Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak masyarakat mengkampanyekan benci produk luar negeri atau produk asing. Dia ingin seluruh pemangku kepentingan menggaungkan cinta produk Indonesia.
Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, bila Jokowi membuat pernyataan tersebut maka bisa dimulai dari produk-produk kepresidenan, misalnya mobil dinas.
"Jadi, kalau Pak Presiden (Jokowi), pemerintah mengatakan benci produk asing ya mulailah dari pemerintah, misalnya mobil kepresidenan harus produk lokal. Negara lain kan mulai dari pimpinannya,"
kata dia kepada detikcom, Kamis (4/3/2021).
"Menurut saya jangan cuma slogan tapi harus dibuktikan komitmen itu dalam pengembangan industri dalam negeri sendiri, dukungannya seperti apa. Sederhananya kita buktikan mobil nasional lah," lanjutnya.
Sebagai informasi, saat ini Jokowi menggunakan mobil kepresidenan Mercedes-Benz S 600 Guard. Itu merupakan armada baru untuk mobil kepresidenan yang sudah diterima Paspampres sejak akhir 2019 lalu.
Tauhid melanjutkan, yang jadi masalah ialah Indonesia kebanyakan hanya unggul di sumber daya alam (SDA), misalnya batubara, CPO, nikel, karet, dan kopi. Sementara untuk produk teknologi, Indonesia kalah.
"Coba bayangkan katakanlah produk otomotif, kita punya nggak produk nasional? nggak punya. Elektronik, ada nggak produk nasional? beberapa, sebagian besar kita malah banyak impor, handphone, laptop itu yang bikin defisit perdagangan atau transaksi berjalan kita hancur lebur di situ," tambahnya.
Dihubungi terpisah, Direktur riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan pernyataan Jokowi terlalu keras.
"Statement dari Pak Presiden terlalu keras, kata-kata benci itu tidak pas. Kita memang harus lebih mencintai produk dalam negeri. Tapi kata-kata untuk yang asingnya bukan benci karena kalau benci itu tidak pas lah, dan ada untuk produk-produk tertentu yang masih belum tergantikan, produk asingnya belum tergantikan," jelasnya.
Dia menjelaskan masih ada produk-produk yang belum bisa diproduksi anak bangsa. Untuk itu, Indonesia masih perlu impor. Misalnya saja bahan baku yang menurutnya masih banyak impor. Begitu pula di sektor pangan.
"Konsumsi bawang putih misalnya, bawang putih itu mau tidak mau kita impor ya karena kebutuhan kita dengan produksi kita lebih banyak kebutuhan kita," tambahnya.
Sumber Berita