Assalamualaikum wr.wb, salam sejahtera bagi kaskuser semua, shalom, om swastyastu, namo buddhaya salam kebajikan.

Hallo Agan and Sist apa kabar? Semoga dalam keadaan baik-baik saja. Oya gan kali ini ane mau bahas 2 (dua) tokoh penting bangsa Indonesia yang namanya terlupakan. Padahal kedua tokoh ini memegang peranan yang sangat penting dan genting ketika bangsa indonesia berada dimasa-masa kritis sebagai akibat dari Agresi Militer yang dilakukan oleh pihak belanda. Kedua tokoh ini menjalani peran sebagai pemimpin bangsa setingkat presiden menggantikan soekarno kala itu.

Sumber
Sudah sepantasnya kita sebagai generasi penerus bangsa untuk bisa mengenang dan menghargai perjuangan kedua tokoh bangsa ini. Siapakah tokoh tersebut berikut ulasannya:

1. Mr. Syafruddin Prawiranegara

Syafrudin
Adalah seorang pejuang kemerdekaan yang lahir di Banten 28 Februari 1911. Beliau pernah menjabat sebagai ketua (setingkat presiden) Pemerintah Darurat Republik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949. Kurang lebih 6 bulan Mr. Syafruddin memimpin bangsa ini ketika negara ini dalam keadaan darurat. Sistem pemerintahan PDRI berada di Sumatera Barat. PDRI dibentuk sebagai akibat ditangkapnya Soekarno dan tokoh- tokoh lainnya dan dibuang keluar jawa oleh belanda, hal ini sebagai buntut dikuasainya Ibu Kota Yogyakarta oleh belanda dalam Agresi Militer Belanda.

2. Mr. Assaat

Assaat
Mr. Assat yang bergelar Datuk Mudo merupakan seorang politisi dan pejuang kemerdekaan indonesia. Beliau lahir di Kabupaten Agam pada tanggal 18 September 1904. Mr. Assaat pernah memangku Jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950. Kurang lebih 8 bulan Mr. Assaat memimpin Republik Indonesia hal ini terjadi setelah pengembalian Kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 kemudian terjadilah kekosongan di kursi Kepresidenan Republik Indonesia. Maka Mr. Assaat menjadi pejabat Presiden untuk sementara waktu.

JASMERAH, Jangan sekali sekali meninggalkan sejarah begitulah semboyan Bung Karno dalam pidatonya pada Hari Ulang Tahun Republik Indonesia pada tahun 1966.