- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Jika Petani Akronim "Penyangga Tatanan Negara", Bagaimana Dengan Nelayan?


TS
riandyoga
Jika Petani Akronim "Penyangga Tatanan Negara", Bagaimana Dengan Nelayan?
Hai GanSis! Kemarin itu saya kaget juga dapat berita bahwa kosakata "petani" sebenarnya merupakan akronim dari "Penyangga Tatanan Negara Indonesia". Wagelaseh, diumur 20-an ini gw baru tahu.
Lalu, jika kata 'Petani' memiliki akronim seperti itu, bagaimana dengan kata Nelayan. Awalnya saya kira akan menemukan sebuah susunan kata yang menakjubkan. Ternyata tidak. Kata nelayan memang memiliki arti, namun bukan akronim.
Berikut ini penjelasan kata Nelayan dari Wikipedia: istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan.
Dan sebenarnya juga pengertian Petani itu, (masih versi Wikipedia) Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang pertanian, utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Nah loh, jadi bagaimana dengan akronim kata petani tadi?
Sebelum itu kita pahami dulu apa itu Akronim, yaitu kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata, atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar.
Hasil kreasi Bung Karno
Penjelasannya sebenarnya panjang. Tapi saya coba dipersingkat. Jadi Bung Karno memberi akronim petani "penyangga tatanan negara Indonesia"untuk mengambil hati para petani.
Sementara para petani merasa bangga karena disebut sebagai "penyangga tatanan negara" ini diberikan langsung oleh Presiden Pertama Indonesia.
Namun kurang tepat jika disebut kata petani ditemukan oleh Presiden Soekarno sebagai akronim "penyangga tatanan negara Indonesia". Akronim tersebut hanyalah kreasi dari Bung Besar Soekarno. Merupakan cocok-cocokan kata saja.
Yang sebenarnya kata 'petani' sudah ada jauh lebih dulu sebelum Bung Karno mencetuskan akronim penyangga tatanan negara Indonesia. Kata petani berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu kata 'tani" yang berarti tanah yang ditanami.
Kita tahu Bung Karno sering membuat akronim-akronim lainnya. Seperti Berdikari (berdiri diatas kaki sendiri), Trikora (Tri Komando Rakyat), Jas Merah (jangan sampai melupakan sejarah) dan lain sebagainya. Kita sendiri kan juga suka begitu, mencocok-cocokan kata dengan singkatan-singkatan ala kita sendiri.
Kiranya itu terkesan hanya permainan kata-kata. Namun kita kenal Bung Karno, Si Singa Podium sangat lihat berpidato dan beretorika. Betapa untaian kata Bung Karno sangat menggerakkan hati dan semangat perjuangan rakyat kala itu melawan penjajah.
Seperti halnya dalam sejarah akronim 'petani'. Bung Karno memang dikenal dekat dengan petani. Termasuk juga dengan nelayan. Bung Karno menyebutnya sebagai kaum Marhaen.
Pak Tani yang bernama Aeng
Benar kata orang, sejarah tentang Bung Karno tidak ada habisnya untuk dibahas. Awalnya saya kira cukup untuk membahas akronim kata 'petani', begitu juga dengan 'nelayan' yang ternyata tidak ada akronimnya.
Tapi membahas topik tersebut tidak terlepas dari ideologi Marhaenisme. Sebuah ideologi yang menjadi alat perjuangan Bung Karno hingga mengantarnya menjadi pemimpin.
Semula berawal dari keresahannya terhadap pekerja kecil di Hindia Timur. Mereka punya alat produksi, namun hasil kerjanya hanya cukup untuk makan. Tidak cukup untuk menaikkan derajat ekonomi, sosial dan politik. Representasi rakyat Indonesia yang memiliki tanah dan air, namun masih tertindas.
Mereka itu misalnya kusir yang punya delman dan kuda, petani yang punya petak sawah dan cangkul, serta nelayan yang punya jaring, pancing dan perahunya sendiri.
Hingga Bung Karno bertemu seorang petani pada tahun 1926-an. Petani yang dianggap Bung Karno sesuai ciri-ciri yang Ia pikiran. Bung Karno menyebut nama petani itu Marhaen. Sementara versi lain menyebut nama petani itu Aeng.
Kemudian nama Marhaen digunakan Bung Karno sebagai nama untuk buah pemikirannya, Marhaenisme. Kaum-kaum yang selama ini Bung Karno pikirkan sebagai "pekerja kecil" tersebut berhasil diberi identitas sebagai kaum Marhaen.
Bung Karno tentunya sangat memandang penting peran kaum Marhaen. Maka itu rasanya gak berlebihan jika petani disebut juga "penyangga tatanan negara Indonesia". Sayangnya saya tidak temukan informasi, apakah nelayan memiliki akronim yang menakjubkan seperti petani? Kiranya Bu Susi punya jawabannya. Atau GanSis bisa menjawabnya?
Rianda Prayoga @riandaprayoga#NapaweiPost
Binjai, 14 Maret 2021
Quote:
Lalu, jika kata 'Petani' memiliki akronim seperti itu, bagaimana dengan kata Nelayan. Awalnya saya kira akan menemukan sebuah susunan kata yang menakjubkan. Ternyata tidak. Kata nelayan memang memiliki arti, namun bukan akronim.
Berikut ini penjelasan kata Nelayan dari Wikipedia: istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan.
Dan sebenarnya juga pengertian Petani itu, (masih versi Wikipedia) Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang pertanian, utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Nah loh, jadi bagaimana dengan akronim kata petani tadi?
Sebelum itu kita pahami dulu apa itu Akronim, yaitu kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata, atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar.
Hasil kreasi Bung Karno
Quote:
Penjelasannya sebenarnya panjang. Tapi saya coba dipersingkat. Jadi Bung Karno memberi akronim petani "penyangga tatanan negara Indonesia"untuk mengambil hati para petani.
Sementara para petani merasa bangga karena disebut sebagai "penyangga tatanan negara" ini diberikan langsung oleh Presiden Pertama Indonesia.
Namun kurang tepat jika disebut kata petani ditemukan oleh Presiden Soekarno sebagai akronim "penyangga tatanan negara Indonesia". Akronim tersebut hanyalah kreasi dari Bung Besar Soekarno. Merupakan cocok-cocokan kata saja.
Quote:
Yang sebenarnya kata 'petani' sudah ada jauh lebih dulu sebelum Bung Karno mencetuskan akronim penyangga tatanan negara Indonesia. Kata petani berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu kata 'tani" yang berarti tanah yang ditanami.
Kita tahu Bung Karno sering membuat akronim-akronim lainnya. Seperti Berdikari (berdiri diatas kaki sendiri), Trikora (Tri Komando Rakyat), Jas Merah (jangan sampai melupakan sejarah) dan lain sebagainya. Kita sendiri kan juga suka begitu, mencocok-cocokan kata dengan singkatan-singkatan ala kita sendiri.
Kiranya itu terkesan hanya permainan kata-kata. Namun kita kenal Bung Karno, Si Singa Podium sangat lihat berpidato dan beretorika. Betapa untaian kata Bung Karno sangat menggerakkan hati dan semangat perjuangan rakyat kala itu melawan penjajah.
Seperti halnya dalam sejarah akronim 'petani'. Bung Karno memang dikenal dekat dengan petani. Termasuk juga dengan nelayan. Bung Karno menyebutnya sebagai kaum Marhaen.
Pak Tani yang bernama Aeng
Quote:
Benar kata orang, sejarah tentang Bung Karno tidak ada habisnya untuk dibahas. Awalnya saya kira cukup untuk membahas akronim kata 'petani', begitu juga dengan 'nelayan' yang ternyata tidak ada akronimnya.
Tapi membahas topik tersebut tidak terlepas dari ideologi Marhaenisme. Sebuah ideologi yang menjadi alat perjuangan Bung Karno hingga mengantarnya menjadi pemimpin.
Semula berawal dari keresahannya terhadap pekerja kecil di Hindia Timur. Mereka punya alat produksi, namun hasil kerjanya hanya cukup untuk makan. Tidak cukup untuk menaikkan derajat ekonomi, sosial dan politik. Representasi rakyat Indonesia yang memiliki tanah dan air, namun masih tertindas.
Mereka itu misalnya kusir yang punya delman dan kuda, petani yang punya petak sawah dan cangkul, serta nelayan yang punya jaring, pancing dan perahunya sendiri.
Hingga Bung Karno bertemu seorang petani pada tahun 1926-an. Petani yang dianggap Bung Karno sesuai ciri-ciri yang Ia pikiran. Bung Karno menyebut nama petani itu Marhaen. Sementara versi lain menyebut nama petani itu Aeng.
Kemudian nama Marhaen digunakan Bung Karno sebagai nama untuk buah pemikirannya, Marhaenisme. Kaum-kaum yang selama ini Bung Karno pikirkan sebagai "pekerja kecil" tersebut berhasil diberi identitas sebagai kaum Marhaen.
Bung Karno tentunya sangat memandang penting peran kaum Marhaen. Maka itu rasanya gak berlebihan jika petani disebut juga "penyangga tatanan negara Indonesia". Sayangnya saya tidak temukan informasi, apakah nelayan memiliki akronim yang menakjubkan seperti petani? Kiranya Bu Susi punya jawabannya. Atau GanSis bisa menjawabnya?
Rianda Prayoga @riandaprayoga#NapaweiPost
Binjai, 14 Maret 2021
Spoiler for sumber & referensi:
Diubah oleh riandyoga 14-03-2021 13:19






b4perman dan 22 lainnya memberi reputasi
23
4.4K
112


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan