah pembenahan dilakukannya dengan keras. Selain menata birokrasi, ia juga melakukan normalisasi Sungai Ciliwung dengan merelokasi warga Kampung Pulo dan Bukit Duri ke rumah susun, menata Kampung Akuarium di Pasar Ikan, dan menata Kawasan Kalijodo.
Pendukung mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mendatangi Mako Brimob Kelapa Dua, di Depok, Jabar, Kamis (24/1/2019). Mereka memberi dukungan moril kepada Ahok yang resmi bebas dari penjara usai menjalani masa tahanan satu tahun delapan bulan dan 15 hari. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Dalam sektor transportasi, Ahok mengganti kebijakan 3 in 1 dengan ganjil-genap dan menerapkan pembatasan pelintasan sepeda motor. Ia juga membangun RPTRA (ruang publik terpadu ramah anak).

Di masa pemerintahan Ahok, banyak perusahaan yang mau membantu pembangunan di Ibu Kota menggunakan dana corporate social responsibility (CSR) dan ini menjadi prestasi tersendiri.

Karir politik Ahok sepertinya kemudian kandas, setelah dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 dia kalah dan harus masuk penjara. Pilkada Jakarta 2017 merupakan pemilihan kepala daerah yang terpanas dan dramatik. Segregasi sosial akibat Pemilu 2014 yang mulai berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), kembali menemukan momentumnya pada pilkada tersebut.

Pidato Ahok yang menyinggung surat Al-Maidah ayat 51 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, menjadi bumerang yang menempatkan karir politiknya dalam posisi kritis.

Gelombang demonstrasi yang berturut-turut, yang mengepung Jakarta selama proses pilkada, pada akhirnya membuat elektabilitas Ahok terkunci. Meskipun di survei-survei pendahuluan elektabilitas Ahok-Djarot berada di atas angin atas pasangan Anies-Baswedan-Sandiaga Uno dan Agus Harimurti-Yudhoyono-Sylviana Murni, namun di akhir babak pilkada ia terkalahkan. Ahok-Djarot hanya mendapatkan suara 42,04 persen suara, sementara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno mendapatkan 57,96 persen suara.

Setelah pilkada, Ahok harus menghadapi persidangan yang juga dipanaskan oleh gelombang demonstrasi. Keputusan pengadilan kemudian menghukum Ahok dua tahun penjara atas kasus penodaan agama yang dilakukannya di Pulau Pramuka.

Tamatkah riwayatnya? Ternyata tidak. Selepas dari penjara pada 24 Januari 2019, atas persetujuan Jokowi, pada 25 November 2019 Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina. Selain itu, jabatannya juga kemudian ditambah dengan menjadi Komisaris Independen Pertamina.

Apakah lompatan-lompatan kehidupan Ahok akan membuatnya masuk ke arena kontestasi Pemilu 2024? Ia ibarat pangeran yang dikucilkan namun diberi makan agar tetap hidup. Hanya lingkungan masyarakat yang berubah dan pupusnya tirani mayoritas yang memungkinkan Ahok menapak ke istana. (LITBANG KOMPAS)

https://www.kompas.id/baca/riset/202...meminang-ahok/

Polling
0 suara
Jika ada jalan, Setujukah anda jika Ahok maju sebagai Calon Presiden
meooong
meooong memberi reputasi
1
1K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan