- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
CAPE MALEIERS, WARISAN MELAYU DI TANAH AFRIKA


TS
dimjaka
CAPE MALEIERS, WARISAN MELAYU DI TANAH AFRIKA

Selain Suriname yang terkenal dengan populasi orang-orang Jawanya, ternyata di ujung ‘’benua hitam’’ ada sekelompok etnis Melayu yang telah lama menjadi bagian dari sejarah Afrika Selatan. Kelompok Melayu itu sering dipanggil dengan sebutan Cape Malay/Malaysatau dalam bahasa Afrikaans disebut Kaapse Maleiers. Memang keberadaan etnis Melayu sangat jarang diberitakan sehingga tidak banyak orang Indonesia yang mengetahuinya.
Sekarang bagaimana mungkin orang-orang yang telah lama mendiami wilayah Asia Tenggara ini tiba-tiba bisa mampir ke Benua Afrika?


Akan tetapi pada perkembangannya orang-orang yang datang ke Cape Town pada gilirannya bukan hanya datang sebagai budak tetapi tahanan politik atau pemberontak yang diasingkan karena menentang kolonialisme contohnya adalah Sheikh Yusuf.
Spoiler for Sheikh Yusuf:
Dalam demografi penduduk Afrika Selatan para Maleiers dimasukkan ke dalam subkategori ‘’coloured’’, yaitu sebutan untuk warga yang memiliki garis leluhur dari banyak etnis seperti keturunan asia, austronesia, afrikaner, khoisan, dll. Namun, para Maleiers ini tidak serta merta hanya berasal dari etnis Melayu, para budak ataupun para tapol nyatanya ada juga yang berasal dari Jawa, Makassar, dan Maluku.
Istilah Cape Malay ini seringkali dimaknai oleh berbeda-beda oleh orang-orang Afrika Selatan, karena mayoritas kebudayaan orang Melayu sangat kental dengan Islam. Orang-orang yang beragama Muslim di Cape Town pun seringkali dikategorikan Cape Malays. Istilah ini juga dipakai untuk menghormati orang yang tidak meminum alkohol karena syariat Islam yang memang mengharamkan khamr.
Budaya dan Tradisi
Komunitas Maleiers umumnya sebagian besar berbicara bahasa Afrikaans atau bahasa Inggris. Meskipun mereka tidak lagi berbicara dalam bahasa Melayu dan bahasa lain yang digunakan nenek moyang mereka, berbagai kata dan frase Melayu masih dapat didengar di Cape Town sampai sekarang. Contohnya adalah : ''Taramkasie (Terima Kasih) '' and ''salmaat djalen''.

Karena budaya Melayu sangat lekat dengan kebiasaan umat islam Indonesia maka tak heran mendapati perayaan umat muslim seperti contohnya Moulood'n-Nabi (Maulid Nabi), poewasa (puasa), Lebaran Ramadaan (Idul Fitri), dan Lebaran Hadji (idul Adha).


Peninggalan corakan Melayu selanjutnya adalah musik Ghoema yang merupakan perpaduan kebudayaan Khoisan-Melayu-Eropa-Xhosa, sebuah musik dengan lusinan genre seperti reggae, big band dan kalipso.

Distrik Bo-Kaap

Distrik Bo-Kaap merupakan pemukiman yang masih menyimpan kultur Melayu di samping kultur India, Arab, Belanda dan Afrika. Distrik yang terletak di kaki Bukit Signal ini dahulu dikenal dengan Malay Quarter. Asal muasal Bo-Kaap berasal dari tahun 1760-an ketika "huurhuisjes" (rumah sewa) banyak dibangun dan disewakan kepada para buruh Cape yang berasal dari Malaysia, Indonesia, dan seluruh Afrika.

Salah satu pemandangan khas distrik Bo-Kaap adalah corakan rumah warna-warni


Untuk kuliner yang bisa dijumpai di kawasan pastinya orang-orang Indonesia tentu familier dengan nama-nama berikut ini walaupun dengan perbedaan bahasa
1. Frikkadels (Perkedel)

2. Sosastie (Sate)

3. Denningvleis (Dendeng)

4. Bobotie (Bobotok/botok)

Jadi, apakah agan-agan sekalian tertarik mengunjungi Afrika Selatan??




Sekian

Quote:






yugeel dan 31 lainnya memberi reputasi
30
4.9K
74


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan