wafafarhamuAvatar border
TS
wafafarhamu
PIL KB MILIK SIAPAKAH INI?
Kisah ini merupakan kelanjutan dari kisah sebelumnya yang berjudul: ADA HUBUNGAN LAIN APA ANTARA SUAMIKU DAN IBUNYA?

Ok, mari kita teruskan ceritanya ya....
========

Rasanya tak bisa konsen kerja hari ini. Gara pil yang berada dalam genggaman. Apa yang mesti kulakukan sekarang untuk mencari tahu?

Belum terbukti milik Mas Huda saja hatiku terasa nyeri. Bagaimana nanti jika benar-benar kutemukan bukti jelas? Apa yang bisa kulakukan?

Ah, tidak! Aku tidak akan kuat hidup menghadapi ini. Lebih baik kubunuh saja keduanya, terutama pelakor itu.

Astagfirullah.... Aku mendesah panjang, memberi ruang agar hilang sesak di dada.

Pantas saja sudah sebulan ini, Mas Huda menghindari. Minggu biasa kami melakukan sampai minimal tiga kali, tapi sebulan ke belakang Mas Huda hanya memberi nafkah batin sekali dalam seminggu. Bahkan minggu terakhir dia sama sekali tak menyentuh. Kupikir karena kematian ayah mertua.

Apa karena dia sudah lelah karena memuaskan perempuan lain? Kalau minggu terakhir mereka bertemu, berarti perempuan itu ada di desa.

Tapi siapa? Apa perlu aku ke desa untuk menyelidikinya?

"Naira!" Suara Rena membuyarkan lamunan ku.

"Ya?"

"Ditunggu Bos tuh! Ngelamun lo," ucap perempuan berusia 25 tahun itu sembari menaikkan sebelah bibirnya.

"Oyah." Aku segera menyimpan pil KB dalam genggaman.

Rena kembali bersuara. "Lo KB lagi, Nai?"

"Ah, nggak. Eh, maksudku iya." Aku harus menyembunyikan ini dari Rena atau siapa pun juga. Pasti akan sangat malu jika benar suami selingkuh dan orang lain tahu.

Aku akan terhina dengan tuduhan tidak bisa memuaskan dan membahagiakan suami. Oh, tidak! Lalu dicap wanita bodoh yang bisa diperdaya laki-laki.

Benar-benar memalukan.


_____________


Tok-tok-tok.... Kuketuk pelan pintu ruangan Bos.

"Ah, ya. Nai. Masuklah." Pria tampan yang tengah sibuk dengan berkas di tangan itu meminyaki masuk. Ia hanya melirik sekilas.

"Iya, Bos." Aku pun masuk dan meletakkan laporan mingguan di atas meja.

Seperti biasa, aku akan berdiri seperti patung hingga Bosku selesai memeriksanya. Setelah tak ada kekurangan atau cacat laporan maka aku akan bebas tugas dan bersantai di akhir pekan.

"Okay, mari kita periksa." Bos mendesah panjang. Ia tampak lelah, dengan senyum yang dipaksa untukku itu Bos masih terlihat berwibawa.

Ah, beruntung sekali kamu, Wi. Bisa menikah dengan Anggara. Kalau saja dulu tak ada kesalahpahaman dan kami tak putus, pasti sekarang aku yang menikah dengannya.

Awalnya memang memalukan bekerja jadi bawahan mantan. Tapi untungnya Anggara adalah pria baik sejak dulu. Bahkan ketika tahu sekretaris barunya kala itu adalah aku. Coba saja dia jahat dan dendam padaku yang menganggapku sebagai pengkhianat, pasti aku akan dipecat bahkan di hari pertama bekerja.

Dan selama setahun kami kerja bersama, semua berjalan baik-baik saja. Tak ada cinta lokasi atau pun CLBK yang meruntuhkan rumah tangga masing-masing kami. Yah, bisa dibilang kami adalah tipe orang yang setia. Lima tahun pacaran, Anggara tak pernah berselingkuh. Begitu pun aku. Hingga petaka datang dan merusak hubungan kami.

Lalu sekarang .... Aku dikhianati Mas Huda. Mungkinkah karena doa-doa Anggara yang merasa terdzolimi olehku? Duh, kenapa aku jadi mikir ke mana-mana.

"Sudah cukup sih, Nai. Tapi ...." Bos membenarkan letak kacamata. Serius menatap deretan angka dan kata-kata dalam berkas tersebut. Ia sedikit pun tak memandangku.

"Ya, Pak."

"Em ... tapi, kamu gak bisa pulang awal hari ini, Nay."

"Hah? Memnagnya kenapa, Pak? Bukannya sudah saya selesaikan laporan mingguannya?"

"Iya, bener, tapi ... kamu udah cuti seminggu. Dan tugas kamu numpuk sekarang. Kebetulan aku juga sibuk, gak sempet jelasin detail banyak data ke pegawai lain."

Duh, perasaanku sangat tak enak. Sampai aku menggigit bibir bawah. Bagaimana ini, padahal aku mau pulang cepat dan langsung ke kantor Mas Huda buat cari tahu.

"Nai!"

"Ah, ya Pak!"

"Ini jurnalnya. Selesaikan, oke!" Pria itu menyerahkan setumpuk berkas padaku. Duh, bisa jam 10 malam baru selesai ini.

"Siap Pak!" jawabku tanpa membantah. Segera kuambil map-map itu dan beranjak pergi.

Namun, langkahku tertahan kala Anggara memanggil namaku.
"Nai!"

"Ya Pak?" Aku berbalik, menatap pria yang ternyata juga menatapku.

"Bagaimana mertuamu? Kalau memang perlu waktu lebih untuk cuti harusnya kamu bilang saja. Aku akan memberikannya."

Hei, ada apa dengan tatapan itu. Kenapa ia memiliki mata yang teduh seperti dulu?

"Ah, nggak Pak. Terimakasih." Aku segera berbalik dan keluar. Takut tergoda. Selama ini kami tak pernah bicara masalah pribadi.

Lagian itu Bos, sok-sokan perhatian. Kaka mau ngasih cuti lebih, tapi ngasih kerjaaan numpuk begini. Melihatnya saja sudah buat aku oleng. Heuh.

Setelah meletakkan map-map ke atas meja. Akhirnya kuputuskan menelepon Sinta. Temanku yang kebetulan kerja satu kantor dengan Mas Huda. Setidaknya aku harus punya informan di sana.

"Hallo, Sin. Assalamualaikum."

"Ya, Nai. Waalaikumsalam."

"@#$%--&5"

"Waduh?"

"Iya, tenang deh. Tar gue isi full segala kuota dan biaya alat tempurnya."

"Ya, oke. Nai. Apa sih yang nggak buat kamu."

"Hem. Bagus." Aku tersenyum licik.

Jangan kamu pikir, karena aku sibuk gak bisa awasin kamu Mas. Aku punya mata-mata di mana-mana.

Oke, semangat Naira! Kita selesaikan pekerjaan ini dan menangkap basah Mas Huda. Yah, meski aku sangat berharap ini hanya salah paham saja.

Baru akan mengerjakan beberapa file, ponselku berdering. Ternyata Ibu. Langsung saja kuangkat, Ibu yang baik hati itu menanyakan kabar ku.

Namun, baru bicara sebentar. Terdengar suara aneh di ujung telepon.

"Huek."

"Bu?! Apa Ibu sakit?"

BERSAMBUNG

Kisah selanjutnya, klik saja DI SINI


Kisah sebelumnya, klik saja DI SINI
Diubah oleh wafafarhamu 23-01-2021 08:14
linardi
wanitatangguh93
lumut66
lumut66 dan 4 lainnya memberi reputasi
3
1.8K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan