Rinda80Avatar border
TS
Rinda80
Mahasiswa UBL Dipolisikan Pihak Kampus Usai Demo Minta Penurunan Uang Kuliah
Mahasiswa Universitas Bandar Lampung (UBL), Sultan Ali Sabana bersama temannya Reyno Pahlepi dilaporkan ke Polresta Bandar Lampung usai menggelar demonstrasi menuntut keringanan uang kuliah (SPP) pada Rabu lalu (17/2/2021).

Sultan mengatakan, menerima surat panggilan dari Polresta Bandar Lampung pada Senin (22/2/2021) sebagai saksi atas tuduhan dugaan tindak pidana yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan tindak pidana penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sesuai Pasal 160 KUHP jo Pasal 98 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

“Yang melaporkan saya WR III UBL. Saya tidak pernah menduga aksi yang saya lakukan dengan kawan-kawan KBM UBL lainnya akan berujung pelaporan ke polisi karena aksi ini merupakan upaya yang dijamij oleh konstitusi,” ujar Sultan saat diwawancara portallnews.id, Rabu malam (24/2/2021).

Menurut Sultan, tuduhan pelanggaran protokol kesehatan pada saat demo tidak benar. Sebab, sekitar 50 mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) UBL melakukan aksi di depan kampus dengan menerapkan protokol kesehatan, yaitu menggunakan masker, menjaga jarak, dan membatasi jumlah peserta aksi (menghindari kerumunan).

“Kami melakukan aksi karena tidak puas dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak kampus terkait pembayaran SPP, kami meminta keringanan karena banyak orangtua yang terdampak di masa pandemi Covid-19,” tuturnya.

Berita terkait : Mahasiswa Minta Laporan Dicabut, WR III : Biarkan Proses Hukum Dulu

Sultan menjelaskan, sebelum melakukan demo, dia bersama temannya Rizky Aditya Nugraha mencoba mengantarkan surat permohonan audiensi ke pihak kampus terkait tuntutan mahasiswa tersebut. Saat mengantarkan surat itu, Sultan bersama temannya sempat berdiskusi dengan WR III UBL, Bambang Hartono.

“Dalam diskusi itu, kami sempat diintimidasi oleh WR III jika melakukan aksi masa,” tuturnya. Namun, Sultan tidak menyangka, WR III benar-benar mempolisikan mahasiswanya.

Sultan mengatakan, seharusnya Selasa (23/2/2021) dia melakukan pemeriksaan pertama di kantor Polresta Bandar Lampung, tapi Sultan mengaku dia dan kuasa hukumnya dari LBH Bandar Lampung berhalangan memenuhi pemanggilan tersebut.

“Saya berharap WR III mencabut laporan yang ditujukan kepada saya dan Reyno Pahlevi, serta hentikan intimidasi yang dilakukan pihak kampus terhadap mahasiswa yang melakukan aksi pada 17 Februari lalu,” ujarnya.

Kampus Otoriter Bungkam Kebebasan Berpendapat

Direktur LBH Pers Lampung, Chandra Bangkit Saputra, S.H., menyayangakan upaya kriminalisasi oleh pihak kampus UBL yang melaporkan mahasiswanya karena melakukan aksi menuntut turunnya pungutan SPP.

“LBH Pers Lampung mengutuk keras kejadian ini. Pelaporan ini adalah bentuk pembungkaman terhadap demokrasi serta pengkebirian hak mahasiswa untuk memperjuangkan turunnya SPP,” ujar Chandra Bangkit.

Menurut dia, aksi massa bukanlah hal yang luar biasa, mengingat kampus adalah mimbar akademis yang seharusnya tidak alergi dengan aksi protes oleh mahasiswanya.

“Wajar apabila hari ini mahasiswa menuntut untuk diturunkannya SPP, kondisi Pandemi yang hari ini melanda memang sangat berdampak pada ekonomi para orang tua mahasiswa. Banyak mahasiswa yang protes akan biaya kuliah yang tidak mampu mereka bayarkan karena memang kondisi perekonomian yang sedang anjlok hari ini,” tegasnya.

Bukan hanya di UBL, lanjut Chandra, aksi protes penurunan SPP kuliah juga terjadi di kampus lain, tapi hampir di seluruh kampus berjalan dengan damai.

Chandra Bangkit mengatakan, pelaporan oleh pihak UBL dengan dugaan penghasutan dan pelanggaran Undang-Undang Karantina Pasal 93 Undang–Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, terkesan di paksakan dan mencerminkan kampus yang otoriter.

“Bukannya mengedepankan langkah–langkah akademik, demokratis dan humanis, pihak kampus justru menggunakan cara represif yang sangat disayangkan malah mencoreng wajah kampus itu sendiri. Terlebih UBL sudah dikenal banyak mencetak aktivis–aktivis yang pro demokrasi dan hak asasi manusia, jadi jangan sampai kampus ini menjadi kampus yang ototriter,” katanya.

Menurut Chandra Bangkit, pihak kampus cenderung mencari-cari kesalahan massa aksi dengan memberikan statemen bahwa mahasiswa yang ikut aksi adalah dari organisasi ilegal dan bukan berasal dari internal kampus.

Sebab, pada dasarnya, kata Chandra Bangkit, meskipun mahasiswa aktif di organisasi luar kampus, tapi masih terdaftar sebagai mahasiswa aktif di UBL.

“Maka tak ayal, upaya yang dilakukan oleh pihak kampus UBL ini adalah cerminan sikap otoriter karena kebebasan berpendapat di muka umum merupakan hak yang dimiliki oleh setiap individu yang dijamin oleh konstitusi,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Chandra Bangkit, LBH Pers Lampung mendorong agar pihak UBL mencabut laporan di Polresta Bandar Lampung dan duduk bersama mahasiswa untuk mendapatkan solusi terbaik.

Sumber berita :
https://portallnews.id/headline/maha...n-uang-kuliah/
0
753
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan