- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Doa Pelaku Pasar Terkabul, Dolar AS Akhirnya Babak Belur


TS
juraganind0
Doa Pelaku Pasar Terkabul, Dolar AS Akhirnya Babak Belur

Quote:
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) belakangan ini sangat perkasa. Indeks dolar AS di pekan ini lalu menyentuh level tertinggi dalam lebih dari 3 bulan terakhir. Penguatan dolar AS tersebut memicu ketakutan di pasar finansial global, bursa saham dan aset-aset berisiko mengalami tekanan.
Penguatan dolar AS sebenarnya hal yang biasa, tetapi yang membuat pelaku pasar takut adalah apa yang melatarbelakangi penguatan tersebut, yakni taper tantrum.
Tetapi ketakutan pelaku pasar mereda, indeks dolar AS hari ini turun yang turun 0,05% ke 91,768. Sebelumnya, dalam 2 hari terakhir indeks dolar AS juga turun dengan total 0,53%.
Penurunan yield obligasi (Treasury) AS dalam 2 hari terakhir serta inflasi yang masih rendah membuat indeks dolar AS akhirnya turun, dan kecemasan akan taper tantrum mereda.
Pada perdagangan Selasa, yield Treasury tenor 10 tahun turun 5 basis poin, kemudian kemarin turun lagi 2,4 basis poin.
Sementara itu, kemarin inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) dilaporkan masih rendah. CPI bulan Februari dilaporkan tumbuh 0,4% (month-to-month/MtM), sementara dibandingkan tahun lalu atau secara year-on-year (YoY) tumbuh 1,7%.
Inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 0,1% MtM,, dan 1,3% YoY, turun dibandingkan bulan sebelumnya 1,4% YoY.
Penurunan inflasi inti secara YoY tersebut menunjukkan kenaikan harga-harga masih belum stabil, dan inflasi masih lemah.
"Data CPI sangat berguna untuk mengingatkan pelaku pasar jika inflasi di AS masih lemah," kata Joe Capurso, analis mata uang di Commonwealth Bank of Australia, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (11/3/2021).
Sebelumnya terus menanjaknya yield Treasury hingga ke level pra pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) membuat dolar AS menguat dan pelaku pasar cemas akan kemungkinan terjadinya taper tantrum. Tidak hanya pasar AS, tapi pasar global juga dibuat cemas.
Kenaikan yield Treasury terjadi akibat ekspektasi perekonomian AS akan segera pulih, dan inflasi akan meningkat. Saat inflasi meningkat, maka berinvestasi di Treasury menjadi tidak menguntungkan, sebab yield-nya lebih rendah. Alhasil pelaku pasar melepas kepemilikan Treasury, dan yield-nya menjadi naik.
Kenaikan yield akibat ekspektasi pemulihan ekonomi dan kenaikan inflasi tersebut juga membuat pelaku pasar melihat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kemungkinan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah tapering.
Saat tapering terjadi indeks dolar AS menguat tajam, sehingga disebut taper tantrum. Tidak hanya itu, pasar finansial global juga mengalami gejolak, bursa saham mengalami kemerosotan.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dampak Taper Tantrum di Pasar Keuangan Indonesia
Dampak Taper Tantrum di Pasar Keuangan Indonesia
Taper tantrum pernah terjadi pada tahun pada pertengahan tahun 2013 lalu, The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke, mengeluarkan wacana tapering. Saat wacana tersebut muncul dolar AS menjadi begitu perkasa.
The Fed akhirnya mulai mengurangi QE sebesar US$ 10 miliar per bulan dimulai pada Desember 2013, hingga akhirnya dihentikan pada Oktober 2014. Akibatnya, sepanjang 2014, indeks dolar melesat lebih dari 12%.
Tidak sampai di situ, setelah QE berakhir muncul wacana normalisasi alias kenaikan suku bunga The Fed, yang membuat dolar AS terus berjaya hingga akhir 2015.
Rupiah menjadi salah satu korban keganasan taper tantrum kala itu. Sejak Bernanke mengumumkan tapering Juni 2013 nilai tukar rupiah terus merosot hingga puncak pelemahan pada September 2015.
Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ sementara pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%.
IHSG saat awal taper tantrum juga mengalami aksi jual. Pada periode Mei-September 2013 IHSG jeblok hingga 23%.
Penguatan dolar AS sebenarnya hal yang biasa, tetapi yang membuat pelaku pasar takut adalah apa yang melatarbelakangi penguatan tersebut, yakni taper tantrum.
Tetapi ketakutan pelaku pasar mereda, indeks dolar AS hari ini turun yang turun 0,05% ke 91,768. Sebelumnya, dalam 2 hari terakhir indeks dolar AS juga turun dengan total 0,53%.
Penurunan yield obligasi (Treasury) AS dalam 2 hari terakhir serta inflasi yang masih rendah membuat indeks dolar AS akhirnya turun, dan kecemasan akan taper tantrum mereda.
Pada perdagangan Selasa, yield Treasury tenor 10 tahun turun 5 basis poin, kemudian kemarin turun lagi 2,4 basis poin.
Sementara itu, kemarin inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) dilaporkan masih rendah. CPI bulan Februari dilaporkan tumbuh 0,4% (month-to-month/MtM), sementara dibandingkan tahun lalu atau secara year-on-year (YoY) tumbuh 1,7%.
Inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 0,1% MtM,, dan 1,3% YoY, turun dibandingkan bulan sebelumnya 1,4% YoY.
Penurunan inflasi inti secara YoY tersebut menunjukkan kenaikan harga-harga masih belum stabil, dan inflasi masih lemah.
"Data CPI sangat berguna untuk mengingatkan pelaku pasar jika inflasi di AS masih lemah," kata Joe Capurso, analis mata uang di Commonwealth Bank of Australia, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (11/3/2021).
Sebelumnya terus menanjaknya yield Treasury hingga ke level pra pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) membuat dolar AS menguat dan pelaku pasar cemas akan kemungkinan terjadinya taper tantrum. Tidak hanya pasar AS, tapi pasar global juga dibuat cemas.
Kenaikan yield Treasury terjadi akibat ekspektasi perekonomian AS akan segera pulih, dan inflasi akan meningkat. Saat inflasi meningkat, maka berinvestasi di Treasury menjadi tidak menguntungkan, sebab yield-nya lebih rendah. Alhasil pelaku pasar melepas kepemilikan Treasury, dan yield-nya menjadi naik.
Kenaikan yield akibat ekspektasi pemulihan ekonomi dan kenaikan inflasi tersebut juga membuat pelaku pasar melihat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kemungkinan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah tapering.
Saat tapering terjadi indeks dolar AS menguat tajam, sehingga disebut taper tantrum. Tidak hanya itu, pasar finansial global juga mengalami gejolak, bursa saham mengalami kemerosotan.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dampak Taper Tantrum di Pasar Keuangan Indonesia
Dampak Taper Tantrum di Pasar Keuangan Indonesia
Taper tantrum pernah terjadi pada tahun pada pertengahan tahun 2013 lalu, The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke, mengeluarkan wacana tapering. Saat wacana tersebut muncul dolar AS menjadi begitu perkasa.
The Fed akhirnya mulai mengurangi QE sebesar US$ 10 miliar per bulan dimulai pada Desember 2013, hingga akhirnya dihentikan pada Oktober 2014. Akibatnya, sepanjang 2014, indeks dolar melesat lebih dari 12%.
Tidak sampai di situ, setelah QE berakhir muncul wacana normalisasi alias kenaikan suku bunga The Fed, yang membuat dolar AS terus berjaya hingga akhir 2015.
Rupiah menjadi salah satu korban keganasan taper tantrum kala itu. Sejak Bernanke mengumumkan tapering Juni 2013 nilai tukar rupiah terus merosot hingga puncak pelemahan pada September 2015.
Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ sementara pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%.
IHSG saat awal taper tantrum juga mengalami aksi jual. Pada periode Mei-September 2013 IHSG jeblok hingga 23%.
Sumber
https://www.cnbcindonesia.com/market...ya-babak-belur
Kaskuser pemuja BARAT pun tidak bisa lagi teriak MAGA!






nomorelies dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.5K
Kutip
12
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan