Kaskus

News

dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
AKUR Sunda Wiwitan Korban Politik Hukum Dan Diskriminasi Kebijakan
Webinar Diseminasi Publik ; AKUR Sunda Wiwitan Korban Politik Hukum Dan Diskriminasi Kebijakan

6 min read

 2 hari ago  admin

 AKUR Sunda Wiwitan Korban Politik Hukum Dan Diskriminasi Kebijakan

Bandung, Kuningan.jarrakpos.com – Diseminasi Publik Hasil Verifikasi dan Validasi Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan Cigugur yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahiyangan bersama Forum Lintas Ilmuwan dan Pemerhati Budaya Nusantara secara  virtual (online) menemukan fakta menarik (Kamis, 11/02/2021)

Diseminasi adalah suatu kegiatan yang ditujukan kepada kelompok target atau individu agar mereka memperoleh informasi, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan informasi tersebut. Webinar Diseminasi ini dibagi dalam dua sesi, sesi pertama mulai pukul 09.00 hingga 12.00 kemudian dilanjutkan sesi kedua pukul 13.00 hingga 16.30.

Webinar Diseminasi diisi oleh para Akademisi, Antropolog, Mantan Hakim Konstitusi RI, Deputi Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Direktorat Kepercayaan Masyarakat Adat Kemendikbud RI, dan Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri RI), Bupati Kuningan diwakili Tim Panitia Masyarakat Hukum Adat Kuningan dan Pupuhu adat AKUR Sunda Wiwitan (Rama Anom).

 AKUR Sunda Wiwitan Korban Politik Hukum Dan Diskriminasi Kebijakan

Pupuhu AKUR Sunda Wiwitan Pangeran Gumirat Barna Alam saat paparkan materi dalam  Webinar Diseminasi (Kamis, 11/02/2021)

Dalam sesi pertama Webinar berjalan, Pangeran Gumirat Barna Alam, Pupuhu masyarakat AKUR Sunda Wiwitan (Rama Anom) menyesalkan dan menyayangkan sikap keputusan Bupati Kuningan atas penolakan yang terkesan buru buru (prematur).  Masyarakat  AKUR Sunda Wiwitan meminta perlindungan payung hukum kepada pemerintah daerah agar mendapatkan persamaan hak dalam hukum dan pemerintahan.

“ Keputusan Pemda Kuningan terasa ganjl dan janggal dalam proses penolakan ajuan kami. Terkesan prematur dan buru buru dalam memutuskan, sementara kami sedang berupaya memenuhi berbagai persayaratan secara bertahap” Keluh Rama Anom

Rama Anom menjelaskan bahwa mengajukan perlindungan payung hukum dilakukan mengingat sadar sebagai warga negara yang taat dan patuh pada UUD 1945 dan Ideologi Pancasila.  Atas kasus tersebut, Rama Anom berharap dalam forum webminar ini dengan dukungan praktisi akademisi dan  Forum Lintas Ilmuwan dan Pemerhati Budaya Nusantara dapat membantu memberikan pandangan jernih secara obyektif dan transparan.

“ Kami berharap hasil webinar dapat menjadi standing opinion dalam melihat kasus secara faktual, agar hak kami sebagai masyarakat adat mendapatkan perlindungan hukum yang layak yang selama ini menjaga tatanan budaya luhur Nusantara” Harap Rama Anom kepada Audiensi

R Yando Zakaria, Antropolog yang juga Peneliti Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria (KARSA) dan Pusat Kajian Etnografi Komunitas Adat (PUSTAKA) menilai kasus masyarakat AKUR Sunda Wiwitan merupakan korban politik hukum tentang pengakuan masyarakat (hukum) adat berikut hak- hak tradisonalnya (hak asal-usul).

Yando melihat banyak permsalahan dalam pengakuan dan  perlindungan masyarakat adat, antara lain pengakuan bersyarat dan bertahap, pendekatan politik atau pendekatan adminsitratif, pengakuan subyek atau pengakuan hak. Jika perlu pengakuan subyek, pemenuhan syarat akumulatif atau fakultatif. Selain itu pengakuan dan perlindungan dalam masyarakat yang (terus) berubah.

 AKUR Sunda Wiwitan Korban Politik Hukum Dan Diskriminasi Kebijakan

Para Pemateri Webinar Diseminasi I Dewa Gede Palguna dan Yando Zakaria)

Menurut Yando Zakaria, Kerangka Hukum pengakuan masyarakat adat dan hak-haknya Pasca-MK 35/2012Kaya Kebijakan, Miskin Perubahan artinya tidak banyak berubah namun banyak kebijakan. Ada beberapa strategi pengakuan hak yang beragam antara lain setiap obyek hak dapat berhubungan dengan subyek hak yang beragam, setiap obyek hak tidak selalu memerlukan pengakuan subyek hak àdat. Selai itu pengakuan hak atas tanah membutuhkan mekanisme yang berbeda dengan hak untuk mengamalkan agama tradisi. Mekanisme pengakuan suatu obyek hak pun memerlukan mekanisme yang beragam

“ Kasus masyarakat AKUR Sunda Wiwitan merupakan korban politik hukum tentang pengakuan masyarakat (hukum) adat.  Pengakuan hak atas tanah adat pada masyarakat yang sudah menetap berbeda dengan masyarakat yang nomaden; Pengakuan hak atas tanah masyarakat yang sudah menetap mungkin bisa dilanjutkan dengan proses pendaftaran hak; sedangkan pada masyarakat yang masih berburu dan meramu yang diperlukan adalah pencadangan tanah sebagai ruang hidup masyarakat yang bersangkutan” Ungkap Yando Zakaria

Sementara Prof. Catharina Dewi Wulansari, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahiyangan menjelaskan bahwa dasar hukum pengakuan hak masyarakat adat bersumber dari UUD 1945, UU No 5 Tahun 1960 tentang Peratuan Dasar Pokok Agraria, UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Permen Agraria dan Tata Ruang (Kepala BPN) No 18 tahun 2019 Tentang Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dan Pemendagri No 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

 AKUR Sunda Wiwitan Korban Politik Hukum Dan Diskriminasi Kebijakan

Paparan materi Prof Catharina Dewi Wulansari

Solusi yang ditawarkan  Prof. Catharina Dewi Wulansari adalah mendorong peran pemerintah daerah untuk melakukan competitive advantage guna menguatkan posisi masyarakat adat. Competitive advantage yaitu kemampuan Yang Diperoleh Melalui Karakteristik Dan Sumber  Daya Untuk Memiliki Kinerja Yang Lebih Tinggi Dibandingkan Yang Lain Pada Industri Atau Pasar Yang Sama. Masyarakat AKUR Sunda Wiwitan sudah masuk kriteria ini.

Dari sisi hak konstitusi masyarakat AKUR Sunda Wiwitan menurut Dr. I Dewa Gede Palguna (Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi RI), apabila Masyarakat Hukum Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan Cigugur memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan, Pemerintah Kabupaten Kuningan, seyogyanya menghormati, melindungi, dan menjamin pemenuhan bukan hanya keberadaannya tetapi juga hak-hak tradisionalnya sebagaimana dimaksud Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Negara bertanggung jawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945. Ini yang kerap dilupakan oleh banyak orang.

“ AKUR Sunda Wiwitan tidak akan mengajukan PMHA kalo tidak ada unsur perlakuan dikriminasi kepada mereka. Pertanyaan konstitusional pertama yang harus dijawab, apakah AKUR Sunda Wiwitan merupakan kesatuan masyarakat hukum adat ataukah “hanya” masyarakat hukum adat? Jika masuk kedalam kesatuan masyarakat hukum adat, maka terhadapnya berlaku Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, “ Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.” Tutur Dewa Palguna

Mantan Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna menjelaskan bahwa ketika suatu hak telah dimasukkan ke dalam Konstitusi sebagai hak konstitusional maka ia telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Konstitusi. Karena Konstitusi adalah hukum tertinggi maka seluruh cabang kekuasaan negara dan warga negara harus tunduk kepada seluruh ketentuan dalam Konstitusi, termasuk ketentuan tentang hak konstitusional tersebut.

Selain para pemateri, hadirin yang diikuti oleh para budayawan berpendapat perihal kasus AKUR Sunda Wiwitan, seperti Raden Alfonso Sutarno memberikan semangat dan berpendapat bahwa sepanjang sejarah AKUR, tidak lepas dari perlakuan diskriminasi dan misrepresentasi, negara ikut andil dalam pembiaran itu. Istimewanya masyarakat AKUR Sunda Wiwitan selalu eksis karena adanya nilai nilai kemanusiaan dan keadaban yang selalu dijunjung tinggi. Menurutnya pengakuan negara tidak penting, jauh lebih penting adalah nilai nilai dijunjung tinggi, keabadian nilai itulah yang akan menjernhkan AKUR Sunda Wiwitan dapat diakui atau tidak.

 AKUR Sunda Wiwitan Korban Politik Hukum Dan Diskriminasi Kebijakan

Surat Bupati Kuningan Tentang penolakan AKUR Sunda Wiwitan sebagai Masyarakat Hukum Adat

Akademisi Unpad, Ira Indrawardhana yang turut hadir juga berikan komentar yakni Presiden Gusdur (alm) sudah lama menyebut Cigugur sebagai Desa Pancasila karena keragaman dan keharmonisan serta toleransi yang dirawat masyarakat bersama AKUR dan kelompok keagamaan lainnya. Dan selalu mengalami diskriminasi, diskriminasi pemerintah daerah terhadap AKUR sangat sistematis di berbagai level  yang dilakukan oknum dengan by design

Senada dengan Ira, Tatik Trihandayani menilai bahwa diskusi ini sangat bagus,  dan menanyakan bagaimana cara mengedukasi masyarakat sekitar terhadap masyarakat Cigugur sehingga mereka mengakui tanpa syarat bahwa kami adalah masyarakat adat yang bagian dari NKRI. Sehingga apapun kegiatan yang akan kami lakukan didukung rereongan memajukan bangsa dan negara.

Dari pihak keluarga Paseban Tri Panca Tunggal menambahkan, Djuwita Kusumah Putri bercerita proses pengajuan PMHA yang diakukan untuk memperkuat perjuangan hukum sejak 2009 dilakukan dalam memperjuangkan masalah perampasan tanah adat yang dilakukan sistematis. Pengadilan selalu menanyakan legal standing sebagai masyarakat adat. Kami menyadari eksistensi adat adalah eksistensi kebangsaan, jad siapapun yang menafikan eksistensi adat mereka yang kana menghancurkan secara perlahan eksistensi kebangsaan.

“ Akur Cigugur memilih ruang juang sepanjang hidup untuk menagih komitmen kebangsaan kita. Ini buka hanya soal AKUR Cigugur, ini masalah kebangsaan bersama” Tambah Dewi Kanti diakhir acara,

Terdapat kesimpulan dari diskusi ini bahwa masih ada langkah untuk menyikapi penolakan Bupati Kuningan atas tidak diakuinya senagai Masyarakat Hukum Adat, dengan melakukan validasi dan verifikasi ulang beserta bahan bukti baru (novum) sebagai pelengkap persyaratan sesuai Permendagri 52 tahun 2014. Atau melakukan banding atas keputusan Bupati di Pengadilan Tata Usaha Negara

Awak media kuningan.jarrakpos ketika menanyakan langkah apa yang akan dilakukan pihak Pihak Paseban ketika 2 langkah tersebut tidak berhasil (mentok), Rama Anom berkeyakinan AKUR Sunda Wiwitan bagian dari keragaman kebangsaan Bhineka Tunggal Ika harus tetap meraih hak asasi dan hak konstitusi. (AS)

Editor : AS

 http://kuningan.jarrakpos.com/2021/02/12/webinar-diseminasi-publik-akur-sunda-wiwitan-korban-politik-hukum-dan-diskriminasi-kebijakan/

Semoga masalahnya cepat selesai deh

slider88Avatar border
nomoreliesAvatar border
scorpiolamaAvatar border
scorpiolama dan 2 lainnya memberi reputasi
3
862
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan