Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

matt.gaperAvatar border
TS
matt.gaper
Hitam Corona di Indonesia, Buah Sesumbar Para Menteri Jokowi
Jakarta, CNN Indonesia -- Hampir 10 bulan Indonesia dihantam pandemi virus corona (Covid-19). Sejak pasien pertama positif virus corona diungkap pemerintah, 2 Maret lalu, jumlah kasus positif sampai hari ini terus melonjak tanpa ada tanda-tanda menurun.
Jejak hitam wabah Covid-19 di Indonesia bermula dari penyanggahan disertai candaan para pejabat publik. Sebut saja, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Pada 11 Februari, ketika sejumlah peneliti asing menengarai wabah Covid telah muncul di Indonesia, Terawan dengan jemawa membantahnya sambil menantang para peneliti itu untuk datang ke Indonesia.


"Ya, Harvard suruh ke sini. Saya suruh buka pintunya untuk melihat. Tidak ada barang yang ditutupi," ujar Terawan. Per hari ini, Selasa (22/12), jabatan Terawan sebagai Menkes digantikan oleh Budi Gunadi.

Sesumbar Terawan diikuti menteri-menteri lain. Menko Polhukam Mahfud MD mengutip kelakar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa corona tak bisa masuk Indonesia karena perizinannya berbelit-belit pada 15 Februari.

Kemudian Menko Marves Luhut B Panjaitan, pada 10 Februari, berseloroh corona sudah lama pergi. Selorohannya merujuk pada mobil sedan tipe corona yang tak diproduksi lagi.

Selain itu ada pula Menhub Budi Karya Sumadi yang pada 17 Februari berguyon bahwa Covid-19 tak masuk ke Indonesia karena setiap hari orang-orang di sini makan nasi kucing sehingga kebal.

Lihat juga: Ahli Kesehatan Australia Ragukan Klaim Indonesia Bebas Corona
Sikap menyanggah atau menyepelekan yang dipertontonkan jajaran pemerintah ini kemudian banyak dikritik banyak pihak, terutama ahli kesehatan.

Kekinian, dokter spesialis penyakit dalam yang juga Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengatakan, bantahan terhadap penyakit atau wabah bukan terjadi pertama kali terjadi di Indonesia.

Mengenang temuan kasus AIDS pertama di Indonesia, pada 1980-an, Zubairi Djoerban menyebut bantahan-bantahan serupa juga dilontarkan pemerintah kala itu

"Ketika saya temukan kasus pertama AIDS (1983), Pemerintah saat itu menyangkal. Mereka bilang, orang Indonesia mustahil kena AIDS karena kita negara berbudaya dan agamis. Padahal tak ada hubungannya dengan itu. Situasinya mirip kala Covid-19 masuk sini. Mereka juga menyanggah," kata Zubairi lewat akun Twitter miliknya pada 1 Desember 2020.

Sesumbar Berujung Gagap Covid
Sesumbar para anak buah Jokowi berujung kacau balau penanganan Covid.

Ketika kasus pertama diumumkan Presiden pada 2 Maret, sontak terjadi kelangkaan masker hingga cairan desinfektan di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Harga tak terkendali, sehingga warga sulit mendapatkan barang vital tersebut.

Langkah penanganan Covid-19 mulai terlihat serius setelah Presiden Jokowi meneken Keputusan Presiden tentang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat karena Covid-19 pada 31 Maret 2020.

Jokowi juga meneken Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Beleid ini merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Aturan lain adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.

Jokowi juga menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional nonalam dengan meneken Keppres Nomor 12 Tahun 2020. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjadi koordinator nasional dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Lihat juga: Semrawut Update Data Covid-19 Satgas Pusat dan Daerah
Gugus Tugas ini kemudian diganti menjadi Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 pada 20 Juli 2020 yang dipimpin Kepala BNPB Doni Monardo. Satgas ini menjadi bagian dari Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) yang dibentuk lewat Perpres 82/2020.

Komite tersebut dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan didampingi sebagai wakil ketua adalah enam pembantu presiden lain yakni Menkes Terawan, Menkeu Sri Mulyani, Menko Marves Luhut B Panjaitan, Menko Polhukam Mahfud MD, Menko PMK Muhadjir Effendy, serta Mendagri Tito Karnavian. Sebagai ketua pelaksana KPC-PEN ini adalah Menteri BUMN Erick Thohir.

Selanjutnya, Jokowi menekan Perpres Nomor 99 tahun 2020 pada 5 Oktober 2020 soal pengadaan dan pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19. Pada Perpres itu ditekankan pengadaan diberi tugas kepada Menteri BUMN dengan memerhatikan kriteria dan penetapan vaksin dari Menkes. Sementara pelaksanaan vaksinasi dilakukan Kemenkes.

Selain membatasi pergerakan orang, pemerintah juga mengimbau sistem work from home atau kerja dari rumah untuk kegiatan perkantoran.

Beragam bantuan digelontorkan di masa pandemi Covid-19 demi menunjang berjalannya kegiatan ekonomi masyarakat. Mulai dari bantuan Prakerja, subsidi gaji sebesar Rp2,4 juta, hingga bansos corona.

Belakangan, bansos Covid ini menjadi masalah karena Menteri Sosial Juliari Batubara diduga memanfaatkannya untuk memperkaya diri sendiri. Juliari telah ditetapkan tersangka oleh KPK pada 6 Desember 2020.

Lihat juga: Jokowi Sulap Bangunan di Pulau Galang Batam Jadi RS Corona
Di sektor pendidikan, pada 28 Mei 2020, Mendikbud Nadiem Makarim mengeluarkan Surat Edaran Nomor 15 tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah untuk mencegah penularan Covid-19 di lingkungan pendidikan.

Toh, segudang aturan yang diterbitkan tak juga menjamin penanganan pandemi Covid-19 berjalan mulus.

Persoalan demi persoalan tetap muncul. Yang utama adalah transparansi data Covid-19 yang meliputi jumlah suspek, pemeriksaan harian, kasus positif konfirmasi, pasien sembuh, dan pasien meninggal.

Jokowi pernah mendapat kritik dari para pakar soal keterbukaan data pasien. Pemerintah diminta transparan dan menjelaskan menjelaskan domisili pasien positif, di mana dugaan dia tertular, dan bagaimana ia bisa terjangkit virus corona agar masyarakat tak resah dan bisa mawas diri.

Selain itu, kecurigaan merapel data kematian juga datang dari para pengamat kesehatan dan epidemiolog. Para ahli menyampaikan skala kasus dan kematian sejatinya di masa pandemi kemungkinan jauh lebih tinggi hingga 3 kali dari angka resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.

"Ini fenomena yang terjadi di hampir semua negara berkembang di dunia. Karena sistem pelaporan yang memang belum optimal dan angka kematian Covid-19 ini merupakan akibat dari beragam faktor, antara lain belum memadainya deteksi dini, dan pelacakan kasus kontak, termasuk juga faktor komorbid," ujar Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman.

https://m.cnnindonesia.com/nasional/...menteri-jokowi

Semoga segera berlalu
nugienk
tien212700
supirgedek
supirgedek dan 4 lainnya memberi reputasi
3
1.4K
30
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan