Mutasi E484K atau varian Eek sudah masuk Indonesia sejak Februari 2021. Temuan ini didapat dalam pemeriksaan sampel dari salah satu rumah sakit di Jakarta Barat.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi menyebut pasien dengan varian Eek di Indonesia sudah sembuh. Begitu pula dengan hasil tracing, tak ada satupun yang dinyatakan positif Corona dari kontak erat dengan pasien varian Eek.
"Iya satu spesimen dari DKI Jakarta di bulan Februari dan saat ini sudah sembuh dia. Kita sudah men-tracing kasuk kontaknya dan tidak yg positif sampai saat ini," jelas dr Nadia kepada detikcom, Selasa (6/4/2021).
Sebelumnya, Ketua Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Subandrio menyebut sampel pasien varian Eek diambil per 2 Februari 2021.
"Sampelnya dirujuk ke Eijkman dari salah satu rumah sakit di Jakarta Barat," demikian konfirmasi Prof Amin saat dihubungi detikcom Senin (5/3/2021).
Usai melalui sejumlah proses dalam tahap whole genome sequencing, temuan varian Eek baru bisa dilaporkan Maret 2021. "Sampelnya diambil tanggal 2 Februari, tapi sequensnya baru selesai tanggal 18 Maret," beber Prof Amin.
Berbahayakah varian Eek?
Penelitian di Afrika Selatan menyebutkan ada kemungkinan varian Eek membentuk kombinasi dengan mutasi lain. Maka dari itu, dikhawatirkan vaksin yang ada saat ini bisa tidak mempan mengatasi infeksi oleh mutasi E484K.
Namun, dr Nadia menegaskan mutasi E484K atau varian Eek tak berbahaya. Menurut Nadia, varian Corona B117, mutasi E484K adalah 'single mutant'.
"Dan ini single mutasi bukan multiple mutasi seperti varian di B117," lanjutnya.
Dari lebih 900 sampel yang di-sequence dan diinput ke bank data GISAID, baru ada satu mutasi E484K yang ditemukan di Indonesia.
SUMBER