Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
Sunda Wiwitan Sejajar dengan Agama Lain
Sunda Wiwitan Sejajar dengan Agama Lain

Rizma Riyandi | Kamis, 26 November 2020



Gerbang Masuk Kampung Adat Cireundeu, Desa Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat. (Ayobandung.com/Rizma Riyandi)

LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Sunda Wiwitan adalah agama lokal masyarakat Jawa Barat. Bahkan agama ini dianut oleh masyarakat sunda kuno jauh sebelum datangnya Islam. Namun sayang keberadaan agama tuan rumah ini malah diasingkan dan menjadi bahan bulian dari para penganut agama pendatang.

Bukan hal yang aneh ketika ada orang yang berbicara, "Sunda Wiwitan itu kan bukan agama. Itu kepercayaan masyarakat adat". Kata-kata ini tentu saja sangat keliru. Sebab Sunda Wiwitan juga memenuhi unsur agama sebagaimana agama-agama yang lain.

"Sunda wiwitan itu agama. Sama seperti agama yang lain," ujar Ketua Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) Wawan Gunawan kepada Ayobandung.com, Jumat (19/11/2020).

Dia mengatakan, pengertian agama saat ini mengacu pada agama abrahamistik. Sehingga harus ada nabi dan kitab suci. Menurutnya sunda wiwitan juga mempunyai nabi dan kitab suci, tapi tidak bisa disamakan dengan agama lain.

"Mereka sebenarnya punya kitab suci berbentuk lisan, yaitu pitutur sepuh. Kitab suci tidak harus tulisan kan. Kalau agaman lain punya tempat ibadah seperti gereja dan mesjid, mereka juga punya. Menurut mereka semua tempat itu bisa jadi tempat ibadah. Karena mereka menjalankan kehidupan sehari-hari apapun aktivitasnya itu sudah masuk ibadah. Adapun tempat khusus bagi para penghayat ya seperti pasewakan, itu hanya tempat untuk berkumpul dan berdiskusi," papar Wawan.

Selain itu para penghayat juga memiliki ritual-ritual khusus sebagai sarana ibadah. Jadi, karena sunda wiwitan juga merupakan agama, sudah seharusnya para pemeluk keyakinan ini juga memperoleh hak-hak yang sama seperti pemeluk agama lainnya.

"Kalau masyarakat tetap beranggapan keliru dengan menyebut sunda wiwitan bukan agama, tetap saja pemeluk sunda wiwitan tidak bolah didiskriminasi. Ini sesuai dengan konvensi internasional PBB (Persatuan Bangsa Bangsa) mengenai kebebasan beragama. Indonesia juga ikut menandatangani konvensi ini. Sehingga negara wajib melindungi agama, bahkan untuk agama baru pun tetap harus dilindungi," papar Wawan.

Maka itu, ia mengimbau agar antar pemeluk agama untuk sama-sama menghormati, termasuk pada para penghayat Sunda Wiwitan.

Wawan merunutkan, mengapa saat ini negara memandang sunda wiwitan seperti bukan agama. Menurutnya, itu terjadi karena sistem politik dalam negeri yang menampilkan keberadaan agama resmi dan tidak resmi. Ini terlihat dari tidak adanya tokoh yang mewakili sunda wiwitan di Forum Kerukunan Umat Beragaman (FKUB). Selain itu, di Dirjen Agama, sunda wiwitan juga tidak tercatat sebagai agama yang diakui.

Hal ini akhirnya berdampak pada tindakan-tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh negara sendiri. Contoh yang paling jelas adalah soal penamaan kolom agama. Bahkan sebelum 2013, para penghayat sama sekali tidak bisa mencetak KTP karena agama mereka tidak tercantum di sistem kependudukan nasional.

Wawan berharap ke depannya pemerintah bisa memenuhi hak-hak para penghayat sebagaimana warga negara yang lain. "Saya yakin dengan sama-sama kita berjuang, pengakuan negara terhadap sunda wiwitan bisa direalisasikan. Saya optimis ke depannya para penghayat bisa mendapatkan hak yang sama seperti masyarakat lain," kata Wawan.

Pandangan Masyarakat Luar

Pengunjung Kampung Adat Cireundeu, Dessy Irawan (28) mengaku senang bisa menikmati wisata budaya di Cireundeu. Dia merasa bangga dengan kesukuannya setelah melihat kebiasaan warga sunda wiwitan di sana.

"Setelah melihat warga adat di sini, aku sih merasa adat Sunda itu ternyata banyak hal baiknya. Makan makanan sehat, hidup sederhana. Itu semua patut diterapkan juga di kehidupan modern seperti sekarang," katanya.

Dia juga merasa sangat berterima kasih pada warga adat Cireundeu yang melestarikan budaya sunda dan pitutur sepuh, hingga masyarakat bisa melihat bagaimana budaya sunda yang sebenarnya.

Terkait keyakinan para penghayat, Dessy mengaku tidak merasa aneh dengan kepercayaan mereka. Menurutnya, sunda wiwitan adalah agama yang juga harus dihormati. Sebagai seorang muslimah, Dessy meyakini apa yang mereka yakini adalah urusan mereka, hingga ia tak pantas menghakimi para penganut sunda wiwitan dengan pandangan miring.

"Bagi saya penganut Sunda Wiwitan itu ya sama seperti penganut Kristen atau Katolik. Jadi ya saling menghormati saja," ungkapnya.

Hal serupa juga diungkapkan pengunjung Kampung Adat Cireundeu yang lain Yanti Rahman (30). Dia memilih untuk menghormati keyakinan para penghayat tanpa menghakimi kepercayaan mereka.

"Dulu sih sempet keliru juga mengira bahwa Sunda Wiwitan itu seperti kepercayaan animisme dan dinamisme. Tapi ternyata itu salah. Mereka ternyata menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan menurut saya orang Sunda Wiwitan itu sangat rasional. Mereka menjunjung nilai-nilai kesopanan juga," ujar Yanti.

Setelah mengobrol dengan Abah Emen, perempuan asal Kabupaten Bandung tersebut baru menyadari bahwa orang Sunda Wiwitan Cireundeu ternyata tidak menyembah roh halus atau leluhur. Mereka juga tidak percaya pada benda-benda sakti.

"Bahkan Abah Emen sempat bilang bahwa pandangan Sunda Wiwitan Cireundeu itu hampir mirip Persis (Persatuan Islam). Mereka berpikir rasional terhadap segala hal dan menghilangkan unsur-unsur klenik," kata Yanti.

Hanya saja penghayat di Cireundeu memiliki ritual-ritual khusus yang didasarkan pada budaya dan tradisi sunda. Itu pun, menurut Yanti bersifat pendidikan kesenian, seperti budaya tari.

Sementara itu, Girang Pangaping Adat atau Pendamping Komunitas Masyarakat Adat Karuhun Urang (Akur) Sunda Wiwitan, Djuwita Djatikusumah Putri menginginkan agar keberadaan kelompok penghayat Sunda Wiwitan tidak hanya dijadikan sebagai komoditas wisata dan budaya.

Dia berharap ke depannya, para penghayat juga dapat diakui dan mendapatkan hak yang sama sebagaimana para penganut agama lain. Sehingga tidak lagi menerima diskriminasi dalam bentuk apapun, termasuk untuk urusan aminduk dan pendidikan.

“Sunda Wiwitan jangan hanya jadi sekadar tempat wisata dan adat saja. Kami harap, kami bisa diakui oleh negara,” ujar Djuwita.


https://m.ayobandung.com/read/2020/1...gan-agama-lain

Setuju dengan hal itu, semua agama sama
longneversee
kartoss
kartoss dan longneversee memberi reputasi
0
1K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan