Silahkan melihat beberapa foto di bawah, foto-foto ini adalah kondisi Kota Marawi, di Filipina, setelah selesai perang antara militan Islam radikal yang berafiliasi ke ISIS dengan tentara pemerintah.






Kira-kira itu penampakan kota setelah pertempuran sepanjang hampir 5 bulan itu akhirnya selesai.

Seluruh penduduk Kota Marawi, baik yang non muslim, maupun yang muslim mengalami penderitaan sepanjang pertempuran itu berlangsung, dan bahkan sesudah pertempuran itu usai. Seperti bisa dilihat di foto, Masjid pun menjadi salah satu bangunan yang hancur lebur, karena para militan sengaja bersembunyi di sekitar Masjid.

Bukannya menghindari Masjid agar bangunan tersebut terhindar dari kerusakan, mereka justru sengaja bersembunyi, menempatkan sniper dan membuat terowongan-terowongan di bawah Masjid.

Kenapa? Justru karena pada awalnya pemerintah berusaha menghindari terjadi kerusakan pada Masjid.

Pada saat pertempuran, banyak kisah bagaimana yang Muslim, menolong tetangga mereka yang non-Muslim agar terhindar dari tangkapan para militan yang menjadikan mereka sandera.





Jadi stop-lah yang suka mengadu domba bangsa sendiri, yang menyudutkan semua umat Muslim, seakan-akan semua Muslim itu sama seperti ISIS.

Berhenti menyebarkan narasi pemain serang, mieldfilder dan defender. Narasi itu tidak tepat menggambarkan realita. Dalam realitanya bukan cuma sekali dua kali, bahwa ada Muslim yang bersedia melindungi yang non-Muslim, bahkan sampai berkorban.

Berhenti juga mendebat ketika ada rekan-rekan Muslim yang berusaha menunjukkan sisi damai dari agamanya. Apa gunanya mendebat orang yang justru sedang mempromosikan ajaran yang damai?

Hanya untuk menarik simpati, memuaskan ego dangkal, atau semacam usaha menyebarkan agama?

Sampahlah saya pikir, kalau pikiran anda sedangkal itu.

Sama sajalah kalian dengan sisi yang lain, yang menggoreng isu kafir, aseng, dsb.

----------

Di lain pihak saya juga sudah lelah dengan kebijaksanaan ala "sing waras ngalah", benar memang pada titik tertentu, bisa dipahami mengapa yang silent majority mengambil sikap mengalah, karena mereka lebih bisa berpikir panjang dan memahami akibatnya pada bangsa dan negara kalau sampai terjadi bentrokan, apalagi sampai terjadi perang saudara.

Kalah jadi abu, menang jadi arang, cuma pihak asing yang mungkin bersorak.

Namun, bibit perpecahan yang kecil itu justru menurut saya sebaiknya ditumpas, sebelum tumbuh besar dan punya kekuatan untuk melawan aparat-aparat hukum dan institusi pertahanan kita.

Jadikan tetangga kita sebagai pelajaran, tak perlu kita mengalami hal yang sama.

Ada titik di mana kalimat "sing waras ngalah" itu tidak berlaku.


Termasuk OPM di Papua, mohonlah supaya diambil sikap yang tegas kalau memang masih dianggap sebagai bagian dari Negara Indonesia, tapi jangan pula ternyata cuma jadi domba yang diadu, sementara pengadu dombanya menonton di pinggir lapangan.


Tentu saja, yang namanya rakyat kecil tidak banyak tahu tentang informasi dalam. Sehingga cuma bisa pasrah mempercayakan jalannya pemerintahan, termasuk penegakan hukum dan masalah hankam pada pemerintahan dan aparat yang terkait.

Sebagai kaskuser, cuma bisa sebatas menyuarakan perasaan saja.

Buat yang suka menabur-naburkan kebencian dan ketakutan, benar-benar sampah sudah nafsu kalian yang memanas-manasi perpecahan dalam bangsa itu.

Mau dari pihak manapun, kalian itu kok nggak mikir, ini negara kalian, bangsa kalian, buat apa kalian menyebarkan benih-benih kebencian di antara bangsa sendiri?




Sumber referensi:
1. https://www.straitstimes.com/world/t...ower-of-hatred
2. https://theaseanpost.com/article/bat...i-three-months
3. https://news.abs-cbn.com/focus/11/17...when-war-ended