Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

koruptor.1Avatar border
TS
koruptor.1
Fenomena Bitcoin: Mungkin Dunia Sudah Tak Butuh Bank Sentral!


Jakarta, CNBC Indonesia - -Tak banyak orang mengetahui apa yang ada dibenak 'Satoshi Nakamoto' kala itu. Sang pencetus Bitcoin, mata uang digital atau cryptocurrency yang fenomenal ini kini menjadi legenda.

Entah nama tersebut merupakan figur seseorang wanita cantik, pria ganteng atau organisasi, atau justru sistem komputasi pintar seperti Jarvis, di film Iron Man.

Satoshi Nakamoto adalah pseudonym, nama samaran, yang sejak tahun 2008 belum ada yang pernah mengaku bahkan mengungkap siapa di balik nama tersebut yang cukup fenomenal menciptakan uang digital berbasis kripto, Bitcoin.

Tahun 2008, Satoshi Nakamoto mempublikasikan 9 lembar 'white paper' yang untuk pertama kalinya menyebut uang digital bitcoin. Peer-to-peer electronic cash atau mungkin bisa disebut sistem elektronik gotong royong.




Beberapa bulan kemudian, Satoshi Nakamoto merilis software Bitcoin untuk pertama kalinya dengan berpatrner bersama pengembang dan pengkoding online untuk membuktikan kepada khalayak.

Pengembangan Bitcoin berlanjut sampai akhirnya sosok Satoshi Nakamoto pun menghilang bak ditelan bumi. Tapi, Satoshi Nakamoto ini tidak hilang begitu saja tanpa membawa 'sesuatu'. 


Bagaimana Bitcoin Bekerja 

Researcher asal Argentina, Sergio Demian Lerner kepada CNBC Internasional, menyebut Satoshi Nakamoto mengakumulasikan jutaan Bitcoin di kantongnya sebelum menghilang.

Makalah bertajuk 'Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System' tersebut berisi tentang sistem yang menjadi tulang punggung bitcoin, yakni blockchain.

Seperti judul makalah Satoshi, bitcoin membawa nafas peer-to-peer atau desentralisasi sehingga setiap pengguna atau pemilik akun wallet bitcoin adalah bank sentral bagi dirinya sendiri. Para pengguna bitcoin bisa mengirimkan 'uang' atau melakukan transaksi dalam seketika di seluruh dunia, tanpa money changer dan dapat langsung dibelanjakan di merchant tertentu.

Penggunaan bitcoin menjadi sangat simpel. Hanya memerlukan scanner QR dan keranjang atau dompet (bitcoin wallet) yang tersedia dalam aplikasi. Syaratnya hanya dua, yaitu jaringan internet dan telepon pintar alias smartphone.

Mekanisme kerja blockchain berawal dari setiap transaksi yang dilakukan oleh seseorang akan tercatat dalam sebuah buku kecil milik masing-masing pengguna atau disebut block. Dalam block, akan tercantum tiga informasi dasar mengenai transaksi, yaitu siapa pengirim, siapa penerima dan jumlah bitcoin yang ditransaksikan.

Dalam setiap transaksi, setiap pengguna (user) akan mendapat dua kunci, yaitu kunci pribadi (private key) dan kunci publik (public key). Kunci pribadi bertujuan untuk menuliskan catatan transaksi yang dilakukan oleh seseorang atau pihak pertama di dalam block personal, sementara kunci publik digunakan oleh pihak kedua serta seluruh pengguna untuk mencatat transaksi tersebut. Dalam transaksi tersebut, pihak kedua juga akan mendapat kunci pribadi yang akan menuliskan transaksi di blocknya.

Bitcoin pertama ditransaksikan secara private di mana tidak ada yang mengetahui siapa saja yang menggali (Bitcoin didapatkan dengan menambang) dan mentransaksikannya. Beberapa legenda Bitcoin percaya Satoshi sendiri yang bertransaksi pertama kali.

Kemudian disebutlah sosol Hal Finney.

Banyak yang berspekulasi Hal Finney sendiri adalah si Satoshi Nakamoto itu. Sayangnya Hal Finney telah meninggal dunia pada 2014 lalu. Sebagai informasi Hal Finney merupakan Computer Scientist dan developer PGP Corporation.

Bitcoin mendapatkan atensi pertama kali pada Mei 2010. Ketika itu Laszlo Hanyecz membeli dua pizza Papa John dari salah satu penggila Bitcoin. Laszlo membayar dua buah pizza dengan 10.000 keping Bitcoin. (Jika dihargai sekarang mungkin sekitar Rp 6,5 triliun [Asumsi 1 keping bitcoin berharga Rp 650 juta]. 


Tak Percaya Bank Sentral

Krisis yang terjadi, sebut saja Krisis Keuangan Asia di 1997-1998, Krisis Subprime Mortgage di Amerika Serikat ini membuat trauma banyak pihak.

Posisi bank sentral yang seharusnya dipercaya untuk menjaga stabilitas, luntur. Karena, pengaswasan terhadap bank yang selama ini dipercaya dan harusnya bisa dipercaya justru tak becus dalam fungsi intermediasinya. Terjadi gelembung kredit, hingga masalah lain seperti biaya-biaya yang secara seenaknya dipungut bank membuat Bitcoin dengan teknologinya kian didekati.

Ketidakpercayaan sang Satoshi Nakamoto pada sistem perbankan konvensional pun mendorongnya melahirkan Bitcoin itu pula. Bitcoin di antaranya bisa dikirim ke mana saja melalui teknologi Blockchain (CNBC Indonesia akan menuliskan soal Blockchain di artikel selanjutnya) tanpa melalui bank atau lembaga pengirim. Setiap transaksi Bitcoin juga dilakukan tanpa syarat dan tanpa batasan transfer.



Salah satu kelebihan Bitcoin adalah para penggunanya bisa memantau semua transaksi yang terjadi. Saat ini, ada dua cara mendapat Bitcoin. Pertama, membeli Bitcoin langsung dengan menukarkan mata uang resmi dengan Bitcoin. Kedua, adalah mendapatkan Bitcoin dengan cara memasang aplikasi yang disebut Bitcoin miner atau dikenal juga dengan Bitcoin mining.

Fenomena mata uang virtual yang tiba-tiba hadir rupanya benar-benar mengusik otoritas bank sentral. Bank Indonesia pernah menyebut dan mengakui kehadiran Bitcoin dan aset digital lain dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional.

Christine Lagarde pada 2019, saat menjadi Managing Director IMF mengatakan kehadiran Bitcoin "mengguncang" sistem perbankan dan harus dipantau untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

Christine Lagarde menjadikan perubahan model bisnis pada komersial bank sebagai bukti inovasi seperti cryptocurrency memiliki dampak yang jelas pada sektor keuangan.

"Saya pikir peran distruptor dan apa pun yang menggunakan teknologi buku besar terdistribusi (distributed ledger technology), baik Anda menyebutnya crypto, aset, mata uang, atau apa pun ... yang jelas-jelas mengguncang sistem," ujar Christine Lagarde.

Banyak mata uang digital seperti bitcoin "terdesentralisasi," yang berarti mereka tidak dikendalikan oleh bank sentral manapun. 


Tembus Rp 650 Juta Setelah Aksi Elon Musk

 Satu per satu perusahaan besar mulai berinvestasi di Bitcoin. Paling tidak ada tujuh perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa saham global yang investasi di mata uang digital (cryptocurrency) termasuk Tesla.

Hal ini membuat Bitcoin menyentuh Rp 650 juta per BTC.

Apa yang terjadi?

Ketujuh perusahaan raksasa yang duluan membeli bitcoin adalah Silvergate Capital (Bank Kanada), Mogo (fintech kanada), Microstrategy (perusahaan IT), PayPal (pembayaran digital) Square (pembayaran digital) Galaxy Holdings (perusahaan investasi) dan Tesla (produsen mobil listrik).

Elon Musk sang pendiri Tesla sendiri telah memberikan energi baru dan mendongkrak harga Bitcoin 20% dalam semalam sehingga harga Bitcoin mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah mencapai Rp 650 juta per koin. 


Lantas apa artinya kenaikan harga Bitcoin dan masuknya Tesla ke Bitcoin?

Dalam risetnya Bahana Sekuritas dalam satu tahun terakhir harga cryptocurrency sudah reli 400% karena kapitalisasi pasarnya yang kecil.

Saat ini kapitalisasi pasar cryptocurrency mencapai US$5,1 triliun.

"Ini relatif kecil dibandingkan dengan kapitalisasi pasar emas yang mencapai US$11 triliun, obligasi pemerintah US476 triliun, dan saham global US$105 triliun," tulis analis Bahana Satria Sambijantoro, Dwiwulan, dan Raden Rami Ramdana.

Kapitalisasi pasar yang kecil ini menawarkan ruang kenaikan harga di tengah-tengah aliran likuiditas dari stimulus bank sentra, meningkatnya minat investor ritel. Bahkan di Indonesia berinvestasi di Bitcoin kian mudah karena adanya startup yang mengembangkan platform transaksi.

Namun Bitcoin dan cryptocurrency lainnya tidak bukan pengganti uang fiat atau uang resmi. Alasannya, peredarannya tak dikontrol bank sentral dan pasokannya terbatas. Bitcoin hanya punya 21 juta keping. 18,5 juta telah ditambang dengan nilai US$150 miliar.

Harga Bitcoin yang tinggi juga penghambat pengguna Bitcoin dan cryptocurrency digunakan sebagai e-wallet. Bahkan Bitcoin tak bisa dijadikan aset lindung nilai yang efektif terhadap vilatilitas makro.

"Saat ini, permintaan Bitcoin sebagian besar tetap untuk tujuan investasi dan spekulatif, dengan pasokan terkonsentrasi pada beberapa pemain besar yang tindakannya sangat memengaruhi harga," tulis Bahana.

"Pandangan kami di sini adalah bahwa, sementara cryptocurrency sekarang berada pada momen paling menarik bagi investor ritel, sifat non-defensif Bitcoin sebenarnya dapat membuatnya kurang menarik bagi investor institusional Wall Street, perusahaan, dan bankir sentral yang mencari aset beta-negatif untuk melindungi nilai mereka. portofolio (harga yang digelembungkan oleh kelebihan likuiditas), atau posisi terhadap pembalikan tiba-tiba dalam sentimen."

Dalam risetnya Bahana juga meminta investor untuk berhati-hati dengan langkah Tesla berinvestasi di Bitcoin. Pasalnya, ketika likuiditas global mengetat, langkah Tesla mengumpulkan uang tunai dan melikuidasi portofolio Bitcoinnya dapat memicu spiral ke bawah yang bisa merusak pasar cryptocurrency hingg aliran global yang digerakkan ritel.

"Dalam pengarsipannya, Tesla memang memperingatkan investor tentang volatilitas pendapatan di depan karena Bitcoin: investasi cryptocurrency sebesar US$1,5 miliar, misalnya, cukup besar dibandingkan dengan arus kas bebas US$1,9 miliar yang dihasilkan Tesla pada kuartal IV-2020." 


https://www.cnbcindonesia.com/tech/2...bank-sentral/1
0
727
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan