Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

the.commandosAvatar border
TS
the.commandos
Budaya yang Terkikis Selepas Firli Bahuri Pimpin KPK
Budaya yang Terkikis Selepas Firli Bahuri Pimpin KPK

Jakarta, CNN Indonesia -- Hotman Tambunan masih ingat betul nilai yang ditanamkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era Taufiqurrahman Ruki. Mereka menanamkan agar para pegawai KPK mewujudkan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945.

Menurutnya nilai tersebut yang selalu diingat para pegawai ketika menemukan dugaan korupsi.

"Sehingga kami itu kalau melihat korupsi, kami tidak ada ampun. Siapa yang bersalah, siapa yang berbuat tidak benar di bidang korupsi, harus dimintai pertanggungjawaban," kata Hotman saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.


Hotman sudah berkarier di lembaga antirasuah sejak 15 tahun lalu. Ia merasakan lima kali kepemimpinan di KPK, termasuk era Firli Bahuri.


Pendiri Oikumene di KPK itu pun merasakan pergeseran nilai dari sejak awal lembaga ini berdiri sampai hari ini. Menurutnya, era kepemimpinan Ruki Cs, mereka juga diajarkan sikap kritis.

Pimpinan saat itu, kata Hotman, meminta dikritik jika secara sengaja ataupun tidak mengintervensi suatu penanganan kasus. Budaya egaliter pun terjaga.

"Mereka mengatakan biarpun misalnya itu datang dari pimpinan yang mengintervensi kasus, kalau kamu merasa benar, kamu harus katakan benar. Kalau kamu merasa jujur, kamu harus katakan jujur. Karena apa? Karena itu lah yang menjadi kekuatan organisasi ini," kata dia.

Berlanjut ke periode pimpinan jilid II hingga jilid IV, Hotman memaklumi ada perubahan yang terjadi menyesuaikan dengan gaya pimpinan masing-masing. Namun, ia menegaskan nilai egaliter masih terus ditanamkan dan dijaga rohnya.

"Bawahan boleh mengkritik atasan. Kalau memang dirasa sesuatu ada yang tidak benar, atasan wajib mendengar kritik itu," ujarnya.

Hotman merasakan terjadi perubahan di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. Ia mengatakan budaya yang paling terasa hilang adalah sikap egaliter.

"Di periode terakhir ini, di periode Bapak Firli Bahuri, cenderung sifat-sifat egaliter itu hilang. Bahkan, terkikis. Bahkan, sekarang itu ada kondisi-kondisi yang membuat eksklusivisme," ujarnya.


Hotman merasa aneh ketika melihat pimpinan KPK saat ini memiliki banyak ajudan. Menurutnya, para pimpinan terkesan berlindung di balik ajudan. Kondisi ini tak pernah Hotman jumpai pada kepemimpinan sebelumnya.

"Kami berpikir, kultur-kultur seperti itu seharusnya tidak cocok untuk organisasi antikorupsi seperti di KPK," katanya.

Hotman menilai Firli Cs telah merusak budaya transparansi dan akuntabilitas yang sudah dibangun sejak lembaga berdiri. Padahal, kata dia, akar korupsi justru terjadi satu di antaranya karena ketertutupan.

"Cenderung memang budaya-budaya intervensi. Saya duga ya, agak saya yakini, kayaknya kita rasakan gitu ya kultur-kultur budaya seperti itu agak mau dihidupkan di KPK ini," ujarnya.

Sementara itu, fungsional pada Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat, Benydictus Siumlala mengatakan KPK di bawah periode kepemimpinan saat ini selalu dihadapkan dengan kontroversi sehingga mengganggu pekerjaan utama.

"Ketika kemudian berganti ke jilid sekarang, kayaknya menurut saya kok lebih banyak berhadapan dengan kontroversi. Pekerjaan sebenarnya justru enggak kepegang karena kita kebanyakan berhadapan dengan kontroversi yang sebagian besar dibuat oleh Ketua [Firli Bahuri]," ujar Beny.

Baca juga: Pegawai KPK Tak Lolos Nilai Asesmen TWK Cacat Sedari Awal
Sejumlah kontroversi yang dibuat Firli versi Beny antara lain terkait dengan pengabaian atas nilai kesederhanaan. Hal itu terlihat saat perjalanan dinas ke Sulawesi Barat dan penggunaan helikopter untuk kepentingan pribadi pergi ke ziarah makam orang tua.

"Saya enggak menyalahkan beliau ziarah ke makam orang tuanya. Itu wajar-wajar saja. Tapi, kemudian ketika keperluan pribadi itu dilakukan dengan menggunakan helikopter, sementara nilai yang kita junjung itu kesederhanaan, ya, kan, sangat bertentangan," ujarnya.

Kontroversi selanjutnya, kata Beny, adalah ketika Firli menggelar agenda memasak nasi goreng di tengah sorotan publik terhadap kinerja KPK. Saat itu, publik sangat menaruh perhatian penanganan kasus suap komisioner KPU.

"Jadi, lebih banyak kontroversinya daripada prestasinya yang jilid sekarang kalau menurut saya," katanya.

Selama di KPK, Beny baru merasakan kerja di bawah dua pimpinan berbeda. Saat zaman Agus Rahardjo Cs, memang KPK dinilai tidak sebagus dengan periode sebelumnya. Hanya saja, ia merasa kerja-kerja masih kondusif dan budaya egaliter masih terjaga.
"Kita masih bisa bekerja sesuai integritas kita, nilai-nilai di KPK itu masih dijaga. Ketika ada kesalahan di pimpinan/atasan, kita masih bisa protes dan lain-lain. Wadah Pegawai masih hidup, sistem etik masih berjalan," ujarnya.

Tri Artining Putri alias Puput, Spesialis Hubungan Masyarakat (Humas) Muda KPK, mengatakan hubungan antara pegawai dengan pimpinan saat ini berjarak. Seperti Beny, ia juga baru merasakan dua periode pimpinan berbeda.


Saat era Agus Rahardjo Cs, ia berujar relasi atau komunikasi pegawai dengan pimpinan berjalan baik. Misal, saat merespons isu yang berkembang di publik.

Ketika itu, Agus Rahardjo diterpa isu terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP). Humas, terang Puput, lantas berkoordinasi untuk memberikan klarifikasi terkait isu tersebut.

Baca juga: Jokowi, Firli Bahuri, dan Asa Pegawai KPK yang Terbuang
"Mas Febri [mantan Jubir KPK] langsung ajak saya konfirmasi ke dia dan apa yang harus kita lakukan untuk klarifikasi. Waktu itu Pak Agus memberi dokumen dan kami langsung membuat pointers klarifikasi," kata Puput.

Namun, kondisi itu berbeda ketika Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dikabarkan terlibat dalam kasus dugaan suap Wali Kota Tanjungbalai, M. Syahrial.

Lili justru tidak berkoordinasi dengan Humas untuk memberikan jawaban ke publik. Tim humas pun tak bisa meminta keterangan langsung kepada Lili.

"Itu tidak bisa klarifikasi langsung ke Bu Lili. Pointersnya juga langsung utuh dan waktu aku kasih masukan tidak dibacakan dan tidak diterima. Yang sebelumnya, ada kasus tertentu bisa klarifikasi langsung. Sekarang tidak bisa, karena langsung dapat pointers dari jubir [juru bicara]," ujarnya.

Hotman, Beny, dan Puput merupakan pegawai KPK yang dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) alih status menjadi ASN. Total ada 75 pegawai yang dinonaktifkan sejak awal Mei lalu.

Sementara 24 lainnya masih bisa menjadi ASN asal mengikuti pembinaan ulang.

Pegawai senior KPK, Mu'adz D'Fahmi mengatakan lembaga antirasuah memiliki budaya melawan apabila terdapat kebijakan yang tak benar. Budaya ini sudah tertanam sejak awal KPK berdiri.

"Kami tuh di KPK ada budaya, kalau enggak benar dilawan, enggak peduli siapa, pimpinan enggak benar dilawan, dari dulu seperti itu," kata Mu'adz yang sudah bergabung dengan KPK sejak tahun 2005.

Mu'adz mengatakan hampir semua pegawai KPK kritis. Ketika terdapat sesuatu yang salah pasti akan dilawan dengan argumentasi yang jelas. Para pegawai juga tak serta merta menurut perintah pimpinan KPK.

"Jadi enggak serta merta nurut perintah pimpinan yang a harus a, oke kalau perintahnya betul itu kami jalankan, kalau salah kami akan lawan, kami akan protes," ujarnya.

Baca juga: Seribu Tanda Tanya Pegawai KPK soal Janggal TWK
Mu'uadz adalah pegawai KPKyang dinyatakan lulus TWK. Namun ua ikut gerbong orang-orang yang menentang keputusan pimpinan yang menonaktifkan 75 pegawai KPK. Menurutnya, KPK akan lumpuh jika 75 pegawai yang dinonaktifkan itu benar-benar dipecat.

"Kami pegawai yang memenuhi syarat sebenarnya tidak setuju, tidak sepakat dengan hal itu, tidak mau rekan-rekan kami kemudian dikeluarkan dipecat begitu saja, karena ini tidak benar," kata Mu'adz.

"Seharusnya semua masuk, apalagi yang 75 nama ini, seumpama benar-benar dikeluarkan saya yakin KPK lumpuh," kata Mu'adz.

CNNIndonesia.com telah menghubungi Ketua KPK Firli Bahuri sejak Selasa (1/6), untuk mengklarifikasi perubahan budaya selama kepemimpinannya. Namun yang bersangkutan tak merespons hingga berita ini terbit.

Plt juru bicaraKPK Ali Fikri menyebut perubahan budaya di KPK adalah hal lumrah terjadi. Perubahan terkadi karena ada perbedaan karakter kepemimpinan, latar belakang, dan pengalaman yang berbeda.

Namun Fikri menyatakan perubahan itu tak sampai merebet pada budaya kerja dan sistem yang telah terbangun selama 18 tahun KPK berdiri. Diantaranya integritas dan transparansi.

Menurut dia dua hal itu sudah terinternalisasi dengan kuat. Soal sistem kerja, Fikri menyatakan KPK bekerja dalam hubungan profesional.

"Hubungan antara Pimpinan dan pegawai adalah hubungan kerja profesional, ada para pejabat struktural yang menjadi pimpinan di setiap unit kerja. Garis koordinasi dalam pekerjaan seperti itu, agar lebih efektif dan efisien untuk menjalankan semua target kerja yang sudah ditentukan," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Fikri menyebut KPK juga memiliki forum komunikasi antara pegawai dan pimpinan yang bisa digunakan untuk berdiskusi, menyampaikan masukan dan kritik.

https://www.cnnindonesia.com/nasiona...i-pimpin-kpk/2
haroldjordan
dhanyjos
nomorelies
nomorelies dan 2 lainnya memberi reputasi
1
1.8K
114
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan