- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Surat Edaran Kapolri Jadi Pasal Revisi UU ITE?


TS
NegaraTerbaru
Surat Edaran Kapolri Jadi Pasal Revisi UU ITE?
Spoiler for UU ITE:
Spoiler for Video:
Penulis pernah bertanya kepada seorang warga yang tidak mempercayai setiap tindakan pemerintah dalam mengelola negara. Ia tidak percaya karena setiap apa yang diucapkan Presiden Jokowi nantinya berubah tak seperti yang dibayangkan. Ketika pemerintah mengucapkan A yang dilaksanakan justru AB atau B. Akibatnya kesan Pemerintahan Jokowi ‘tukang bohong’ melekat di benak publik oposisi. Rakyat tak lagi mempercayai pemimpinnya sendiri.
Kesan itu menguat saat Presiden Jokowi meminta agar UU ITE direvisi. Namun sayang wacana ini tak langsung direspon pemerintah dan DPR dengan menggelar legislative review di parlemen. Bahkan DPR yang menyatakan dukungannya terhadap wacana revisi UU ITE tak kunjung menyiapkan langkah revisi sejumlah pasal karet yang ada di UU itu.
Kita memahami, demi merombak sebuah UU memerlukan kajian yang mendalam. Akan tetapi, alih-alih menyiapkan langkah untuk merevisi sejumlah pasal bermasalah, pemerintah justru berkutat dengan penyusunan pedoman penerapan UU ITE dalam suatu tindak pidana.
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah membentuk dua tim untuk merespon desakan revisi UU ITE. Pertama, tim yang bertugas untuk membahas pedoman interpretasi UU ITE yang dipimpin Menkominfo Johnny G Plate. Menurut Plate pedoman tersebut dibuat agar implementasi pasal-pasal UU ITE berjalan adil dan tidak multitafsir.
Lantas bagaimana dengan revisi UU ITE yang sejatinya benar-benar dinantikan publik? Sudah adakah timnya?
Ternyata tim untuk merevisi UU ITE belum berjalan. Revisi UU ITE baru sebatas akan dikaji apakah perlu dibentuk atau tidak. Menteri Mahfud menuturkan tim rencana revisi UU ITE akan mengundang pakar hukum, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), pakar, LSM, hingga kelompok pro-demokrasi.
Respon pemerintah yang tak langsung menyiapkan langkah revisi UU ITE mendapat kritik dari Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus. Ia mengatakan pemerintah seharusnya mencabut pasal-pasal karet, bukan membuat pedoman interpretasi. Pemerintah akan sulit menentukan standar interpretasi terhadap tindak pidana yang terkait ekspresi dalam UU ITE. Misalnya terkait penghinaan, perbuatan menyerang kehormatan seseorang dan ujaran kebencian. Akibatnya, penetapan pedoman interpretasi justru membuka ruang baru bagi praktik kriminalisasi.
Begitu pula dengan Koalisi Masyarakat Sipil yang menilai pembentukan Tim Kajian UU ITE tak akan membuahkan hasil karena tidak melibatkan pihak independen. "Pertama, tidak adanya keterlibatan pihak independen yang dapat melihat implikasi UU ITE pada pelanggaran hak-hak asasi warga," ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur pada 23 Februari lalu.
Pihak independen yang dimaksud Isnur, seperti Komnas HAM. Peran Komnas HAM sangat dibutuhkan karena lembaga tersebut selama ini aktif menerima aduan terkait pelanggaran pasal karet UU ITE. Tidak dilibatkannya pihak independen dikhawatirkan akan melanggengkan pasal-pasal karet. Isnur meyakini, Tim Kajian UU ITE akan berat sebelah dalam melakukan kajian.
Sumber : Kompas[Wacana Revisi UU ITE yang Setengah Hati...]
Lain ladang lain ilalang. Di saat pemerintah menyibukkan diri dengan Interpretasi UU ITE dan Revisi UU ITE yang hanya sekedar wacara, pihak Kepolisian justru terkesan sigap dengan membuat SE penerapan UU ITE. Di saat pemerintah belum ada itikad merangkul pihak independen dalam memepertanyakan perlu tidaknya revisi UU ITE, pihak Kepolisian justru mengadakan pertemuan dengan Komnas HAM dalam rangka menindaklanjuti penagananan jerat hukum lewat UU ITE.
"Komnas HAM dan Dittipidsiber Bareksrim Polri akan menindaklanjuti dengan pertemuan konkret mekanisme penanganan dan kontribusi masing-masing dalam penanganan kasus berbasis ITE," ujar Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, M. Choirul Anam pada 23 Februari 2021 lalu.
Menurut Anam, menjaga prinsip HAM demi kepentingan publik di media sosial amatlah penting. Termasuk di dalamnya model penegakan hukum atau penggunaan plan of action. Komnas HAM nanti akan membentuk tim bersama Dittipidsiber guna mendalami prinsip HAM, mekanisme penegakan hukum, hingga koordinasi antar lembaga dalam pengananan kasus UU ITE.
Terkait pembahasan UU ITE bersama pemerintah, Komnas HAM mengaku hingga saat ini belum ada agenda pertemuan dengan Tim Pelaksana Kajian UU ITE yang telah diumumkan Menko Mahfud.
Sumber : Tribunnews [Komnas HAM Harap Pemerintah Lebih Terbuka dan Partisipatif dalam Proses Revisi UU ITE]
Lantas bagiamana dengan SE Kapolri terkait penaganan kasus UU ITE? Apakah untuk saat ini surat edaran tersebut memiliki konsep yang baik dalam rangka menerapkan UU ITE yang tak berat sebelah?
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Asep Warlan mengapresiasi surat yang diterbitkan Kapolri terkait penerapan UU ITE. Menurut Asep, surat edaran bernomor SE/2/II/2021 memberikan kepastian dalam penerapan pasal-pasal UU ITE yang selama ini dianggap diskriminatif dan karet.
Dengan adanya SE itu, penyidik Polri tidak akan tergesa-gesa menanggapi laporan masyarakat karena ada pendekatan restorative justice yang mengutamakan mediasi antara pelapor dengan terlapor. Artinya, tidak semua perkara harus diselesaikan di pengadilan, kecuali dalam kasus-kasus yang menimbulkan perpecahan atau kekerasan.
Asep menilai konsep restorative justice Kapolri dalam SE sudah baik, maka harus ditingkatkan menjadi pasal di undang-undang.
Sumber : Kompas [Menurut Ahli, SE Kapolri Beri Kepastian Penanganan Perkara UU ITE]
Senada dengan Asep Warlan, Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK UII) Allan Fatchan Gani mengatakan pilihan penyelesaian pidana di luar peradilan menjadi opsi yang menarik diterapkan. Dengan konsep ini, maka penjatuhan sanksi pidana menjadi pilihan terakhir (ultimum remidium). Hal ini untuk menghindari sifat sanksi pidana yang cenderung menestapakan pelaku dan berpotensi menciptakan ruang konflik antar pihak yang tidak memulihkan permasalahan.
Sumber : SindoNews [Panduan Kapolri Belum Sentuh Akar Permasalahan UU ITE]
Berdasarkan paparan di atas, kita dapat simpulkan, jika pemerintah tak ingin terus-terusan dicap sebagai pembohong, maka sebaiknya pemerintah fokus pada Revisi UU ITE, bukan interpretasi UU ITE yang diinginkan Menkominfo Plate.
Dalam revisi UU ITE tersebut, pemerintahan Jokowi sebaiknya menggandeng pihak independen seperti Komnas HAM, agar revisi UU ITE tidak berat sebelah.
Komnas HAM yang telah mengadakan pertemuan dengan Polri demi membahas tata kola penanganan UU ITE, menunjukkan bahwa Surat Edaran Kapolri nantinya dapat menjadi acuan dalam Revisi UU ITE. Bahkan bukan tak mungkin SE tersebut dapat menjadi pasal yang tercantum dalam Revisi UU ITE.
Diubah oleh NegaraTerbaru 25-02-2021 15:05
0
861
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan