Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

inayasriAvatar border
TS
inayasri
KEPERGOK
Gan, ini adalah lanjutan dari cerita MEMBUAT SUAMI DAN MERTUA MENYESAL

Kisah sebelumnya bisa Agan baca DI SINI

***

"Apa? VIP?" tanyaku kaget, siapa yang melakukannya, apa keluarganya Oma? Siapa sebenarnya Oma Lastri?

"Iya, Bu. Bu Lastri sudah dipindahkan ke VIP semalam," ucapnya ramah.

Berarti setelah aku pulang, ada yang datang menjenguk Oma dan mengurus semuanya. Aku menghela nafas, syukurlah itu artinya keluarga Oma sudah ada di sini.

"Ayo, Ma kita temui Oma!" celetuk Rania tiba-tiba, seketika membuyarkan lamunanku.

"Eh, i-iya, Sayang." Aku membalas ucapannya "Oh iya Kalau boleh tau, Bu Lastri di ruangan nomor berapa ya, Mbak?" tanyaku.

Nisa kembali melihat ke layar komputer setelahnya menyebutkan nomor ruangan yang di tempati Oma.

"Bu Lastri di ruangan 203, Ibu lurus aja dari sini nanti ada belokan ke kanan, nah di situ ada tangga ibu langsung naik aja," jelasnya panjang lebar.

"Baik, Mbak terima kasih," balasku tersenyum dan kemudian langsung pergi sembari menggandeng tangan Rania.

Untung sebelum ke sini sudah membeli beberapa macam buah-buahan untuk Oma. Tiba di depan ruangan 203. Lama aku terpaku menatap ke arah pintu perasaan ragu seketika menyergap hati, entah mengapa hati jadi terasa canggung. Tetapi, aku juga ingin tau bagaimana keadaan Oma, dengan menyebut asma Allah aku mencoba menekan handle pintu.

"Hei!" Sapa seseorang tiba-tiba, membuatku terkejut aku segera mencari sumber suara, di sebelah kiri sudah berdiri lelaki asing, sepertinya aku pernah bertemu dengannya tetapi di mana?

Lama ia terdiam mengamatiku, juga Rania. "Maaf, apa Anda orang yang sudah menolong, Bu Lastri?" Pria dengan setelan jas hitam itu kemudian bertanya.

"Em, i-iya." Ragu aku menjawab takut, aku melakukan kesalahan.

Ia mengusap wajah bagian hidungnya, lalu mengjela nafas, dan membuangnya dengan masygul seperti seseorang yang tengah melepas beban. "Syukurlah! Kalau begitu ayo mari silahkan masuk, semoga dengan bertemu Anda, Bu Lastri bisa kembali sadar," ucapnya sembari mempersilahkan.

Aku mengernyitkan dahi, tidak mengerti apa maksud dari ucapannya. Namun, akhirnya aku menurut saja, masuk ke ruangan di mana Oma Lastri dirawat.

Ruangan dengan luas 18 persegi ini, begitu lengkap dengan berbagai fasilitas, Ac, tempat tidur, sofa, led tivi 47, kulkas, lemari pakaian, kamar mandi dengan air panas dan dingin, satu set meja makan, ruang keluarga, telpon, dispenser dan fasilitas lainnya.

Sepertinya Oma Lastri bukan orang sembarangan, terlihat dari kelas dan fasilitas yang Oma dapatkan dalam ruangan ini. Buah yang tadi kubeli, dengan bungkus plastik biasa terpaksa ku pegang saja, rasanya tidak PD memberikan sebagai oleh-oleh untuk Oma, melihat beberapa parcel buah yang tersusun rapi di atas meja, belum lagi makanan lainnya juga beberapa bucket mawar yang indah memenuhi sebagian meja.

Aku melirik ke arah Oma yang tengah berbaring di atas tempat tidur sembari terpejam dengan selang infus yang menancap ditangan kirinya.

"Syukurlah, Bu Lastri bisa segera diselamatkan, karena pertolongan Ibu yang segera membawanya ke rumah sakit." ujar lelaki itu. "Oh iya, perkenalkan nama saya, Bayu asisten pribadi Bu Lastri," ucapnya kemudian memperkenalkan diri.

"Na-naya," balasku.

Sampai sekarang Oma belum sadarkan diri, tubuhnya masih terlihat lemah, mungkin karena terlalu banyak mengeluarkan darah, pasca kecelakaan kemarin, dan membuatnya terpaksa di operasi.

"Oma kenapa gak bangun-bangun, ayo Oma main sama Lania," celetuk Rania tiba-tiba.

Aku tersenyum getir, takut kalau suara Rania mengganggu, dan membuat laki-laki tersebut marah. Namun, di luar dugaan ia malah ikut tersenyum.

"Sayang, Omanya masih capek. Biarkan Oma tidur dulu ya, nanti lain kali kita ke sini lagi ya, Sayang," ucapku memberi pengertian.

"Tapi kenapa, Oma tidul telus, Ma?" tanyanya penasaran.

Aku kembali tersenyum, dan mengelus rambutnya. "Karena Omanya masih sakit, dan butuh istirahat. Kita doaakan Oma biar cepat sembuh dan bisa main sama Rania ya!" Rania hanya mengngguk meski sekilas wajahnya terlihat mencebik.

Setelah berbincang-bincang akhirnya aku pun pamit pulang. "Kalau ada kesempatan, saya akan kembali datang menemui, Oma," ujarku seraya mohon pamit.

"Baiklah, terima kasih, Bu Naya. Kalau boleh saya bisa minta nomor telpon Anda!"

Sempat ragu, akhirnya aku pun memberikan nomor telponku.

Hari ini aku belum bisa berbicara dengan Oma karena keadaan Oma yang masih belum sadarkan diri pasca operasi kemarin, semoga Oma segera sembuh.

Akhirnya aku dan Rania pun pulang, aku harus segera tiba di rumah sebelum Mas Bram pulang, aku tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi.

Ponselku bergetar sebuah notif di aplikasi hijau masuk, aku pun segera membukanya.

[Mas, makan siang barengnya jadi? Aku tunggu] diakhiri dengan emotion peluk. Seketika membuat jantungku memompa dengan cepat. Ternyata pesan dari ja*ang itu, untung aku sudah menyadap pesan mereka jadi aku bisa tau apa saja yang sedang mereka rencanakan.

Tega kamu, Mas. Lihatlah kamu akan menerima hukuman atas apa yang kamu lakukan, hukum tabur tuai. Tunggulah saatnya tiba, saat ini yang perlu kulakukan bersikap seperti biasa.

Tiba di rumah, suasana masih nampak sepi sepertinya orang-orang belum pada pulang. Aku dan Rania pun segera masuk, ternyata ada Mita yang tengah bersantai dan selonjoran di atas sofa. Aku pura-pura tidak melihatnya dan terus melangkah.

"Eh, sekarang udah sering jalan ya?" Aku tidak menghiraukan dan terus berjalan. "Ya ampun cuma jalan-jalan kaki aja sombong," tukasnya terdengar dengan nada kesal, karena tidak kutanggapi.

***

Menjelang malam, aku tengah selonjoran di atas sofa sembari memainkan ponsel, tidak lupa mengecek aplikasi hijau, aku mau lihat pesan apa saja yang sudah masuk saat aku tengah menyiapkan makan malam tadi.

Mataku membulat saat membaca percakapan demi percakapan mereka.

[Terima kasih, Mas untuk hari ini]

[Mas senang gak?]

[Senang dong] pesan balasan dari Mas Bram.

[Kenapa, Mas gak pisah aja sama istri Mas yang kampungan dan bodoh itu?]

[Gak semudah itu, Honey] balas Mas Bram.

Rasanya aku tidak sanggup lagi melanjutkan membaca chat-chat mereka, mataku sudah terasa panas, menahan sesuatu yang memaksa hendak keluar. Akhirnya tanpa persetujuanku sebuah benda bening lolos dari pelupuk mataku. Bukan sebab cemburu, tapi mengingat betapa sakitnya sebuah pengkhianatan yang dilakukan Mas Bram.

"Dek, kok kamu nangis?" tanya Mas Bram yang ternyata sejak tadi memperhatikanku. Gawat, kalau sampai Mas Bram tau kalau Wa nya kusadap bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan, sementara Mas Bram melangkah mendekat ke arahku.

BERSAMBUNG
disya1628
bukhorigan
bukhorigan dan disya1628 memberi reputasi
2
2.2K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan