Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kutilkuda1202Avatar border
TS
kutilkuda1202
[CURHAT] DIKABARI IBU MENINGGAL SAAT DI TANAH RANTAU SEMINGGU LALU
NOTE: Thread ini adalah kisah nyata narasumber. Mohon doakan agar roh dan jiwa almarhumah diterima di sisiNya, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan. Komentar akan dibalas oleh TS kutilkuda sebagai sahabat narasumber. 

Perkenalkan, namaku Gilang. Umurku saat ini 29 tahun. Aku belum menikah, dan bekerja sebagai back officer di sebuah bank swasta Jakarta. Aku berasal dari Sumatra Utara. Aku adalah anak terakhir dari tiga bersuadara. Kakak pertama sudah menikah dan tinggal di sebelah kiri rumah ibuku. Kakak keduaku sudah menikah pula tetapi suaminya meninggal tahun 2017 lalu. Akhirnya ia tinggal bersama ibuku. Sedangkan aku, memilih untuk merantau dan keluar dari desa tempat kelahiranku. Aku sudah hidup di ibukota ini selama 3 tahun. Sebelum aku bekerja di Jakarta, aku bekerja di Pontianak selama tiga tahun. Jadi total pengalaman kerja ku selama 6 tahun lebih. 

Selama enam tahun itu aku hidup sebagai perantau. Tetapi sebenarnya total 10 tahun aku merantau. Karena semenjak lulus SMA di tahun 2010, aku juga memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Jawa Tengah. Dari 2010 hingga saat ini aku menikmati hidup sebagai pemuda rantau yang selalu jauh dari keluarga. 

Banyak sekali pertanyaan yang mencecarku, khususnya dari keluarga besar ku. Mereka selalu bertanya, "kenapa tidak pulang saja ke Sumatra? Lebih baik dekat dengan orang tua dan keluarga. Kalau ada apa-apa, kamu tidak kesulitan sendiri?". Pertanyaan lain yang selalu dibawa-bawa saat chating dengan keluarga besar, yaitu kapan pulang, sudah setahun kamu tidak pulang. Seperti itulah garis besar pertanyaan dari orang orang terdekatku.

Aku akui, terakhir aku pulang ke kampung ku yaitu 2017. Kala itu, kakak ipar meninggal dunia dan aku memutuskan pulang menemui keluargaku. Selain itu, kakak memintaku membantu keuangan biaya pemakaman dan acara adat. Sehingga aku pulang membawa "bekal" untuk mereka. Tetapi di tahun 2018 dan 2019, ibu dan kakak yang kubelikan tiket PP untuk ke Jakarta. Supaya mereka juga berlibur disini. Jadi meskipun aku jarang pulang, tetapi setidaknya setahun sekali bertemu.

Apa sih alasan merantau jauh-jauh? Pertanyaan yang pasti timbul di benak kalian saat membaca kisah pembuka ku ini. Pertama, almarhum ayahku berkata saat aku masih SD," Gilang, kita ini hidup di desa, kamu harus bisa fokus untuk masa depan, belajar sungguh-sungguh agar bisa kuliah di kota, kalau bisa keluar dari desa, ke Jawa sana agar dapat pengalaman dan ilmu yang luas". Itulah pesan ayahku yang telah meninggalkan kami semua kembali kepada Sang Khalik selepas aku lulus SD dan melanjutkan pendidikan SMP. 

Ternyata ucapan ayah itu menjadi kenyataan. Kakak pertama memutuskan tidak kuliah, dan membuka warung makan di dekat rumah lalu menikah. Kakak kedua juga tidak melanjutkan kuliah karena di saat ia kelas 3 SMA sudah di lamar oleh anak kepala dusun yang kini juga telah tiada tiga tahun lalu. Mereka berdua lah yang merawat dan menjaga ibuku. Sedangkan aku, aku bertekad untuk meningkatkan perekonomian keluarga dengan kuliah lewat beasiswa di Semarang, lalu bekerja merantau hingga sekarang.

Jadi, alasan utama mengapa aku merantau yaitu untuk mencukupi kebutuhan keluargaku dengan cara yang lain dari kakak-kakakku. Aku bekerja di luar pulau demi mereka. Setiap bulan aku mengirimkan uang kebutuhan bagi keluargaku, khususnya ibuku. Aku benar benar menyayangi mereka. Aku ingin mereka bahagia dan selalu berusaha mencukupkan kebutuhan mereka. Mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga renovasi rumah sedikit demi sedikit. 

Mereka tidak tahu betapa kerasnya disini. Aku usahakan makan seadanya, meminimalisir pengeluaran demi keluarga di kampung. Lebih baik tidak kelihatan gaul atau sosialita, daripada ibu dan kakak kakakku kekurangan. Aku juga tidak mengikuti perkembangan gadget atau apapun yang melebihi budget. Yang penting bisa untuk bekerja dan berkomunikasi dengan keluarga. Kostpun mencari yang harganya murah, seadanya yang penting bisa untuk tempat tinggal. 

Tetapi ada titik kesedihan yang terjadi di awal tahun 2021 ini. Kalian temen temen perantau, pasti pernah merasakan ketakutan ini. Ketakutan dimana kita mendapat pesan atau telpon dari orang kampung kalau ada sesuatu hal buruk yang terjadi di rumah kampung. Dulu waktu kuliah, aku sering deg-degan dan panik kalau kakak telpon. Karena biasanya ibu sendiri yang telpon, tetapi ini kakak. Aku takut kalau ibu kenapa-kenapa. Itulah kekawatiran anak rantau. Tetapi ternyata hal buruk itu terjadi di tanggal 4 Januari 2021. 

Selama ini, aku selalu video call dan telpon ibu sekeluarga. Tetapi di tanggal 31 Desember 2021, ibu menelponku. Lalu aku balik telpon dengan video call. Kami ngobrol-ngobrol sambil tertawa. Ibu berkata," dek, ibuk sedang gak enak badan ini, tetapi setelah ngobrol sama kamu, ibu jadi hilang sakitnya". Aku seketika menangis saat video call itu. Entah mengapa betapa sedihnya hatiku tidak bisa menemani ibu. "Ibu, maafin adek ya, belum bisa pulang lagi. Karena covid dan juga belum memungkinkan untuk pulang."

Ibuku tersenyum dan berkata,"jangan nangis, ibu tahu kamu sayang sekali sama ibu. Meski kamu tidak disini, kamu lah tumpuan ibu disini. Ibu tahu kamu memikirkan ibu setiap hari, kamu bekerja sungguh-sungguh juga demi keluarga. Tidak apa apa kamu merantau, yang penting kamu sehat dan bahagia."

Aku menangis semakin menjadi jadi, rasanya ingin memeluk ibuku malam itu. Aku berkata,"Ibu besok ke dokter ya, supaya bisa diperiksa dan dapat obat. Ibu harus sehat, kalau ibu kenapa-kenapa, adek sama siapa? Hanya ibu semangat adek."
Ibuku menjawab," Tidak selamanya ibu ada disini, tidak selamanya ibu akan hidup dek. Manusia itu ada batas umurnya, tetapi cinta dan kasih ibu akan selalu di hati adek, ibu tidak akan pernah pergi, selalu di hati adek, di tubuh dan darah adek". 

Video call malam itu membuatku merasa sedih. Kalimat yang diucapkan ibu seakan mengatakan bahwa meski ibu pergi, kasihnya ada dalam hidupku. Kata-kata itu membuatku terngiang dan merasa kuatir seperti saat masih kuliah. Aku telpon kakak-kakakku untuk menjaga ibu, dan juga mengantarkan periksa ke dokter. Mereka berkata ibu tidak mau. Aku telpon ibu dipagi harinya, ibu juga mengatakan tidak mau karena hanya masuk angin saja katanya. Selain itu juga tahun baru, pasti dokter banyak yang tutup.

Tanggal 2 Januari 2021,  Ibu nampak sehat kembali. Sore hari saat video call, ibu nampak sehat dan beraktifitas kembali. Tetapi anehnya, rasa kuatir itu masih ada. Saat tidur siang dan malam bermimpi ibu memakai daster kesukaannya dan tersenyum sambil melambaikan tangan dan berkata," dadahhh dek gilang... dadahhhh". Aku jadi tidak tenang. Akhirnya kuputuskan membeli tiket dan swab antigen untuk pulang ke kampung. 

"Ibu, adek pulang ya. Adek udah kangen banget sama ibu", ucapku di telpon pada tanggal 3 Januari pagi. Hari itu juga aku swab test antigen, dan membeli tiket untuk penerbangan tanggal 4 Januari 2021. Sepanjang hari itu, aku video call terus sama ibu. "Tumben aku video call sama ibu lebih dari satu kali, kan besok pulang juga", ujar ibu. "Iya bu, Gilang sudah kangen, entah rasanya ingin sama ibu terus", jawabku. 

Aku juga pesankan makanan untuk ibu hari itu semua yang enak dan sehat untuk ibu melalui aplikasi. "Gilang, kok malah jajan makanan buat ibu, kayak lagi ulang tahun aja lho", ujar ibuku sambil tersenyum di video call sore itu. Hasil swab antigenku negatif dan aku bisa pulang kampung. Rasa senang bisa pulang meski dengan kondisi keuangan sedang tidak baik. Tapi daripada rasa kuatir terus menghinggapiku dan sudah tiga tahun juga tidak pulang kampung. 

Tiba tiba jam 11 malam, kakak menelpon kalau ibu tidur tapi tidak bangun bangun. Aku posisi sedang packing dan juga menata dokumen dokumen agar saat kembali ke Jakarta nanti tidak ada yang tercecer dan semua beres. Kakak menelpon dan suaranya panik,"dek, dek.... ibu tidur tapi gak bisa dibangunin. Tadi jam 9 malam katanya mau tidur karena badannya dingin dan meriang, tetapi setelah dua jam kakak lihat di kamar, perut ibu seperti tidak bergerak. Dan kakak bangunin tetapi tidak bisa. kamu cepet pulang ya...". Aku meminta mereka membawa ke Rumah sakit segera. Semua biaya aku yang tanggung. Tetapi setelah dicek dan ada tetangga-tetangga kampung juga yang menolong, ternyata benar...

Ibuku telah tiada....

Aku tetap memaksa mereka membawa ke RS supaya ada kejelasan dari pihak medis tentang kondisi ibu. Bisa saja ibu masih hidup dan kritis tetapi mereka berpikir ibu meninggal. Setelah di Rumah sakit, hasilnya sama saja. ibu telah tiada karena serangan jantung. 

Seketika lemas sekujur tubuh, tulang dan sendi seperti putus. Nyawa rasanya mau hilang. Aku menangis, tetapi tidak ada siapa siapa disini. "Ibu.. ibu sadar bu,, besok Gilang pulang". 

Aku menyesal mengapa aku jarang pulang.
mengapa aku tidak bawa saja ibu di Jakarta dan hidup bersamaku.
mengapa aku sibuk kerja dan sampai tidak bisa menjadwalkan pulang...
Memang benar uang terkirim, tetapi kehangatan kebersamaan dengan orang tua tidak bisa digantikan dengan materi.

Aku menyayangimu, ibu. Maafkan putramu yang belum bisa membahagiakan ibu. 
selamat jalan.......



Narasumber: Gilang, Jakarta
senja87
bohemianflaneur
a.rizzky
a.rizzky dan 8 lainnya memberi reputasi
9
690
5
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan