14 Februari 2008, hari itu aku janjian dengan TTM alias teman tapi mesra, hubungan tanpa komitmen yang sedang off setelah 7 hari kerja, panggil saja namanya John. Tiba di rumah kostnya ternyata ada beberapa teman kerjanya yang tengah miras, juga ada sahabatnya Bram juga kekasihnya Ika.

Dari jam 10 siang hingga jam 7 malam, entah berapa botol minuman habis, satu persatu mereka tumbang, terkapar bagai ikan asin yang siap dikirim. Hanya tinggal John, aku, si Jangkung dan Omre, cowok pendiam yang diam-diam aku curi pandang tapi tak menanggapi tatapanku.

Jujur melihat Omre hatiku sedikit tertarik, laki-laki dengan tinggi 176cm, rambut plontos, anting di sebelah kiri, tato di lengan dan punggung. Persis gambaran yang aku inginkan jadi suamiku kelak. Pria berumur 35 tahun itu tidak banyak bicara, santai tapi kuat minum alkohol.

Tiba-tiba salah satu cowok itu ada yang rese dan bermaksud melakukan hal tidak senonoh, kebetulan dia seorang aparat. John tidak berani, hanya diam melihat, tapi tidak dengan Omre, dengan tegas dia bilang, "Maap, ade ini memang minum dan merokok tapi dia bukan anak nakal!" Suaranya tegas dan posisinya seolah siap memukul. Ajaib dia mundur karena sudah tahu seperti apa Omre.

Entah kenapa aku langsung merasa jatuh cinta, tapi kami hanya saling diam. Sampai jam 4 pagi, hanya tinggal kami bertiga Jangkung yang masih duduk. Akhirnya subuh itu kami pulang semua, tapi aku sempat bilang ke John kalau aku menyukai Omre, ada beberapa temannya yang dengar hanya tertawa.

Sejak hari itu aku sibuk kerja dan tidak pernah bertemu dengan mereka. Sampai tanggal 28 Maret 2008, ada telepon masuk, "Halo ade, ini dengan Omre, tanggal 4 April saya off, boleh kita ketemu jam 7?" Pertanyaan yang to the poin, tanpa tanya kabar atau keadaan, bahkan bisa atau tidaknya aku pergi. Karena tempat tinggalku di area perusahaan, angkot hanya sampai jam 5 sore.

Sejak hari itu Omre yang posisinya kerja di tambang Freeport Tembagapura, sedangkan aku di Kuala Kencana, tempat janjian kami ya di Timika, mulai rajin telepon. Bahkan saat aku beritahu kalau tanggal 1 April aku ulang tahun dia tertawa, bagaimana tidak, tanggal 8 April adalah ulang tahunnya dia.

Akhirnya tanggal 4 April kami bertemu, tanpa alkohol, hanya rokok yang menemani obrolan kami. Bertemu jam 7 malam dan langsung diajak ke rumah kakaknya dan diperkenalkan sebagai calon istri. Jujur aku rasa kaget, bahkan kami belum saling kenal dekat.



Malam itu juga dia menunjukkan ID cardnya, pin ATM, menceritakan statusnya kenapa sampai umur 35 belum menikah, dan terakhir menghubungi keluargaku di Jawa. Istilahnya meminta secara online kali ya hihi. Terhitung mulai tanggal 4 April 2008 sampai hari ini, ternyata kami masih bersama. Alkohol dan rokok itu telah kami tinggalkan jauh di tahun 2009, kami seperti 2 ranting rusak yang dipersatukan dalam kebaikan.

Tanpa saling mencari tahu tentang masa lalu masing-masing, kami berkomitmen untuk menikah. Jadi pacaran kami ya setelah jadi suami istri. Terkadang suami suka iseng bercanda, andai hari itu John tidak marah dan cemburu mengatakan kalau aku suka padanya, mungkin dia tidak akan mencariku.

"Jadi ... sebenarnya yang nembak siapa?" tanya keluarganya atau saudara-saudaraku kalau kami tengah berkumpul. Yah, andai malam itu aku tak mencium bibirnya sepersekian detik dengan tujuan disengaja, dan bilang menyukainya ... mungkin jodohku bukan dia, Pria Papua, hitam kulitnya tapi lembut hatinya.

Mungkin, tak apa kita sebagai wanita mengatakan cinta, tak apa kita nekat untuk berumah tangga, tapi paling tidak pastikan hatimu benar-benar menyukainya bukan karena napsu semata.



Quote: Jangan Takut Jatuh Cinta, Karena Rasa itu Akan Menemukan Sendiri Pasangannya.

Foto Dokumen pribadi
Penulis, Ribka Rewang