Halo kaskuser-kaskuser budiman, kembali lagi dengan ane
knoxville6. Rasanya sudah lama sekali ya tidak bikin trit di forum ini.
Kali ini ane akan membahas tentang profesi arsitek di Indonesia. Profesi yang dikenal elit dan biaya kuliahnya mahal ini ternyata gak seindah yang agan-agan bayangkan lho. Sebagai lulusan teknik arsitek, ane ingin menuangkan keluh kesah ane di dalam trit ini yang berjudul “Mau Jadi Arsitek di Indonesia? Baca Ini Dulu Gan!”
Lets cekidot
Quote:
1. Gaji yang Rendah untuk Entry Level
Gaji arsitek fresh graduate atau yang biasa disebut Junior Architect di Indonesia bisa dibilang kecil. Rata-rata gaji sekitar 3-4 juta untuk di daerah Jabotabek, walau bisa dapat lebih besar di angka 5 juta bila agan bisa tembus ke studio atau perusahaan yang bonafide. Bahkan di daerah luar jabotabek rata-rata hanya berkisar 2-3 juta mengikuti UMR daerah masing-masing.
Bila kita bandingkan ke negara tetangga yang masih berkembang seperti Malaysia, rata-rata gaji arsitek junior adalah 2200 ringgit atau setara 7.5 juta rupiah. Bila dibandingkan lagi dengan negara maju seperti USA, gaji minimal junior arsitek disana mencapai 5000 US Dollar per bulan yang setara sekitar 60 juta rupiah. Sangat jauh sekali perbandingannya.
2. Banyak Kontraktor & Konsultan “Menggratiskan” Biaya Desain
Semua orang memang suka hal yang gratis, termasuk para klien-klien dari arsitek. Tetapi ketika sebuah desain arsitektur digratiskan dengan alasan “bonus” itu sungguh mengesalkan. Memang tidak semua kontraktor / konsultan seperti ini, tapi ane sebagai seorang arsitek sendiri tidak setuju kalau desain digratiskan.
Padahal dengan menagih fee untuk desain bisa difungsikan untuk menyaring klien mana yang serius dan mana yang potensi hit & run. Selain itu perasaan seseorang sebagai desainer akan merasa dihargai kalau karyanya diapresiasi. Poin ini pernah ane utarakan ke mantan bos ane, cuman ya masuk kuping kanan keluar kuping kiri
3. Profesi yang Kurang Terapresiasi
Bagi mayoritas orang Indonesia, menyewa jasa arsitek tak lebih dari kebutuhan tersier. Orang-orang lebih memilih mempunyai kendaraan berlebih sampai diparkir pinggir jalan daripada menyewa jasa arsitek untuk renovasi rumah dan carport. Contoh lain adalah rumah-rumah yang tidak mentaati aturan GSB (garis sepadan bangunan) yang bisa kita jumpai dimana-mana.
Padahal harga desain rumah tidak begitu mahal, hanya 25000 rupiah per meter atau bisa juga 10% dari nilai proyek. Seandainya agan punya tanah 10 x 10 meter biaya desainnya hanya 2.500.000 rupiah seharga motor matic bekas tahun 2013. Persepsi masyarakat masih berfikir kalau arsitek hanya dipakai dalam mendesain bangunan publik dan gedung-gedung saja.
4. Rekrutmen
Bisa diliat di poster-poster rekrutmen arsitek biasanya yang ditonjolkan adalah software. Harus bisa software A-Z yang menurut ane sangat gak tepat. Karena senjata seorang arsitek adalah isi kepalanya, bukan keahlian software. Memang menguasai software itu penting, tetapi kalau rekrutmen dituntut harus menguasai banyak software itu salah.
Sebagai contoh software arsitektur yang terkenal dari dulu adalah autocad, seiring waktu muncullah sketchup dan vray untuk 3d modelling. Kemudian ada lagi 3d max, blender, hingga revit. Software akan berkembang seiring jaman, dan akan berganti penggunaannya sesuai tren. Sedangkan ilmu konseptual arsitek akan tetap ada walaupun konsep yang kolot seperti konsep arsitektur tradisional, gothic, post modern, dll.
Jadi bila rekrutmen hanya mengandalkan software skill orang-orang yang mengikuti kursus skill tanpa ilmu arsitektur pasti bakal lebih cakap daripada orang dengan idealisme arsitektur yang tinggi, sehingga menurunkan value dari sebuah seni arsitektur itu sendiri.
5. Software Bajakan?
Menurut ane, poin nomor 5 ini adalah efek domino dari poin-poin lain di atas. Mulai dari keinginan biaya operasional yang rendah, pekerjaan desain yang cuma dianggap selipan dalam dunia proyek, hingga kantor-kantor yang gak mau ketinggalan jaman menggunakan software baru memancing maraknya penggunaan software bajakan di industri arsitektur.
Sebenarnya gak cuma di bidang ini saja maraknya penggunaan software bajakan, tapi di semua industri pekerjaan pasti ada oknum-oknum kantor yang pakai bajakan. Selain itu harga software yang jutaan pun membuat orang merasa buang-buang uang untuk pakai software asli. Kalau agan adalah penganut “ F*ck copyright, semua milik Allah” abaikan saja poin ini.
Hayo siapa yang kantornya masih pakai software bajakan ngaku sini!!

Kesimpulan
Sebagai orang yang kerja di industri ini bukan maksud ane untuk mendiskredisasi profesi arsitek. Hanya ingin memberi tahu saja keadaan di lapangan kalau industri arsitek tidak seglamor yang orang-orang katakan. Masih banyak hal-hal yang harus diperbaiki dan dikoreksi. Thread ini juga ane maksudkan sebagai masukan dan kritik untuk IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) supaya bisa membuat industri arsitektur lebih baik ke depannya.
Dan bisa dilihat juga dari rekan sejurusan ane bisa dihitung yang masih idealis jadi arsitek. Sisanya ada yang jadi pegawai bank, loncat ke bidang lain seperti desain grafis, hingga jadi pns.

Sekian dulu trit kali ini, sampai jumpa
Sumber gambar: mbah gugel