- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Protes Sri Mulyani soal Pemotongan Insentif, IDI Jakarta: Insentif Nakes Jauh di
TS
gaygene
Protes Sri Mulyani soal Pemotongan Insentif, IDI Jakarta: Insentif Nakes Jauh di
Protes Sri Mulyani soal Pemotongan Insentif, IDI Jakarta: Insentif Nakes Jauh di Bawah Gaji Pegawai Kemenkeu
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DKI Jakarta Slamet Budiarto memprotes kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memotong insentif tenaga kesehatan. Slamet menilai kebijakan itu tidak tepat karena para tenaga kesehatan saat ini tengah berjuang untuk menghadapi pandemi Covid-19 yang kasusnya masih terus meningkat. Bahkan, banyak tenaga kesehatan ikut tertular Covid-19 hingga meninggal dunia. "Itu (pemotongan insentif) sebaiknya direvisi. Penghargaan jangan dikurangi karena taruhannya nyawa," kata Slamet kepada Kompas.com, Kamis (4/2/2021). Slamet mempertanyakan alasan pemotongan insentif itu.
Baca juga: Sri Mulyani Potong Insentif Tenaga Kesehatan, Simak Rinciannya
Jika alasannya karena negara tak lagi memiliki anggaran, maka ia mempertanyakan alasan pendapatan pegawai Kementerian Keuangan juga tak ikut dipangkas. Padahal, insentif untuk tenaga kesehatan sebelum pemotongan juga masih jauh lebih kecil dibandingkan gaji pegawai Kemenkeu. "Yang pasti insentif yang diterima tenaga kesehatan masih jauh di bawah take home pay-nya (gaji bersih) pegawai Kementerian Keuangan eselon III, masak diturunkan," kata dia. Slamet menegaskan, insentif ini bukan masalah uang, tetapi juga terkait penghargaan yang diberikan negara kepada para tenaga kesehatan yang tengah berjuang di tengah pandemi. Terlebih lagi, saat ini kasus Covid-19 terus bertambah. Beban tenaga kesehatan pun menurutnya semakin berat.
"Kalau negara enggak punya uang, kami enggak dikasih insentif enggak apa-apa, tapi jajaran Kemenkeu juga enggak perlu digaji," katanya.
Baca juga: Pemerintah Izinkan Semua RS Buka Pelayanan untuk Pasien Covid-19, IDI Singgung Soal Pembiayaan
Slamet pun berharap, Kemenkeu mau duduk bersama dengan Kementerian Kesehatan serta organisasi profesi tenaga kesehatan untuk membahas perihal insentif ini. "Pembayaran insentif sebelum pemotongan kemarin saja belum seratus persen lancar, kok ini malah dikurangi," kata dia. Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengurangi besaran nilai insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan untuk tahun ini. Besaran pemangkasan insentif tenaga kesehatan tersebut bahkan mencapai Rp 7,5 juta. Adapun besaran nilai insentif tenaga kesehatan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021 yang diterima Kompas.com.
Baca juga: Opsi Lockdown Jakarta di Akhir Pekan Saat Covid-19 Tembus 280.261 Kasus
Surat itu diteken Menkeu Sri Mulyani Indrawati tertanggal 1 Februari 2021. Di dalam surat tersebut dirinci, untuk insentif dokter spesialis besarannya Rp 7,5 juta, sedangkan untuk dokter peserta PPDS Rp 6,25 juta, dokter umum dan gigi Rp 5 juta, bidan dan perawat Rp 3,75 juta, tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2,5 juta. Pada tahun lalu, besaran insentif untuk dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum/dokter gigi Rp 10 juta, bidan atau perawat Rp 7,5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Protes Sri Mulyani soal Pemotongan Insentif, IDI Jakarta: Insentif Nakes Jauh di Bawah Gaji Pegawai Kemenkeu", Klik untuk baca: https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/04/12434331/protes-sri-mulyani-soal-pemotongan-insentif-idi-jakarta-insentif-nakes?page=2.
Penulis : Ihsanuddin
Editor : Nursita Sari
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DKI Jakarta Slamet Budiarto memprotes kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memotong insentif tenaga kesehatan. Slamet menilai kebijakan itu tidak tepat karena para tenaga kesehatan saat ini tengah berjuang untuk menghadapi pandemi Covid-19 yang kasusnya masih terus meningkat. Bahkan, banyak tenaga kesehatan ikut tertular Covid-19 hingga meninggal dunia. "Itu (pemotongan insentif) sebaiknya direvisi. Penghargaan jangan dikurangi karena taruhannya nyawa," kata Slamet kepada Kompas.com, Kamis (4/2/2021). Slamet mempertanyakan alasan pemotongan insentif itu.
Baca juga: Sri Mulyani Potong Insentif Tenaga Kesehatan, Simak Rinciannya
Jika alasannya karena negara tak lagi memiliki anggaran, maka ia mempertanyakan alasan pendapatan pegawai Kementerian Keuangan juga tak ikut dipangkas. Padahal, insentif untuk tenaga kesehatan sebelum pemotongan juga masih jauh lebih kecil dibandingkan gaji pegawai Kemenkeu. "Yang pasti insentif yang diterima tenaga kesehatan masih jauh di bawah take home pay-nya (gaji bersih) pegawai Kementerian Keuangan eselon III, masak diturunkan," kata dia. Slamet menegaskan, insentif ini bukan masalah uang, tetapi juga terkait penghargaan yang diberikan negara kepada para tenaga kesehatan yang tengah berjuang di tengah pandemi. Terlebih lagi, saat ini kasus Covid-19 terus bertambah. Beban tenaga kesehatan pun menurutnya semakin berat.
"Kalau negara enggak punya uang, kami enggak dikasih insentif enggak apa-apa, tapi jajaran Kemenkeu juga enggak perlu digaji," katanya.
Baca juga: Pemerintah Izinkan Semua RS Buka Pelayanan untuk Pasien Covid-19, IDI Singgung Soal Pembiayaan
Slamet pun berharap, Kemenkeu mau duduk bersama dengan Kementerian Kesehatan serta organisasi profesi tenaga kesehatan untuk membahas perihal insentif ini. "Pembayaran insentif sebelum pemotongan kemarin saja belum seratus persen lancar, kok ini malah dikurangi," kata dia. Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengurangi besaran nilai insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan untuk tahun ini. Besaran pemangkasan insentif tenaga kesehatan tersebut bahkan mencapai Rp 7,5 juta. Adapun besaran nilai insentif tenaga kesehatan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021 yang diterima Kompas.com.
Baca juga: Opsi Lockdown Jakarta di Akhir Pekan Saat Covid-19 Tembus 280.261 Kasus
Surat itu diteken Menkeu Sri Mulyani Indrawati tertanggal 1 Februari 2021. Di dalam surat tersebut dirinci, untuk insentif dokter spesialis besarannya Rp 7,5 juta, sedangkan untuk dokter peserta PPDS Rp 6,25 juta, dokter umum dan gigi Rp 5 juta, bidan dan perawat Rp 3,75 juta, tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2,5 juta. Pada tahun lalu, besaran insentif untuk dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum/dokter gigi Rp 10 juta, bidan atau perawat Rp 7,5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Protes Sri Mulyani soal Pemotongan Insentif, IDI Jakarta: Insentif Nakes Jauh di Bawah Gaji Pegawai Kemenkeu", Klik untuk baca: https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/04/12434331/protes-sri-mulyani-soal-pemotongan-insentif-idi-jakarta-insentif-nakes?page=2.
Penulis : Ihsanuddin
Editor : Nursita Sari
Diubah oleh gaygene 04-02-2021 13:15
cellafm dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.4K
24
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan