- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Trias 'Dinasti' Politica ala Indonesia


TS
NegaraTerbaru
Trias 'Dinasti' Politica ala Indonesia
Spoiler for SBY - Mega - Jokowi:
Spoiler for Video:
Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Peribahasa tersebut agaknya amat melekat pada sosok Wali Kota Solo yang juga Putra dari Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. Baru saja ia menjabat sebagai orang nomor satu di Solo, telah muncul desas desus majunya Gibran di Pilgub DKI 2024. Hal tersebut pun bukan tanpa alasan yang kuat.
Semenjak Gibran menjadi tokoh baru di perpolitikan Nasional, beberapa pimpinan partai berkunjung menemuinya. Meski jabatan Gibran sebagai Wali Kota Solo baru seumur jagung, banyak yang mengaitkan pertemuan itu demi membawa putra sulung Presiden Jokowi ke Pilgub DKI 2024.
Salah satunya dari PAN yang terang-terangan menyatakan siap mendukung Gibran maju Pilgub DKI Jakarta. PAN menilai Gibran berpeluang menang karena elektabilitasnya terbilang bagus.
"Pilkada serentak akan diselenggarakan bulan November 2024, setelah Pemilu 2024 bulan April. Jika Mas Gibran berniat maju dan berpeluang besar menang karena memiliki elektabilitasnya bagus, tentu PAN akan mendukung di Pilkada DKI 2024," kata Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi pada 25 Maret 2021 lalu.
PAN bahkan telah menyiapkan pasangan yang bisa mendampingi Gibran nantinya. Viva memprediksi Gibran dapat berpasangan dengan Zita Anjani yang saat ini menjabat Wakil Ketua DPRD DKI.
Sumber : Detik[PAN Siap Dukung Gibran Maju Pilgub DKI, Duet dengan Putri Zulhas]
Selain PAN, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar juga turut mendukung Gibran maju ke Pilgub Jakarta.
Setelah itu, beberapa pimpinan parpol turut mendatangi Gibran. Pada 27 Maret 2021, giliran Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah. Sehari berikutnya, Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menilai fenomena ini untuk kepentingan politik jangka panjang. Selain pula, para partai yang melihat Gibran menjadi jalan penghubung ke Jokowi. Pasalnya, meski Jokowi tidak dapat kembali maju dalam Pilpres 2024, namun mantan Gubernur DKI tersebut masih jadi penentu karena masih jadi presiden.
Sumber : Suara [Petinggi Partai Temui Gibran, Mau Rebut Hati Jokowi atau Pilkada DKI?]
Kunjungan beberapa pimpinan partai tersebut bahkan menghidupkan kembali isu sosok pengganti KSP. Deputi Balitbang Partai Demokrat Syahrial Nasuiton menyebut politikus Gelora Fahri Hamzah cocok menggantikan Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Fahri Hamzah pun menanggapi hal tersebut dengan tawa.
Sumber : Detik [Disebut Elite PD Cocok Gantikan Moeldoko Jadi KSP, Fahri Hamzah Komentar Ini]
Menarik, sebab sebelumnya telah ada beberapa nama yang digadang-gadang akan menggantikan posisi Moeldoko di KSP. Seperti mantan Kapolri Idham Azis, hingga politikus PDIP TB Hasanuddin.
Sumber : Tribunnews Makassar [Tak Hanya Mantan Kapolri Idham Azis, Ada Tiga Jenderal Peluang Jadi Calon Pengganti KSP Moeldoko]
Terlepas dari isu KSP baru pengganti Moeldoko, mendekatnya pimpinan partai politik alhasil meredam isu Presiden Jokowi tiga periode. Namun ia menghidupkan isu dinasti politik Jokowi. Tentunya hal ini akan terus beriringan dengan isu dinasti politik Partai Demokrat kubu SBY (Cikeas), dan dinasti politik PDIP (Teuku Umar). Trias Dinasti Politika : Jokowi, Cikeas, dan Teuku Umar bukan lagi isapan jempol.
Keberadaan poros dinasti politik tersebut makin dipanaskan oleh pernyataan KSP Moeldoko yang menyebut dirinya didaulat menjadi Ketua Umum Partai Demokrat (PD) versi KLB Deli Serdang. Moeldoko mengatakan, kedaulatan yang diberikan kepadanya karena kekisruhan di PD sudah terjadi, dan arah demokrasi di partai tersebut mengalami pergeseran.
Moeldoko mengakui bahwa dirinya tidak meminta izin presiden Jokowi tentang keputusan yang diambilnya. Keputusan itu merupakan otoritas pribadinya, sehingga Moeldoko merasa tidak ingin membebani Jokowi.
"Terhadap persoalan yang saya yakini benar itu atas otoritas pribadi yang saya miliki, maka saya tidak mau membebani Presiden," tutur Moeldoko melalui akun Instagram miliknya pada 25 Maret 2021.
Sumber : Kompas [Moeldoko: Saya Ini Orang yang Didaulat Pimpin Partai Demokrat]
Meski Moeldoko meminta agar Presiden Jokowi tidak diseret dalam gerakan personalnya dalam menyuarakan kritik terhadap dinasti politik Cikeas, kemunculan dinasti politik Jokowi dan Teuku Umar tak dapat terhindarkan lagi.
Dukungan beberapa partai politik agar Gibran maju Pilkada DKI 2024 telah menghidupkan isu dinasti politik Jokowi. PDIP yang membantah usulan duet Puan – Moeldoko di Pilpres 2024 pun menghidupkan kembali wacana dinasti politik Teuku Umar.
Sebagai informasi, sebelumnya Politikus PDIP Effendi Simbolon menegaskan, PDIP berbeda dengan Demokrat. Di internal Banteng, tidak ada perpecahan dan perdebatan soal siapa mendirikan, melahirkan, dan menggagas partai. Semua kader secara bulat mengakui bahwa Megawati yang membawa PDIP.
Terkait keberadaan poster capres – cawapres bergambar Puan – Moeldoko yang beredar beberapa waktu lalu, Effendi menyebut itu hanya sebagai bahan bercandaan. Ia mengaku banyak kader PDIP termasuk dirinya, mendukung Puan maju di Pilpres 2024. Tapi tidak bersama Moeldoko.
“Tapi bukan sama Pak Naturalisasi itu. Nanti ada saatnya, ada waktunya, tapi nanti,” kata Effendi.
Menarik, sebab istilah yang dilontarkan Effendi dianggap kader Demokrat kubu AHY sebagai umpan lambung untuk menyerang Moeldoko.
Seperti kader perempuan Demokrat, yang langsung menanggapi omongan Effendi. “Ada istilah baru dari Bang Effendi Simbolon, Pak Moel Bapak Naturalisasi. Jadi maksudnya ada yang mau jadi kader PD via green card ya Bang?” kicau Imelda, di akun @isari68.
Begitu pula dengan Deputi Badan Komunikasi Strategis Demokrat, Ricky Kurniawan yang turut menimpali. “Saya rasa hampir semua politikus yang berakal sehat akan merasa risih apabila didekati orang tidak bermoral dan tidak beretika seperti Moeldoko,” kicau @ricky_kch.
Sumber : Warta Ekonomi [Manuver Moeldoko Caplok Partai Bikin Resah Kader PDIP: Bapak Politisi Naturalisasi]
Umpan dari PDIP yang disambut Demokrat kubu AHY tersebut menunjukkan adanya signal kuat terbentuknya aliansi payung Merah Biru (Teuku Umar – Cikeas) demi melawan Moeldoko sebagai musuh bersama yang membahayakan Dinasti Politik kedua partai.
Namun, upaya melawan diansti politik yang dilakukan Moeldoko tentu akan berhadapan langsung dengan dinasti politik Jokowi. Secara logika, jika Jokowi tak inginkan miliki kesan dinasti politik, maka ia tak boleh separtai dengan anaknya. Maka ada kemungkinan Jokowi berpindah haluan masuk bursa calon Ketum partai lain nantinya. Seperti NasDem, maupun partai koalisi yang ada di kabinet Jokowi kini.
Diubah oleh NegaraTerbaru 31-03-2021 15:48




keniapardede dan normankhalif memberi reputasi
2
777
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan