- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
5 Dampak Dari Hustler Culture, Apakah Agan Dan Sista Termasuk Didalamnya?


TS
delia.adel
5 Dampak Dari Hustler Culture, Apakah Agan Dan Sista Termasuk Didalamnya?
Spoiler for google:


Quote:
Hai hai hai...met sore...jumpa lagi dengan trid Delia, yang mana untuk kali ini akan membahas tentang "Hustler Culture" yang nampaknya sudah mulai mewabah, bahkan sangat terikat begitu erat, sehingga melupakan waktu untuk dirinya sendiri.
But apakah kalian tau apa artinya "Hustler Culture" tersebut?
Hustle Culture adalah gaya hidup, yang mana mendorong seseorang untuk selalu bekerja terus menerus, tanpa melihat lingkungan sekitarnya, seolah-olah dunianya hanya untuk bekerja dan bekerja saja. Di manapun, kapanpun waktunya hanya digunakan untuk melakukan aktivitas sebagai workaholic.
Banyak orang yang merasa harus menjadi pekerja keras, karena mereka berpikir jika tidak melakukan maka tidak akan ada yang namanya pencapaian keberhasilan. Target-target yang di rencanakan dalam skill harus lebih mem-pushup etos kerjanya agar segala apa yang diinginkannya dalam hidup bisa mencapai ujung kesuksesan.
Hustler Culture menjadi tolak ukur sebuah produktivitas dalam bekerja, sehingga melupakan bahwasanya hidup itu tidak hanya untuk sekedar mengejar dunia, karena pada dasarnya, semakin di kejar, dunia akan semakin jauh dan bahkan kesulitan untuk diraihnya. Tersebab kondisi yang di paksakan untuk bekerja, akan semakin kesulitan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Karena pikiran yang terlampau di paksakan nantinya malah tidak menghasilkan hal-hal yang baik, bahkan menjadi sangat terbebani dan akhirnya merasa keletihan sendiri.
But apakah kalian tau apa artinya "Hustler Culture" tersebut?
Hustle Culture adalah gaya hidup, yang mana mendorong seseorang untuk selalu bekerja terus menerus, tanpa melihat lingkungan sekitarnya, seolah-olah dunianya hanya untuk bekerja dan bekerja saja. Di manapun, kapanpun waktunya hanya digunakan untuk melakukan aktivitas sebagai workaholic.
Banyak orang yang merasa harus menjadi pekerja keras, karena mereka berpikir jika tidak melakukan maka tidak akan ada yang namanya pencapaian keberhasilan. Target-target yang di rencanakan dalam skill harus lebih mem-pushup etos kerjanya agar segala apa yang diinginkannya dalam hidup bisa mencapai ujung kesuksesan.
Hustler Culture menjadi tolak ukur sebuah produktivitas dalam bekerja, sehingga melupakan bahwasanya hidup itu tidak hanya untuk sekedar mengejar dunia, karena pada dasarnya, semakin di kejar, dunia akan semakin jauh dan bahkan kesulitan untuk diraihnya. Tersebab kondisi yang di paksakan untuk bekerja, akan semakin kesulitan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Karena pikiran yang terlampau di paksakan nantinya malah tidak menghasilkan hal-hal yang baik, bahkan menjadi sangat terbebani dan akhirnya merasa keletihan sendiri.

Quote:
Dan karena terlampau bekerja dengan kerasnya, maka akan berdampak kepada kualitas dari dirinya sendiri.
Dampak yang terjadi adalah:
1. Kurangnya menghargai sebuah proses. Karena hanya fokus kepada hasilnya.
Pada sisi ini pikiran kita tidak akan pernah merasakan kepuasan, walaupun untuk mendapatkannya sebuah hasil, pikiran, tenaga dan waktu di korbankan, namun hasil dari pekerjaan tersebut, tidak berhasil dengan sempurna, bahkaan tidak berjalan seimbang dengan kekuatan dari pemikiran kita yang ternyata sudah merasa keletihan terlebih dahulu, efek terlampau di push up sedemikian rupa, sehingga hasil kerjaan, tidak berkembang dengan baik, atah bahkan malah menghancurkannya.
Bahkan ketika sudah mengerjakan semaksimal mungkin, masih saja kurang terpuaskan, bahkan lebih membebaninya pikiran, untuk sebuah kategori sempurna.
2. Kehabisan energi.
Karena terlampau memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal waktu, maka pada akhirnya tingkat keproduktifannya semakin menurun, bahkan pada akhirnya kehabisan energi, karena terlampau dipaksakan untuk membuat dirinya menjadi seseorang yang memiliki tingkat kompetensi yang tinggi.
Bahkan menajdi kebingungan apa yang akan dikerjakannya Kemudian.
3. Tidak mengenal arti istirahat
Bekerja tanpa mengingat waktu, bahkan untuk istirahat saja serupa perbuatan yang sia-sia, maka pada akhirnya ada rasa jenuh dalam diri, yang akan mengakibatkan stress yang berkepanjangan. Apalagi benar-benar tidak bisa menempatkan waktu untuk bersenang-senang, hal inilah yang akan menjado point kehancuran bagi karakteristik, bahkan jiwa kita bisa sangat-sangatlah terganggu pada akhirnya.
4. Mengancam kesehatan mental.
Kita bukan robot, sekalinya robot pun punya waktu untuk istirahat dengan mencargernya, hingga batere nya penuh dan terisi dengan baik untuk melakukan apa yang harus dilakukannya.
Jika tidak adanya waktu untuk istirahat, bahkan terlampau di forsirkan untuk bekerja, maka kesehatan sudah pasti tergantung, bukan hanya kesehatan fisik saja, namun kesehatan mentalnya juga bisa terinfeksi. Kan tidak lucu hanya karena pekerjaan kita harus di singkirkan ke rumah sakit jiwa dikarenakan jiwanya yang sudah sangat terganggu dan terinfeksi sangat beratnya.
Well jika sudah serupa ini, siapa yang dirugikan? Dan apa untungnya?

5. Terobsesi yang berlebihan.
Karena membandingkan hasil pekerjaan dari orang lain, maka pada akhirnya merasa tidak akan pernah puas kepada hasil yang sudah dihasilkan, kemudian lebih memicu diri lagi untuk lebih bekerja dengan kerasnya. Bahkan tidak lagi memikirkan kondisi tubuh yang harus diperhatikan.
Ya pada dasarnya obsesi itu bagus, namun jika bisa mempergunakannya dengan baik sesuai kadar kebutuhan yang dibutuhkan.
So jangan pernah kita terlampau bekerja dengan kerasnya, sampai-sampai lupa, bahwasanya tubuh kita itu juga membutuhkan banyak istirahat. Produktivitas itu bukan ajang untuk kompetisi. Buatlah sebuah pekerjaan itu sebagai kenikmatan, bahwasanya kita membutuhkan pekerjaan untuk hidup, bukan untuk sebuah pencapaian target yang pada akhirnya membuat tubuh tidak sehat.
Jalani saja apa yang harus dijalankan, dengan sebuah prosesnya bukan dengan sebuah Hustler Culture yang pada akhirnya membuat hidupnya bahkan makin berantakan dan tidak sewajar menjadi lebih wajar.
GIF

Opini pribadi
Sumber dari Instagram
dan
[URL=https://S E N S O R@amelindahelvina/hustle-culture-becomes-toxic-productivity-ebfec3bf592d]linknya di marih[/URL]
Dampak yang terjadi adalah:
1. Kurangnya menghargai sebuah proses. Karena hanya fokus kepada hasilnya.
Pada sisi ini pikiran kita tidak akan pernah merasakan kepuasan, walaupun untuk mendapatkannya sebuah hasil, pikiran, tenaga dan waktu di korbankan, namun hasil dari pekerjaan tersebut, tidak berhasil dengan sempurna, bahkaan tidak berjalan seimbang dengan kekuatan dari pemikiran kita yang ternyata sudah merasa keletihan terlebih dahulu, efek terlampau di push up sedemikian rupa, sehingga hasil kerjaan, tidak berkembang dengan baik, atah bahkan malah menghancurkannya.
Bahkan ketika sudah mengerjakan semaksimal mungkin, masih saja kurang terpuaskan, bahkan lebih membebaninya pikiran, untuk sebuah kategori sempurna.
2. Kehabisan energi.
Karena terlampau memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal waktu, maka pada akhirnya tingkat keproduktifannya semakin menurun, bahkan pada akhirnya kehabisan energi, karena terlampau dipaksakan untuk membuat dirinya menjadi seseorang yang memiliki tingkat kompetensi yang tinggi.
Bahkan menajdi kebingungan apa yang akan dikerjakannya Kemudian.
3. Tidak mengenal arti istirahat
Bekerja tanpa mengingat waktu, bahkan untuk istirahat saja serupa perbuatan yang sia-sia, maka pada akhirnya ada rasa jenuh dalam diri, yang akan mengakibatkan stress yang berkepanjangan. Apalagi benar-benar tidak bisa menempatkan waktu untuk bersenang-senang, hal inilah yang akan menjado point kehancuran bagi karakteristik, bahkan jiwa kita bisa sangat-sangatlah terganggu pada akhirnya.
4. Mengancam kesehatan mental.
Kita bukan robot, sekalinya robot pun punya waktu untuk istirahat dengan mencargernya, hingga batere nya penuh dan terisi dengan baik untuk melakukan apa yang harus dilakukannya.
Jika tidak adanya waktu untuk istirahat, bahkan terlampau di forsirkan untuk bekerja, maka kesehatan sudah pasti tergantung, bukan hanya kesehatan fisik saja, namun kesehatan mentalnya juga bisa terinfeksi. Kan tidak lucu hanya karena pekerjaan kita harus di singkirkan ke rumah sakit jiwa dikarenakan jiwanya yang sudah sangat terganggu dan terinfeksi sangat beratnya.
Well jika sudah serupa ini, siapa yang dirugikan? Dan apa untungnya?

5. Terobsesi yang berlebihan.
Karena membandingkan hasil pekerjaan dari orang lain, maka pada akhirnya merasa tidak akan pernah puas kepada hasil yang sudah dihasilkan, kemudian lebih memicu diri lagi untuk lebih bekerja dengan kerasnya. Bahkan tidak lagi memikirkan kondisi tubuh yang harus diperhatikan.
Ya pada dasarnya obsesi itu bagus, namun jika bisa mempergunakannya dengan baik sesuai kadar kebutuhan yang dibutuhkan.
So jangan pernah kita terlampau bekerja dengan kerasnya, sampai-sampai lupa, bahwasanya tubuh kita itu juga membutuhkan banyak istirahat. Produktivitas itu bukan ajang untuk kompetisi. Buatlah sebuah pekerjaan itu sebagai kenikmatan, bahwasanya kita membutuhkan pekerjaan untuk hidup, bukan untuk sebuah pencapaian target yang pada akhirnya membuat tubuh tidak sehat.
Jalani saja apa yang harus dijalankan, dengan sebuah prosesnya bukan dengan sebuah Hustler Culture yang pada akhirnya membuat hidupnya bahkan makin berantakan dan tidak sewajar menjadi lebih wajar.
GIF

Opini pribadi
Sumber dari Instagram
dan
[URL=https://S E N S O R@amelindahelvina/hustle-culture-becomes-toxic-productivity-ebfec3bf592d]linknya di marih[/URL]






terbitcomyt dan 47 lainnya memberi reputasi
48
12.5K
Kutip
180
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan