Aku merasakan matahari di wajahku, melihat pepohonan di sekitarnya. Aroma bunga-bunga liar tertiup angin. Bumi begitu indah.
Bahkan aku bisa melukiskannya dengan sempurna.

Tapi sayang sekali aku tak disana, aku lahir diluar angkasa.

Sudah 97 tahun sejak kiamat perang nuklir yang membunuh manusia di bumi, menyebabkan planet itu yang penuh dengan radiasi. Para penyintas yang tersisa, sebanyak 12 negara telah memiliki stasiun luar angkasa saat ledakan itu terjadi. Dan mereka berkoloni dipimpin oleh seorang kanselir dengan peraturan yang dikeluarkan oleh para Dewan.

Tempat mereka hidup sekarang disebut Arkadia, merupakan gabungan dari banyak stasiun. Mereka diberi tahu, bumi butuh 100 tahun lagi untuk bisa dihuni. Empat generasi manusia tinggal di Arkadia untuk kemudian bisa kembali ke bumi yang merupakan asal kehidupan manusia.

Daratan...itu adalah impianku.

Dan ini adalah kenyataan nya, aku dikurung di ruang 4x4 m berdinding besi yang dingin. Tak ada seorangpun yang bisa diajak bicara, ya...namaku Cyra, dan aku adalah tahanan di Arkadia.

"Tahanan 3-1-9 menghadap ke dinding," perintah petugas yang tiba-tiba masuk dalam sel ku.


"Ada apa ini?" tanya Cyra.

"Diam! berikan tangan kananmu!" petugas mengeluarkan semacam gelang besi dari sebuah kotak dan hendak memasangkannya di tangan Cyra.

"Tidak, ini kesalahan, ini bukan waktuku! aku belum 18 tahun bulan depan." Cyra menolak perintah petugas. "Aku tidak mau diapungkan!" Teriak Cyra

Di Arkadia, betapapun kecilnya kejahatan, akan dikenai hukuman mati. Yaitu dibuang ke luar angkasa, kami menyebutnya 'Pengapungan' Kecuali umur kurang dari 18 tahun. Tujuannya untuk menjaga populasi, bahkan manusia juga hanya boleh memiliki satu anak.

"Arlojinya lepas!" petugas bertubuh gemuk memaksa melepaskan arloji di tangan Cyra.

"Tidak! ini milik ayahku." teriak Cyra. "Jangan diambil!"

"Lepaskan!" bentak petugas.

"Tidak!" Cyra mendorong petugas lalu mencoba lari melalui pintu besi.

Para pelanggar remaja ditempatkan disini, dikurung...kami menyebutnya kotak langit.

"Tahanan 3-1-9!" petugas memanggil Cyra.

"Cyra...berhenti nak! tunggu disini," suara Abby, ibu Cyra menghentikan langkahnya.

"Ibu, apa yang terjadi? apa ini?" Cyra menangis sambil memeluk Abby. "Mereka akan membunuhku kan? untuk mengurangi populasi? untuk memberi waktu pada kalian?" Jerit Cyra.

"Cyra, kau tidak akan dieksekusi...kau akan dikirim ke daratan bumi." Abby menjelaskan pada anaknya. "100 orang dari kalian akan dikirim ke sana. Memastikan kondisi bumi."

"Tapi itu kan tidak aman, tidak bu," rajuk Cyra. "Kami bisa ditinjau ulang saat 18th."

"Tidak Cyra, peraturan sudah berubah. Ini memberi kau kesempatan tetap hidup. Nalurimu akan memberitahukanmu untuk mengutamakan orang lain lebih dulu. Kau sama seperti ayahmu, tapi hati-hati aku tidak mau kehilanganmu juga. Aku sangat menyayangimu Cyra," Abby membelai wajah anak semata wayangnya.

Sementara itu di belakang Cyra, petugas telah siap dengan senapan biusnya dan menembak tepat di punggung Cyra. Cyra pun terkulai lemas dan tak sadarkan diri di pelukan Abby.

Beberapa saat kemudian, petugas berhasil melemahkan 100 anak dan menempatkan nya di dalam pesawat.

Pesawat dropship yang berisi 100 remaja dengan status terhukum di Arkadia kini sedang meluncur ke bumi.