- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[#IbuSusiForRI39] BABY LOBSTER TUH DIBUDIDAYAKAN, BUKAN DI EKSPOR!


TS
djoko.widhodho
[#IbuSusiForRI39] BABY LOBSTER TUH DIBUDIDAYAKAN, BUKAN DI EKSPOR!
SELAMAT DATANG KE THRID DJOKO.WIDHODHO
SIAPA YANG BERMAIN-MAIN DENGAN BENIH?
![[#IbuSusiForRI39] BABY LOBSTER TUH DIBUDIDAYAKAN, BUKAN DI EKSPOR!](https://dl.kaskus.id/poliklitik.com/wp-content/uploads/2019/12/Ekspor-Benih.jpg)
Sumur: Benih Lobster
Quote:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Edhy Prabowo pada Rabu, (25/11/2020), dini hari.
Edhy ditangkap di Bandara Soekarno Hatta. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, penangkapan Edhy Prabowo terkait dengan dugaan korupsi dalam ekspor benur.
Memang, ekspor benih lobster sudah menjadi kontroversi sejak awal saat Edhy berencana mengubah Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2016 era Susi Pudjiastuti itu. Meski saat itu baru rencana, kritikan datang dari semua kalangan. Mulai dari akademisi, pengamat kebijakan, hingga mantan Menteri KP Susi Pudjiastuti.
Susi yang sebelumnya enggan berkomentar banyak mengenai penggantinya itu, mulai buka suara di Twitter pribadi miliknya usai ekspor benih lobster berencana dibuka.
Sejak Permen KP 56/2020 terbit, Susi mengklaim komposisi lobster makin banyak di laut. Susi berpendapat, pengambilan bibit lobster rentan dikuasai dan dikomersialisasi oleh pengusaha besar, yang mempekerjakan nelayan kecil untuk menangkap benih lobster. Setelah berhasil menangkap, para nelayan kecil itu menjualnya ke pengusaha besar dengan harga murah.
Pengusaha besar tersebut memiliki akses yang lebih baik untuk mengirimkannya ke luar negeri. "Dia (nelayan) ambil bibitnya, dia perjualbelikan ke pengusaha yang punya akses untuk kirim bibit lobster ke Vietnam untuk dibesarkan. Perdagangan lintas negara kan harus lewat border, memerlukan kapal, memerlukan sarana prasarana yang tidak bisa orang kecil lakukan," ungkap Susi saat mengkritik kebijakan menteri dari Partai Gerindra itu.
Sumur: Kompas
Edhy ditangkap di Bandara Soekarno Hatta. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, penangkapan Edhy Prabowo terkait dengan dugaan korupsi dalam ekspor benur.
Memang, ekspor benih lobster sudah menjadi kontroversi sejak awal saat Edhy berencana mengubah Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2016 era Susi Pudjiastuti itu. Meski saat itu baru rencana, kritikan datang dari semua kalangan. Mulai dari akademisi, pengamat kebijakan, hingga mantan Menteri KP Susi Pudjiastuti.
Susi yang sebelumnya enggan berkomentar banyak mengenai penggantinya itu, mulai buka suara di Twitter pribadi miliknya usai ekspor benih lobster berencana dibuka.
Quote:
Susi jelas menentang ekspor karena di masa dia menjabat, banyak nelayan kecil mengeluh sulit menangkap udang. Bibitnya telah diperdagangkan ke luar negeri, utamanya ke Vietnam.
Sejak Permen KP 56/2020 terbit, Susi mengklaim komposisi lobster makin banyak di laut. Susi berpendapat, pengambilan bibit lobster rentan dikuasai dan dikomersialisasi oleh pengusaha besar, yang mempekerjakan nelayan kecil untuk menangkap benih lobster. Setelah berhasil menangkap, para nelayan kecil itu menjualnya ke pengusaha besar dengan harga murah.
Pengusaha besar tersebut memiliki akses yang lebih baik untuk mengirimkannya ke luar negeri. "Dia (nelayan) ambil bibitnya, dia perjualbelikan ke pengusaha yang punya akses untuk kirim bibit lobster ke Vietnam untuk dibesarkan. Perdagangan lintas negara kan harus lewat border, memerlukan kapal, memerlukan sarana prasarana yang tidak bisa orang kecil lakukan," ungkap Susi saat mengkritik kebijakan menteri dari Partai Gerindra itu.
Sumur: Kompas
Quote:
Sejak lahirnya hukum laut internasional (UNCLOS) pada tahun 1982 ada 2 hal penting diberikan kepada negara pantai yaitu hak dan kewajiban. Secara ekonomi, negara pantai diberikan hak untuk memanfaatkan SDA yang ada di laut teritorial hingga ke laut bebas.
Sehingga sebenarnya tidak dilarang juga oleh hukum internasional jika kemudian pemerintah ingin menjajakan benih lobster pada level internasional. Namun di sisi yang lain, pemerintah juga tidak boleh lupa bahwa ada kewajiban internasional bagi semua negara untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber daya alam baik hayati maupun non hayati serta lingkungan laut.
Pemerintah harus hati-hati dalam mengelola sumberdaya alam di lautan, termasuk masa depan lobster kita. Nafsu pemerintah untuk membuka kembali keran ekspor benih lobster dengan dalih peningkatan pundi devisa negara perlu kajian lebih agar menjadi solusi, takutnya hanya akan menjadi kontroversi.
Wacana tersebut bahkan cenderung akan menyimpangi pasal 194 UNCLOS 1982 yang telah memuat kewajiban yang lebih spesifik untuk melindungi dan melestarikan spesies dan ekosistem langka atau rapuh di semua bagian lingkungan laut, serta habitat spesies yang terancam atau hampir punah.
Pembatasan ekspor benih lobster sebaiknya tetap diberlakukan untuk menjaga keseimbangan stok lobster di laut, setidaknya sampai Indonesia dapat menerapkan pola budidaya lobster seperti Australia. Pembatasan dapat dilakukan dengan dua bentuk, pertama pembatasan kuota yang boleh ditangkap untuk kepentingan budidaya dalam negeri dan ekspor ke luar negeri.
Selain itu, pembatasan dapat juga dilakukan dengan sistem zonasi, menentukan wilayah yang dapat ditangkap untuk kepentingan perekonomian. Negara harus menerapkan prinsip kehati-hatian (precaoutionary principle) secara luas dalam upaya pengelolaan lobster agar sumberdaya dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang.
Pada bulan November 1990, Seketaris Jenderal PBB secara tegas telah mengatakan bahwa prinsip kehati-hatian adalah pendekatan yang dapat berdampak signifikan terhadap masa depan perlindungan laut dan konservasi sumberdaya. (David Freestone, 2010)
Untuk saat ini seharusnya pemerintah mempersiapkan dan mendorong pengelolaan budidaya di daerah dengan memberikan pelatihan-pelatihan bagi nelayan-nelayan kecil. Jika upaya budidaya sudah mengalami peningkatan dan perbaikan, maka secara otomatis ekspor benih sudah bisa untuk dibuka izinnya. Dengan Bahasa lain, pemberian izin ekspor benih lobster saat ini hanya akan merugikan ekosistem dan nelayan, dan membuka peluang bagi eksportir.
Pada level internasional, serangkaian perjanjian internasional mengenai lingkungan dan perikanan bertujuan untuk membantu memperbaiki kewajiban negara agar management perikanan semakin baik berkaitan dengan lingkungan pesisir pantai dan keanekaragaman hayati.
Dalam kasus lobster ini, kebijakan perdagangan dapat digunakan sebagai alat untuk mendukung upaya memperbaiki pengelolaan benih lobster. Beberapa jenis ikan dan spesies laut telah menjadi objek perjanjian multilateral dan manajemen perdagangan perikanan regional, misalnya ikan tuna.
Negara-negara dapat menyepakati kebijakan perdagangan sebagai filter bagi perdagangan benih lobster atau lobster dewasa di pasar internasional. Misalnya perjanjian internasional menyepakati mengenai standard dan ecolabel terhadap sumberdaya lobster, termasuk juga aturan tersebut perlu mencakup persyaratan alat tangkap, metode penangkapan serta ukuran minimum lobster (ICTSD Report, 2006). Sehingga lobster yang tidak sesuai dengan aturan internasional atau hasil penyeludupan akan mendapatkan hambatan ketika hendak memasuki pasar.
Pemerintah harus hati-hati untuk mengelola sumberdaya lobster ini agar kebijakan sendiri tidak sampai mengebiri masa depan lobster. Memaksakan kehendak demi kepentingan saat ini tidak ada gunanya.
Sumur: Ekspor Bibit Lobster
Sehingga sebenarnya tidak dilarang juga oleh hukum internasional jika kemudian pemerintah ingin menjajakan benih lobster pada level internasional. Namun di sisi yang lain, pemerintah juga tidak boleh lupa bahwa ada kewajiban internasional bagi semua negara untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber daya alam baik hayati maupun non hayati serta lingkungan laut.
Pemerintah harus hati-hati dalam mengelola sumberdaya alam di lautan, termasuk masa depan lobster kita. Nafsu pemerintah untuk membuka kembali keran ekspor benih lobster dengan dalih peningkatan pundi devisa negara perlu kajian lebih agar menjadi solusi, takutnya hanya akan menjadi kontroversi.
Quote:
Tugas negara adalah untuk memastikan ecosystem lobster melimpah di alamnya serta menjaga agar spesiesnya tidak rapuh, bukan malah sebaliknya.
Wacana tersebut bahkan cenderung akan menyimpangi pasal 194 UNCLOS 1982 yang telah memuat kewajiban yang lebih spesifik untuk melindungi dan melestarikan spesies dan ekosistem langka atau rapuh di semua bagian lingkungan laut, serta habitat spesies yang terancam atau hampir punah.
Pembatasan ekspor benih lobster sebaiknya tetap diberlakukan untuk menjaga keseimbangan stok lobster di laut, setidaknya sampai Indonesia dapat menerapkan pola budidaya lobster seperti Australia. Pembatasan dapat dilakukan dengan dua bentuk, pertama pembatasan kuota yang boleh ditangkap untuk kepentingan budidaya dalam negeri dan ekspor ke luar negeri.
Selain itu, pembatasan dapat juga dilakukan dengan sistem zonasi, menentukan wilayah yang dapat ditangkap untuk kepentingan perekonomian. Negara harus menerapkan prinsip kehati-hatian (precaoutionary principle) secara luas dalam upaya pengelolaan lobster agar sumberdaya dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang.
Pada bulan November 1990, Seketaris Jenderal PBB secara tegas telah mengatakan bahwa prinsip kehati-hatian adalah pendekatan yang dapat berdampak signifikan terhadap masa depan perlindungan laut dan konservasi sumberdaya. (David Freestone, 2010)
Quote:
Pembukaan keran ekspor benih lobster tersebut tidak hanya dapat merusak ecosystem lobster, namun juga berpotensi merugikan nelayan kecil. Nelayan harusnya mendapatkan kepastian mengenai penentuan harga yang transparan agar supaya kebijakannya tidak lebih menguntungkan eksportir.
Untuk saat ini seharusnya pemerintah mempersiapkan dan mendorong pengelolaan budidaya di daerah dengan memberikan pelatihan-pelatihan bagi nelayan-nelayan kecil. Jika upaya budidaya sudah mengalami peningkatan dan perbaikan, maka secara otomatis ekspor benih sudah bisa untuk dibuka izinnya. Dengan Bahasa lain, pemberian izin ekspor benih lobster saat ini hanya akan merugikan ekosistem dan nelayan, dan membuka peluang bagi eksportir.
Pada level internasional, serangkaian perjanjian internasional mengenai lingkungan dan perikanan bertujuan untuk membantu memperbaiki kewajiban negara agar management perikanan semakin baik berkaitan dengan lingkungan pesisir pantai dan keanekaragaman hayati.
Dalam kasus lobster ini, kebijakan perdagangan dapat digunakan sebagai alat untuk mendukung upaya memperbaiki pengelolaan benih lobster. Beberapa jenis ikan dan spesies laut telah menjadi objek perjanjian multilateral dan manajemen perdagangan perikanan regional, misalnya ikan tuna.
Negara-negara dapat menyepakati kebijakan perdagangan sebagai filter bagi perdagangan benih lobster atau lobster dewasa di pasar internasional. Misalnya perjanjian internasional menyepakati mengenai standard dan ecolabel terhadap sumberdaya lobster, termasuk juga aturan tersebut perlu mencakup persyaratan alat tangkap, metode penangkapan serta ukuran minimum lobster (ICTSD Report, 2006). Sehingga lobster yang tidak sesuai dengan aturan internasional atau hasil penyeludupan akan mendapatkan hambatan ketika hendak memasuki pasar.
Pemerintah harus hati-hati untuk mengelola sumberdaya lobster ini agar kebijakan sendiri tidak sampai mengebiri masa depan lobster. Memaksakan kehendak demi kepentingan saat ini tidak ada gunanya.
Sumur: Ekspor Bibit Lobster
Nah Loh, sudah di ingatken berkali-kali, masih juga ngeyel...
Menurut agan dan sista sekalian, sebaiknya bibit lobster dijual atau dikembangkan ya?
Polling
0 suara
BABY LOBSTER




mysweetlord dan Ribao memberi reputasi
2
603
Kutip
7
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan