

TS
causa235
Pengantar Filsafat
PENGANTAR FILSAFAT
Istilah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Istilah philosophia ini, dalam bahasa Arab disebut falsafah, dan dalam bahasa Inggris disebut philosophy. Secara etimologi philosophia atau filsafat terdiri dari dua suku kata, yaitu philo yang berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, philosophia atau filsafat artinya adalah cinta kebijaksanaan.
Arti cinta dalam istilah filsafat adalah keinginan. Seseorang yang memiliki cinta atau keinginan, tentu akan berusaha menggapai sesuatu yang diinginkannya, atau meraih apa yang dicintainya. Sedangkan kebijaksanaan adalah pengetahuan dan/atau mengerti yang sedalam-dalamnya. Hematnya, cinta kebijaksanaan adalah keinginan untuk mengetahui atau mengerti secara mendalam.
Menurut K. Bertens, istilah filsafat sudah terkemuka pada abad ke-5 SM di Yunani. Namun, ada beberapa pendapat lain yang mengatakan bahwa istilah filsafat dikemukakan oleh Phytagoras, seorang filsuf berkebangsaan Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM. Istilah filsuf juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philosophos yang berarti seorang pecinta kebijaksanaan. Sedangkan istilah untuk menunjukan seorang yang telah memiliki kebijaksanaan dan tidak berusaha untuk mencari kebijaksaan lagi adalah sofis, atau dalam bahasa Yunani disebut Sofoi.
Dewasa ini, penggunaan istilah filsafat digunakan tidak hanya tertuju pada satu obyek, namun setidaknya ada lima obyek yang menunjuk pada keterkaitan dengan istilah filsafat, yaitu:
1. Filsafat dijadikan nama sebuah bidang pengetahuan tertentu (ilmu filsafat).
2. Filsafat digunakan untuk menamakan buah pikir seseorang yang mendalam.
3. Filsafat digunakan untuk menunjuk pada sebuah pandangan hidup dan/atau keyakinan.
4. Filsafat disematkan pada sebuah usaha berpikir yang mendalam (berfilsafat).
5. Filsafat diberikan kepada seseorang yang cinta pada kebijaksanaan atau orang yang berusaha mencapai keinginannya.
Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Definisi ialah rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau studi. Dalam mendefiniskan filsafat, perlulah diketahui lebih dulu bahwa seringkali dijumpai perbedaan pendapat dari para ahli dalam mendefinisikan filsafat. Hal serupa juga terjadi dengan bidang pengetahuan lainnya, seperti ilmu hukum, sosial, politik, ekonomi, budaya, agama, dsb.
Sidi Gazalba dalam bukunya; Sistematika Filsafat, mengatakan bahwa “Kluckhonhn dan kroeber menghidangkan 160 definisi kebudayaan dalam buku mereka, Culture; A Critical Review of Concepts and Definition”. ketidaksamaan pada definisi terjadi diperkirakan karena perbedaan pengalaman, kesan, dan konotasi dalam mempelajari, menerapkan, menggunakan dan menangkap esensi bidang pengetahuan tersebut. Namun, disisi lain ketidaksamaan ini membuktikan bahwa manusia memiliki kebebasan dan pengalaman yang berbeda dalam mempelajari suatu obyek, sehingga ini memungkinkan setiap definisi dapat saling melengkapi dengan definisi lainnya terhadap obyek yang sama.
Dalam hal ini akan dimajukan beberapa definisi menurut para ahli dengan penyesuaian terhadap masa perkembangan filsafat, yaitu:
1. Definisi filsafat pada era yunani kuno
a. Plato mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada.
b. Aristoteles mendefinisikan filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
2. Definisi Filsafat pada era modern
a. Descartes mendefinisikan filsafat itu himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai tuhan, alam dan manusia.
b. Immanuel Kant mendefinisikan filsafat itu merupakan ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang didalamnya mencakup persoalan metafisika, etika, agama, dan antropologi.
3. Definisi filsafat di era kontemporer
a. William James mendefinisikan filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa untuk berpikir jernih, jelas dan terang.
b. Bertrand Russell mendefinisikan filsafat adalah upaya untuk menjawab pertanyaan tinggi dan kritis.
Selain itu, filsafat juga dapat didefinisi secara khusus, umum dan universal. Seperti yang diungkapkan Fuad Farid Ismail dalam bukunya; Cara Mudah Belajar Filsafat, yaitu:
1. Dalam arti cinta kepada kebijaksanaan, filsafat merupakan pencarian serius terhadap pengetahuan yang murni.
2. Dalam arti umum, filsafat adalah pengetahuan terhadap segala sesuatu yang ada di alam.
3. Dalam arti khusus, filsafat adalah sejarah filsafat yang membangun berbagai madzhab, menolaknya dan kemudian membangun madzhab-madzhab baru.
4. Dalam arti universal, filsafat adalah usaha untuk menyatukan hal-hal yang ada secara keseluruhan dalam sebuah bingkai rasional yang dapat menafsirkan berbagai fenomena riil.
5. Dalam arti hikmah kehidupan, filsafat merupakan orientasi yang mencerahkan kehidupan sesuai dengan tuntutan akal.
Demikianlah beberapa definisi filsafat yang diberikan oleh para filsuf, yang pada garis besarnya bermuara pada kegiatan berpikir yang radikal dan menyeluruh, atau kegiatan berpikir secara filosofis, yaitu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Namun untuk mengetahui definisi secara pasti, Muhammad Hatta mengungkapkan bahwa seseorang haruslah menempuhnya, mempelajarinya, dan kemudian mempraktikannya sendiri, sebagaimana yang dilakukan oleh para filsuf.
Prof. I.R. Poedjawijatna mengatakan dalam bukunya; Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, “Mungkin ia mengira sudah berfilsafat dan mengira tahu pula apa filsafat itu, akan tetapi sebenarnya ia sekali-kali tidak berfilsafat, jadi keliruh ia dan dengan sendirinya salah pula sangkanya tentang filsafat itu”. Hematnya, selain mempelajari filsafat, pentinglah bagi pelajar filsafat untuk berfilsafat. Sebab, pada intinya seseorang akan mengetahui hakikat filsafat setelah mempelajari filsafat dengan tekun dan konsisten.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup adalah batasan yang memudahkan dilaksanakannya penelitian agar lebih efektif dan efisien untuk memisahkan aspek tertentu sebuah obyek. Jujun S. Suriasumiarti mengatakan bahwa secara garis besar ruang lingkup filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Penjelasan lebih lanjut dari tiga hal tersebut ialah sebagai berikut:
1. Ontologi mempersoalkan yang ada, istilah ini menunjukan terhadap apa yang benar-benar ada didunia, baik yang dapat dirasakan oleh panca indera maupun sesuatu yang ada dibalik fisik (metafisik).
2. Epistemologi mempersoalkan masalah pengetahuan. Istilah ini menunjukan bagaimana proses, mengenai sumber-sumber dan kebenaran pengetahuan tersebut. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan mengenai hakikat segala sesuatu dan hubungan dengan sumber pengetahuan itu sendiri.
3. Aksiologi mempersoalkan tentang nilai dalam kehidupan manusia. Nilai yang berkaitan dengan kebenaran disebut dengan logika, sedangkan nilai yang berkaitan dengan moralitas disebut dengan etika dan nilai yang berhubungan dengan keindahaan disebut estetika. Hal ini mendorong untuk memberikan penilaian serta memegang nilai dengan tepat dan bertanggung jawab atas nilai tersebut.
Perlu juga diketahui bahwa, ada banyak perbedaan antara para filsuf dalam menentukan ruang lingkup filsafat. Contohnya, Aristoteles membagi filsafat teoritis (tujuannya untuk mengetahui kebenaran, serta mencakup matematika, ilmu-ilmu alam dan teologi) dan filsafat praktis (tujuannya untuk aplikasi praktis, khususnya pada bidang etika, politik keluarga dan politik negara). Engels, membagi filsafat menjadi filsafat idealis dan materialis sebagai ukuran untuk memisahkan para ahli filsafat. Serta Francois Bacon yang membagi filsafat menjadi filsafat ketuhanan, filsafat alam dan filsafat manusia.
Obyek
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Obyek adalah hal, perkara atau orang yang menjadi pokok pembicaraan; benda, hal dan sebagainya yang dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan, dsb. Menurut Ahmad Tafsir, obyek filsafat sangat luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Sedangkan seorang filsuf, tulis Louis O. Kattsoff mengatakan obyek filsafat itu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahuin oleh manusia.
Obyek filsafat pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu obyek materia dan obyek forma. Obyek materia adalah segala yang ada dan mungkin ada, pada garis besarnya dibagi pada tiga pokok persoalan, yaitu tentang ketuhanan, kemanusiaan, dan alam. Sedangkan obyek forma adalah pemikiran yang radikal, universal dan rasional. Dengan demikian obyek forma dapat dikatakan sebagai metode untuk meneliti obyek materia. Hematnya, obyek materia diteliti secara radikal, universal dan rasional.
Masykur Arif Rahman dalam bukunya; Sejarah Filsafat Barat, mengatakan bahwa yang dimaksud segala yang ada dan mungkin ada dalam obyek materia yaitu: Pertama, segala yang mungkin akan terjadi, hal ini berkaitan dengan masa depan yang belum pasti atau belum terpikirkan dapat menjadi obyek penelitian filsafat. Kedua, hal-hal yang bersifat metafisika, apa yang tidak nampak oleh panca indra dapat menjadi obyek penelitian filsafat.
Ada pula pertentangan dalam menentukan obyek filsafat, hal tersebut dapat terlihat sebagaimana para penganut madhzab filsafat positivisme mengingkari filsafat metafisika. Mereka berpandangan bahwa ilmu pengetahuan dengan segala cabangnya telah mencakup seluruh objek, sehingga tidak menyisakan ruang sedikitpun bagi filsafat untuk mengkaji objek tertentu. Hal ini disebabkan pandangan mereka terhadap filsafat hanya sebagai metode atau cara untuk menganalisa kata-kata dengan suatu analisa logika.
Sedangkan yang lainnya, memperluas wilayah filsafat sampai mencakup semua obyek pengetahuan manusia, sehingga setiap lapangan pengetahuan mempunyai filsafatnya tersendiri. Mereka berpendapat bahwa setiap problem ilmu pengetahuan mempunyai sisi rasional yang menjadi perhatian filsafat, serta sisi persepsional yang merupakan obyek bahasan ilmu pengetahuan yang spesifik.
Obyek-obyek yang menjadi tujuan kajian filsafat pada prinsipnya tidak berbeda dengan obyek kajian ilmu-ilmu particular. Oleh karena itu akan ditemukan bahwa filsafat memperluas obyek kajiannya terhadap alam dan manusia juga ketuhanan. Hal itu serupa dengan maksud al-Farabi yang mengatakan bahwa “Tak ada entitas apapun dialam semesta ini, kecuali filsafat mempunyai pintu masuk ke dalamnya”.
Metode
Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Setidaknya ada tiga metode yang dianjurkan dalam mempelajari filsafat, khususnya bagi seorang pemula, yaitu:
1. Metode Historis
Metode ini mengarahkan untuk menekuni sejarah pemikiran filsafat dan tokoh-tokoh filsafat secara kronologis. Dengan menggunakan metode ini, seseorang dapat mengetahui perkembangan filsafat dengan sendirinya. Sebab, sejarah filsafat pada hakikatnya juga membicarakan sejarah perkembangan atau periode pemikiran filsafat.
2. Metode Sistematis
Metode ini menghadapkan pada isi dan teori-teori filsafat, yang pada umumnya dikelompokan menjadi cabang-cabang filsafat. Dengan menggunakan metode ini, seseorang akan mengetahui cabang-cabang filsafat dan tema-tema khusus seperti logika, ontologi, dan sub-cabang filsafat lainnya. Dan pada akhirnya mengantarkan kita pada isi atau teori filsafat yang bersifat tematis.
3. Metode Kritis
Metode yang berusaha untuk mengkritisi isi filsafat (pemikiran atau teori filsafat yang dihasilkan oleh para filsuf). Jadi belajar filsafat dengan metode ini dapat melalu pendekatan historis dan sistematis. Keutamaan metode ini adalah seseorang akan diajak untuk berusaha berfilsafat dengan sesungguhnya. Dengan kata lain, metode kritis akan mengantarkan seseorang untuk menjadi seoang filsuf.
Metode-metode tersebut hanyalah anjuran dari para filsuf. Namun, penggunaan ke-tiga metode tersebut tidak mutlak. Artinya, siapa saja boleh tidak memakainya dan dapat menggunakan metode lain yang lebih memudahkannya dalam mempelajari filsafat.
Berfilsafat
Berfilsafat atau dapat dikatakan berpikir filosofi tentu memiliki ciri yang membedakan dengan berpikir biasa. Berikut ciri-ciri berpikir filosofi atau berfilsafat, yaitu:
1. Berpikir Radikal
Istilah radikal berasal dari bahasa Yunani, yaitu radix yang berarti akar. Menurut Masykur Arif Rahman, berpikir radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya, mendalam, sampai pada penyebab (asas) yang pertama, atau pada konsekuensinya yang terakhir, atau sampai pada hakikat segala sesuatu.
2. Berpikir Universal
Universal berarti umum, menyeluruh, luas dan melingkupi segalanya. Berpikir universal merupakan kegiatan berpikir yang dimana seseorang dengan sadar mengetahui bahwa obyek pikirannya memiliki keterkaitan dengan obyek yang lainnya dan tidak mengkhususkan suatu obyek berdasarkan tempat, waktu maupun hal lainnya.
3. Berpikir Rasional
Berpikir rasional atau berpikir logis (masuk akal) dapat diartikan sebagai berpikir dengan konsisten, sistematis, sesuai dengan logika (benar menurut penalara/hukum berpikir) dan kritis. Oleh karena filsafat dicirikan sebagai berpikir rasional, maka pertanggungjawaban kebenaran filsafat adalah dihadapan akal.
Berfilsafat mutlak harus mencirikan tiga hal tersebut secara serentak. Oleh karena itu latihan berpikir filsafat sangatlah penting untuk dilakukan oleh seseorang dalam mempelajari filsafat, karena hal tersebut akan mengasah kemampuannya untuk menghasilkan pemikiran filsafat dan menjadi seorang filsuf.
Istilah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Istilah philosophia ini, dalam bahasa Arab disebut falsafah, dan dalam bahasa Inggris disebut philosophy. Secara etimologi philosophia atau filsafat terdiri dari dua suku kata, yaitu philo yang berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, philosophia atau filsafat artinya adalah cinta kebijaksanaan.
Arti cinta dalam istilah filsafat adalah keinginan. Seseorang yang memiliki cinta atau keinginan, tentu akan berusaha menggapai sesuatu yang diinginkannya, atau meraih apa yang dicintainya. Sedangkan kebijaksanaan adalah pengetahuan dan/atau mengerti yang sedalam-dalamnya. Hematnya, cinta kebijaksanaan adalah keinginan untuk mengetahui atau mengerti secara mendalam.
Menurut K. Bertens, istilah filsafat sudah terkemuka pada abad ke-5 SM di Yunani. Namun, ada beberapa pendapat lain yang mengatakan bahwa istilah filsafat dikemukakan oleh Phytagoras, seorang filsuf berkebangsaan Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM. Istilah filsuf juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philosophos yang berarti seorang pecinta kebijaksanaan. Sedangkan istilah untuk menunjukan seorang yang telah memiliki kebijaksanaan dan tidak berusaha untuk mencari kebijaksaan lagi adalah sofis, atau dalam bahasa Yunani disebut Sofoi.
Dewasa ini, penggunaan istilah filsafat digunakan tidak hanya tertuju pada satu obyek, namun setidaknya ada lima obyek yang menunjuk pada keterkaitan dengan istilah filsafat, yaitu:
1. Filsafat dijadikan nama sebuah bidang pengetahuan tertentu (ilmu filsafat).
2. Filsafat digunakan untuk menamakan buah pikir seseorang yang mendalam.
3. Filsafat digunakan untuk menunjuk pada sebuah pandangan hidup dan/atau keyakinan.
4. Filsafat disematkan pada sebuah usaha berpikir yang mendalam (berfilsafat).
5. Filsafat diberikan kepada seseorang yang cinta pada kebijaksanaan atau orang yang berusaha mencapai keinginannya.
Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Definisi ialah rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau studi. Dalam mendefiniskan filsafat, perlulah diketahui lebih dulu bahwa seringkali dijumpai perbedaan pendapat dari para ahli dalam mendefinisikan filsafat. Hal serupa juga terjadi dengan bidang pengetahuan lainnya, seperti ilmu hukum, sosial, politik, ekonomi, budaya, agama, dsb.
Sidi Gazalba dalam bukunya; Sistematika Filsafat, mengatakan bahwa “Kluckhonhn dan kroeber menghidangkan 160 definisi kebudayaan dalam buku mereka, Culture; A Critical Review of Concepts and Definition”. ketidaksamaan pada definisi terjadi diperkirakan karena perbedaan pengalaman, kesan, dan konotasi dalam mempelajari, menerapkan, menggunakan dan menangkap esensi bidang pengetahuan tersebut. Namun, disisi lain ketidaksamaan ini membuktikan bahwa manusia memiliki kebebasan dan pengalaman yang berbeda dalam mempelajari suatu obyek, sehingga ini memungkinkan setiap definisi dapat saling melengkapi dengan definisi lainnya terhadap obyek yang sama.
Dalam hal ini akan dimajukan beberapa definisi menurut para ahli dengan penyesuaian terhadap masa perkembangan filsafat, yaitu:
1. Definisi filsafat pada era yunani kuno
a. Plato mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada.
b. Aristoteles mendefinisikan filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
2. Definisi Filsafat pada era modern
a. Descartes mendefinisikan filsafat itu himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai tuhan, alam dan manusia.
b. Immanuel Kant mendefinisikan filsafat itu merupakan ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang didalamnya mencakup persoalan metafisika, etika, agama, dan antropologi.
3. Definisi filsafat di era kontemporer
a. William James mendefinisikan filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa untuk berpikir jernih, jelas dan terang.
b. Bertrand Russell mendefinisikan filsafat adalah upaya untuk menjawab pertanyaan tinggi dan kritis.
Selain itu, filsafat juga dapat didefinisi secara khusus, umum dan universal. Seperti yang diungkapkan Fuad Farid Ismail dalam bukunya; Cara Mudah Belajar Filsafat, yaitu:
1. Dalam arti cinta kepada kebijaksanaan, filsafat merupakan pencarian serius terhadap pengetahuan yang murni.
2. Dalam arti umum, filsafat adalah pengetahuan terhadap segala sesuatu yang ada di alam.
3. Dalam arti khusus, filsafat adalah sejarah filsafat yang membangun berbagai madzhab, menolaknya dan kemudian membangun madzhab-madzhab baru.
4. Dalam arti universal, filsafat adalah usaha untuk menyatukan hal-hal yang ada secara keseluruhan dalam sebuah bingkai rasional yang dapat menafsirkan berbagai fenomena riil.
5. Dalam arti hikmah kehidupan, filsafat merupakan orientasi yang mencerahkan kehidupan sesuai dengan tuntutan akal.
Demikianlah beberapa definisi filsafat yang diberikan oleh para filsuf, yang pada garis besarnya bermuara pada kegiatan berpikir yang radikal dan menyeluruh, atau kegiatan berpikir secara filosofis, yaitu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Namun untuk mengetahui definisi secara pasti, Muhammad Hatta mengungkapkan bahwa seseorang haruslah menempuhnya, mempelajarinya, dan kemudian mempraktikannya sendiri, sebagaimana yang dilakukan oleh para filsuf.
Prof. I.R. Poedjawijatna mengatakan dalam bukunya; Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, “Mungkin ia mengira sudah berfilsafat dan mengira tahu pula apa filsafat itu, akan tetapi sebenarnya ia sekali-kali tidak berfilsafat, jadi keliruh ia dan dengan sendirinya salah pula sangkanya tentang filsafat itu”. Hematnya, selain mempelajari filsafat, pentinglah bagi pelajar filsafat untuk berfilsafat. Sebab, pada intinya seseorang akan mengetahui hakikat filsafat setelah mempelajari filsafat dengan tekun dan konsisten.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup adalah batasan yang memudahkan dilaksanakannya penelitian agar lebih efektif dan efisien untuk memisahkan aspek tertentu sebuah obyek. Jujun S. Suriasumiarti mengatakan bahwa secara garis besar ruang lingkup filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Penjelasan lebih lanjut dari tiga hal tersebut ialah sebagai berikut:
1. Ontologi mempersoalkan yang ada, istilah ini menunjukan terhadap apa yang benar-benar ada didunia, baik yang dapat dirasakan oleh panca indera maupun sesuatu yang ada dibalik fisik (metafisik).
2. Epistemologi mempersoalkan masalah pengetahuan. Istilah ini menunjukan bagaimana proses, mengenai sumber-sumber dan kebenaran pengetahuan tersebut. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan mengenai hakikat segala sesuatu dan hubungan dengan sumber pengetahuan itu sendiri.
3. Aksiologi mempersoalkan tentang nilai dalam kehidupan manusia. Nilai yang berkaitan dengan kebenaran disebut dengan logika, sedangkan nilai yang berkaitan dengan moralitas disebut dengan etika dan nilai yang berhubungan dengan keindahaan disebut estetika. Hal ini mendorong untuk memberikan penilaian serta memegang nilai dengan tepat dan bertanggung jawab atas nilai tersebut.
Perlu juga diketahui bahwa, ada banyak perbedaan antara para filsuf dalam menentukan ruang lingkup filsafat. Contohnya, Aristoteles membagi filsafat teoritis (tujuannya untuk mengetahui kebenaran, serta mencakup matematika, ilmu-ilmu alam dan teologi) dan filsafat praktis (tujuannya untuk aplikasi praktis, khususnya pada bidang etika, politik keluarga dan politik negara). Engels, membagi filsafat menjadi filsafat idealis dan materialis sebagai ukuran untuk memisahkan para ahli filsafat. Serta Francois Bacon yang membagi filsafat menjadi filsafat ketuhanan, filsafat alam dan filsafat manusia.
Obyek
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Obyek adalah hal, perkara atau orang yang menjadi pokok pembicaraan; benda, hal dan sebagainya yang dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan, dsb. Menurut Ahmad Tafsir, obyek filsafat sangat luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Sedangkan seorang filsuf, tulis Louis O. Kattsoff mengatakan obyek filsafat itu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahuin oleh manusia.
Obyek filsafat pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu obyek materia dan obyek forma. Obyek materia adalah segala yang ada dan mungkin ada, pada garis besarnya dibagi pada tiga pokok persoalan, yaitu tentang ketuhanan, kemanusiaan, dan alam. Sedangkan obyek forma adalah pemikiran yang radikal, universal dan rasional. Dengan demikian obyek forma dapat dikatakan sebagai metode untuk meneliti obyek materia. Hematnya, obyek materia diteliti secara radikal, universal dan rasional.
Masykur Arif Rahman dalam bukunya; Sejarah Filsafat Barat, mengatakan bahwa yang dimaksud segala yang ada dan mungkin ada dalam obyek materia yaitu: Pertama, segala yang mungkin akan terjadi, hal ini berkaitan dengan masa depan yang belum pasti atau belum terpikirkan dapat menjadi obyek penelitian filsafat. Kedua, hal-hal yang bersifat metafisika, apa yang tidak nampak oleh panca indra dapat menjadi obyek penelitian filsafat.
Ada pula pertentangan dalam menentukan obyek filsafat, hal tersebut dapat terlihat sebagaimana para penganut madhzab filsafat positivisme mengingkari filsafat metafisika. Mereka berpandangan bahwa ilmu pengetahuan dengan segala cabangnya telah mencakup seluruh objek, sehingga tidak menyisakan ruang sedikitpun bagi filsafat untuk mengkaji objek tertentu. Hal ini disebabkan pandangan mereka terhadap filsafat hanya sebagai metode atau cara untuk menganalisa kata-kata dengan suatu analisa logika.
Sedangkan yang lainnya, memperluas wilayah filsafat sampai mencakup semua obyek pengetahuan manusia, sehingga setiap lapangan pengetahuan mempunyai filsafatnya tersendiri. Mereka berpendapat bahwa setiap problem ilmu pengetahuan mempunyai sisi rasional yang menjadi perhatian filsafat, serta sisi persepsional yang merupakan obyek bahasan ilmu pengetahuan yang spesifik.
Obyek-obyek yang menjadi tujuan kajian filsafat pada prinsipnya tidak berbeda dengan obyek kajian ilmu-ilmu particular. Oleh karena itu akan ditemukan bahwa filsafat memperluas obyek kajiannya terhadap alam dan manusia juga ketuhanan. Hal itu serupa dengan maksud al-Farabi yang mengatakan bahwa “Tak ada entitas apapun dialam semesta ini, kecuali filsafat mempunyai pintu masuk ke dalamnya”.
Metode
Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Setidaknya ada tiga metode yang dianjurkan dalam mempelajari filsafat, khususnya bagi seorang pemula, yaitu:
1. Metode Historis
Metode ini mengarahkan untuk menekuni sejarah pemikiran filsafat dan tokoh-tokoh filsafat secara kronologis. Dengan menggunakan metode ini, seseorang dapat mengetahui perkembangan filsafat dengan sendirinya. Sebab, sejarah filsafat pada hakikatnya juga membicarakan sejarah perkembangan atau periode pemikiran filsafat.
2. Metode Sistematis
Metode ini menghadapkan pada isi dan teori-teori filsafat, yang pada umumnya dikelompokan menjadi cabang-cabang filsafat. Dengan menggunakan metode ini, seseorang akan mengetahui cabang-cabang filsafat dan tema-tema khusus seperti logika, ontologi, dan sub-cabang filsafat lainnya. Dan pada akhirnya mengantarkan kita pada isi atau teori filsafat yang bersifat tematis.
3. Metode Kritis
Metode yang berusaha untuk mengkritisi isi filsafat (pemikiran atau teori filsafat yang dihasilkan oleh para filsuf). Jadi belajar filsafat dengan metode ini dapat melalu pendekatan historis dan sistematis. Keutamaan metode ini adalah seseorang akan diajak untuk berusaha berfilsafat dengan sesungguhnya. Dengan kata lain, metode kritis akan mengantarkan seseorang untuk menjadi seoang filsuf.
Metode-metode tersebut hanyalah anjuran dari para filsuf. Namun, penggunaan ke-tiga metode tersebut tidak mutlak. Artinya, siapa saja boleh tidak memakainya dan dapat menggunakan metode lain yang lebih memudahkannya dalam mempelajari filsafat.
Berfilsafat
Berfilsafat atau dapat dikatakan berpikir filosofi tentu memiliki ciri yang membedakan dengan berpikir biasa. Berikut ciri-ciri berpikir filosofi atau berfilsafat, yaitu:
1. Berpikir Radikal
Istilah radikal berasal dari bahasa Yunani, yaitu radix yang berarti akar. Menurut Masykur Arif Rahman, berpikir radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya, mendalam, sampai pada penyebab (asas) yang pertama, atau pada konsekuensinya yang terakhir, atau sampai pada hakikat segala sesuatu.
2. Berpikir Universal
Universal berarti umum, menyeluruh, luas dan melingkupi segalanya. Berpikir universal merupakan kegiatan berpikir yang dimana seseorang dengan sadar mengetahui bahwa obyek pikirannya memiliki keterkaitan dengan obyek yang lainnya dan tidak mengkhususkan suatu obyek berdasarkan tempat, waktu maupun hal lainnya.
3. Berpikir Rasional
Berpikir rasional atau berpikir logis (masuk akal) dapat diartikan sebagai berpikir dengan konsisten, sistematis, sesuai dengan logika (benar menurut penalara/hukum berpikir) dan kritis. Oleh karena filsafat dicirikan sebagai berpikir rasional, maka pertanggungjawaban kebenaran filsafat adalah dihadapan akal.
Berfilsafat mutlak harus mencirikan tiga hal tersebut secara serentak. Oleh karena itu latihan berpikir filsafat sangatlah penting untuk dilakukan oleh seseorang dalam mempelajari filsafat, karena hal tersebut akan mengasah kemampuannya untuk menghasilkan pemikiran filsafat dan menjadi seorang filsuf.
Polling
0 suara
2
0
9.8K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan